"Sudah kok Pak, Alhamdulillah. Ini Bapak lagi gak sibuk atau gimana?" Tanya Diki yang tahu akan kesibukan Rama."Kebetulan sedang longgar Pak Diki, mari silakan duduk." Ucap Rama mempersilakan Diki duduk. Mereka berjalan dengan susunan Doni memimpin jalan diapit oleh Reina dan Reino, setelahnya ada Bella dan Yuni yang kini asik bersenda gurau. Untuk Naya dan Risma tepat di depan Rama dan Diki yang ada dipaling belakang. "Om Doni mukanya kok ditekuk, ada apa Nay?" Tanya Risma yang peka dengan keadaan sekitar."Gak apa-apa kok. Perasaan lu aja kali." Elak Naya dengan wajah risaunya."Gak bakat bohong, gak usah bohong!" Risma kemudian duduk tepat di samping Doni, karena Reina duduk di pangkuan Doni. "Om ada masalah?" Bisik Risma karena khawatir didengar oleh Reina yang posesifnya naudzubillah jika dengan Doni."Enggak kok, masalah apa?" Risma hanya menggelengkan kepalanya mendengar itu. Tidak Doni, tidak Naya, keduanya sama-sama tidak pandai berbohong. Mereka sama-sama terlihat risau ke
"Cobain-cobain, sembarang kamu, Neng. Jangan ngaco! Ini punya orang kan? Balikin! Ayo Mamah anterin buat balikin sekarang." Ucap Yuni setengah khawatir dengan perhiasan yang berada di dalam tas putrinya. Yuni menatap Rama, Bella dan Doni dengan tatapan penuh penyesalan telah membuat onar karena sikap putrinya. "Pak Doni, Pak Rama, Mbak Bella, Neng Naya, si kembar, maaf ya kalau malem ini keluarga kami bikin heboh. Ini anak ibu bikin onar." Ucap Yuni mengabsen satu persatu anggota keluarga Rama dan Doni. Si kembar yang belum begitu mengerti hanya menganggukkan kepala mereka.Rama hanya menggeleng lemah melihat reaksi Risma yang masih cengengesan ketika kedua orangtuanya panik. Doni yang gemas langsung menoel lengan Naya untuk memberi kode, namun Naya hanya mengedikkan bahu enggan ikut campur rencana usil Risma."Kasian Yang, Bu Yuni sama Pak Diki udah panik itu." Bisik Doni yang diangguki oleh Naya, namun Naya bisa apa karena itu diluar kendalinya."Kita tunggu aja ya Om, aku takut nge
Acara makan malam yang direncanakan oleh Diki cukup berhasil membuat istrinya bahagia. Tidak hanya Diki, tapi keluarga Rama dan Doni juga ikut andil di dalamnya. Mereka semua terlihat bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Yuni. Diki berpamitan untuk membawa pulang keluarganya ketika jam sudah menunjukkan pukul 9 malam."Hati-hati Om, Tante." Ucap Naya sambil melambaikan tangannya setelah Diki berpamitan."Gue enggak disuruh hati-hati nih?" Cebik Risma yang masih ada di sebelah Naya."Enggak lah, orang lu pulang sama gue sama Om Doni." Jawab Naya enteng lalu menuju parkiran mencari mobil Doni.Rama, Bella dan si kembar juga ikut pulang setelah Diki dan Yuni berpamitan. Kini tersisa Naya, Risma dan Doni yang masih di area sekitar restoran. Naya yang akan masuk ke dalam mobil masih mematung menunggu Doni yang berjalan santai menuju parkiran."Dasar gak peka! Berasa gak punya salah banget, mana wajahnya datar banget lagi. Awas aja ya Om." Gerutu Naya yang masih bisa dideng
Rama mengetuk pintu kamar Naya berkala, karena tak kunjung mendapat sahutan dari dalam. "Kak...." Panggilnya ketika masih tak mendapat sahutan. Rama makin gencar mengetuk pintu, namun bukan pintu kamar Naya yang terbuka, tetapi pintu kamarnya dan Bella yang terbuka. "Kenapa Mas?" Tanya Bella ketika melihat Rama masih diam di depan pintu kamar Naya. "Naya gak buka pintunya, nih anak ngambek sama Doni." Jawab Rama lalu meneruskan acara mengetuk pintunya. "Coba biar aku yang ngetok. Kamu radak sanaan, biar kalau pintunya di buka gak ada kamu." Rama benar-benar menyingkir sesuai dengan ucapan Bella. Tok Tok Tok "Kak.... Kak Naya...." Panggil Bella yang langsung mendapat sahutan dari dalam kamar. "Ini aku apa kamu sih yang orangtua sambungnya? Perasaan Naya kalau sama kamu nurut banget." Gerutu Rama sambil bersandar di dinding. "Lebih tepatnya karena sesama wanita Mas Rama." Ucap Bella tepat. "Iya Ma, kenapa?" Tanya Naya sambil menyembulkan kepala. "Abis mandi?" Tanya Bella keti
