Home / Lahat / Housemate / Ditinggal Satria

Share

Ditinggal Satria

Author: Leyla Sadiya
last update Huling Na-update: 2021-09-25 21:48:09

 "Kamu serius, Nas?" tanya Satria, lagi. Begitu Nasha mengungkapkan keinginannya untuk mengambil kursus menjadi barista.

  "Iya, Sat. Jadi, namanya nanti berubah jadi 'Aqila's Bakery and Coffee' dan aku bakal nambahin meja kursi buat pelanggan. I mean, semacam kafe gitu."

  Nasha menjelaskan dengan mata berbinar. Membayangkan rupa bakerynya dalam beberapa bulan ke depan kalau dia betulan mengambil kursus barista.

'Bugh'

'Bugh'

  Lamunan Satria yang ikut membayangkan masa depan bakery milik Nasha langsung buyar begitu suara adonan donat yang dibanting-banting oleh Nasha terdengar.

  Seperti biasa Nasha bangun pagi untuk menanak nasi di rice cooker dan menyiapkan lauk sederhana untuk sarapan. Telur ceplok dan ayam goreng misalnya.

  Lalu dilanjut membuat kue yang akan memenuhi etasale depan. Pagi ini Nasha tidak perlu bekerja ekstra. Dia hanya perlu menyiapkan donat dan bolu pandan.

  Kemarin mbak Asti cukup banyak membantu. Kalau tidak pasti pagi ini Nasha keteteran membuat bermacam-macam kue.

  "Berapa lama, Nas? Nanti bakery gak akan terganggu kalau ditinggal terus?"

  Bakery Nasha hanya punya satu pegawai, yaitu Jihan. Nasha membutuhkan Jihan untuk menunggu di depan sementara adonan kue dia sendiri yang membuat.

  "Sebulan deh kayaknya. Gak setiap hari juga, kok. Masih bisa sambil handle bakery."

  Usai mencuci tangannya Nasha ikut duduk di stool bar samping Satria. Ikut sarapan dengan menu yang tadi dibuatnya. Nasi, tumis kangkung dan udang goreng tepung. Sesuai permintaan Satria.

  See, bukankah Nasha sudah terlihat seperti seorang istri yang berbakti pada suami?

  "Apa motif kamu ikut kursus barista?" Agaknya Satria kurang yakin dengan pilihan Nasha.

  "Simple. Aku mau bakeryku berkembang dan lebih dari sekedar bakery. Kalau banyak yang nongkrong apalagi anak muda pasti bagus banget."

  Jawaban Nasha mengundang decakan Satria. Jelas Satria mengerti apa makna 'bagus' yang diucapkan Nasha.

  Satria juga mulai paham kemana arah tujuan Nasha. Kalau bakery miliknya juga menjual kopi pasti banyak pemuda yang mampir dan Nasha pasti senang akan hal itu.

  Dia bisa mencari mangsa. Mencari gebetan baru. Padahal Satria sudah menawarkan diri untuk menjadi gebetan, tapi tetap saja Nasha mencari yang lain.

  Nasha memang kurang bersyukur.

  "Saya berangkat sekarang. Oh, ya, nanti saya gak pulang. Jangan ditungguin."

  Tanpa bertanya Nasha juga sudah tahu kemana perginya Satria kalau sudah berpamitan untuk tidak pulang ke bakery. Tentu Satria akan pulang ke rumah orangtuanya di Bandung.

  "Salam buat om sama tante. Titip selamat juga buat Keisha. Masuk kedokteran kan?" Setelah memastikan Satria menganggukkan Nasha melanjutkan lagi, "Ya udah, bener, titip selamat buat Keisha."

  Keisha adalah adik Satria yang baru lulus SMA dan katanya sudah diterima di universitas negeri jurusan kedokteran. Otak Keisha memang tidak bisa diragukan meski kelakuannya terkesan slengean.