“Om berangkat dulu ya.” Ucap Doni pada Reina yang memegang tangan kirinya. Naya mengikuti langkah Doni dan berhenti tepat di samping kanannya. “Om berangkat ya sayang.” Pamit Doni pada Naya yang membuat Reina mengerutkan keningnya karena mendengar panggilan sayang yang ditujukan pada Naya. “Kenapa cuma Kakak yang dipanggil sayang? Kenapa ke aku enggak dipanggil sayang juga? Kenapa?” Tanya Reina dengan wajah sendunya. ‘Aduh anaknya Rama yang satu ini emang istimewa banget.’ Gerutu Doni dalam hatinya. “Iya Reina sayang, Om berangkat dulu ya.” Ucap Doni kemudian untuk melegakan hati Reina. “Nah gitu dong dari tadi kek, jadi aku gak perlu cemburu ke Kak Naya.” Doni hanya menggelengkan kepalanya lalu masuk ke dalam mobil, waktunya sudah terbuang karena semalam tidur di rumah Rama. Dia tak ingin lagi menunda keberangkatannya menuju Surabaya untuk melihat kondisi restorannya. “Dadah…. Om berangkat, Assalamu’alaikum.” Pamit Doni sambil melambaikan tangannya. Naya dan lainnya setelah mel
"Gimana Om udah selesai masalahnya?" Tanya Naya ketika menghubungi Doni di malam hari. "Udah Yang, lumayan parah kondisinya. Kamu kok belum tidur?" Tanya Doni. "Belum, sebentar lagi. Om kapan pulang?" Tanya Naya yang sudah merindukan Doni. "Kemungkinan setelah ada orang yang mau beresin dapur dulu, baru nanti Om pulang ke Jakarta." Jelas Doni. "Lama dong, emang kapan orang yang mau betulin dapur dateng?" "Besok lusa Yang, kenapa?" Terdengar helaan napas Naya yang didengar oleh Doni. "Sabar ya, Om langsung pulang kok kalau udah ada yang handel. Om mau memastikan semuanya dulu." Doni mencoba memberi Naya pengertian agar kekasih kecilnya ini tidak merajuk. "Lama.... Besok kuliah aku libur. Aku ke sana ya naik pesawat, nanti biar dijemput Pak Man di bandara." Rengek Naya yang membuat Doni kembali berpikir, bagaimana caranya agar Naya tidak datang dan memaksanya pulang ke Jakarta. "Jangan!" Ceplos Doni cepat yang membu
"Pa ayo berangkat." Ajak Naya ketika mereka sudah sarapan."Kemana Kak?" Tanya Reina pada Naya."Jalan-jalan kita Dek, kamu mau ikut?" Tanya Naya yang diangguki Reina."Papa kita mau jalan-jalan? Jalan-jalan kemana?" Tanya Reina mendongakkan kepalanya menatap Rama."Ke Bogor." Ceplos Rama yang membuat Naya menoleh dan menatap tajam Rama."Loh kok ke Bogor? Surabaya Pa, Surabaya!" Gemas Naya yang hanya dijawab dengan alis yang menukik oleh Rama. Bella tak ambil suara, karena ini akan menjadi perdebatan sengit antara Naya dan Rama."Kan Papa semalem gak bilang mau ke Surabaya. Coba kamu inget-inget lagi semalem Papa bilang apa?" Naya mencoba mengingat apa yang dikatakan oleh Rama semalam. Dia menggelengkan kepalanya ketika mengingat apa yang dikatakan oleh papanya. "Udah inget? Nah kemon kita berangkat sekarang." Tanya Rama yang tak diindahkan oleh Naya."Tapi Pa, kan semalem kita bahasnya Surabaya bukan Bogor. Papa gimana sih? Mama jug
Tiga hari sudah Doni berada di Surabaya. Naya sudah mencak-mencak karena merindukan sosok Doni yang selalu memanjakannya. Perdebatan hari kemarin tentang arah tujuan mereka akhirnya benar-benar membawa mereka menuju ke Bogor, bukan ke Surabaya. Disepanjang perjalanan, Naya menekuk wajahnya karena merasa telah dibohongi oleh orangtuanya. Reina dan Reino yang tidak mengetahui apa-apa hanya bisa diam tanpa banyak berkomentar, ketika melihat suasana di dalam mobil semakin mencekam. “Ma, kenapa kita ke Bogor tiba-tiba? Apa Mbah sakit disana?” Tanya Reino ketika melihat wajah sendu Naya sedari berangkat mengganggu penglihatannya. “Enggak Bang, Mbah gak sakit kok. Kenapa emangnya?” Tanya Bella pada putranya. “Kok tapi tiba-tiba aja sih?” Reino kini mendongak menatap kakaknya yang menatap kosong ke arah jendela mobil. “Kakak kenapa?” Tanya Reino sambil menggenggam tangan kakaknya. “Gak apa-apa kok.” Jawabnya singkat. “Gak apa-apa? Kok mukanya sedih?” Naya menyuguhkan senyumnya ketika waj