  Dia memiliki otak yang encer. Sama seperti kakaknya. Dulu Nasha juga sempat berpikir untuk masuk jurusan kedokteran. Apa daya otak tak sampai. Masuklah dia ke jurusan management.

  Kuliah jurusan management lulusnya kerja di agen properti dan berakhir menjadi owner bakery. Tidak nyambung memang.

  Hidup Nasha benar-benar tidak terstruktur. Dia hanya berjalan saja tanpa mau melihat ujung jalan yang dilaluinya berakhir dimana.

  Kalau kata orang Jawa 'penting dilakoni wae' alias yang penting dijalani saja.

  "Saya jalan dulu," pamit Satria.

  "Loh, jalan? Gak bawa mobil?" Pertanyaan Nasha yang disertai raut wajah kaget tersebut membuat Satria gemas dan berakhir meraup wajah Nasha dengan tangan besarnya. Mengundang gelak tawa dari Nasha yang tentu saja kalimatnya tadi candaan.

  Tawa Nasha perlahan menghilang. Pandangannya menyebar ke seisi ruangan lalu menghela nafas panjang.

  "It's okay, Nas. Nanti buka aja bakerynya sampe malam biar gak ngerasa kesepian," hiburnya pada dirinya sendiri.

  Donat sudah selesai dibuat juga beberapa jenis cake lainnya. Nasha sudah rapi dengan celana jeans putih dan atasan warna oranye. Dia bersiap untuk menemui gebetannya untuk didaftarkan ke kursus barista.

  Usai memastikan tampilannya paripurna Nasha melangkah dengan ringan keluar kamar. Bian gebetannya pasti sudah menunggu di depan.

  Benar saja. Bian sudah menunggu di salah satu meja bakery. Mengabaikan tatapan kagum dari beberapa pelanggan remaja perempuan.

  "Hai, Bi! Lama, ya?" sapa Nasha begitu berdiri tepat di hadapan Bian.

  Senyum manis dan gelengan Bian berikan sebagai jawaban. "Enggak juga. Langsung berangkat?"

  Nasha mengangguk antusias. Bian, tidak lebih tinggi dari Satria. Hitam manis dan bekerja sebagai fotografer. Memiliki studio foto dan juga langganan agensi model.

  Pasti hidupnya tidak lurus. Sekilas saja Nasha sudah bisa menebaknya. Tidak masalah. Nasha tidak pernah benar-benar serius menjalin hubungan dengan laki-laki.

  Bisa dikatakan Nasha itu maruk. Sudah punya gebetan ataupun pacar, tapi tetap saja ujung-ujungnya lari ke Satria.

  "Nanti malam aku acara. Diundang teman sih, kamu mau ikut?" tanya Bian sambil memakaikan helm di kepala Nasha.

  Yang ditanyai hanya mengangguk. Pasti acara itu tidak jauh dari kata dugem. Tidak masalah. Nasha juga pernah sesekali datang ke bar. Yah, meskipun tidak sering dan tidak juga sampai teler.

  Bisa digantung Satria kalau dia pulang dalam keadaan teler. Satria benar-benar serius menjalankan amanah ayah untuk menjaga Nasha.

  "Nanti aku jemput jam 9. Kayaknya mobilku udah selesai diservis. Bisalah nanti dipakai," teriak Bian karena suaranya teredam oleh deru mesin motor juga pastinya telinga Nasha tertutup helm.

  Hal yang selalu terjadi saat berkendara motor memakai helm. Satu, telinga jadi budeg. Dua, kalau ngomong harus pakai urat alias tenaga supaya terdengar lawan bicara. Tiga, kalau kepala gatal yang digaruk helmnya bukan kepalanya. Sia-sia.

  "Ini punya teman kamu?" tanya Nasha begitu turun dan menyerahkan helm pada Bian.

  Sebuah kafe 2 lantai dengan bangunan semi permanen. Setengahnya memakai dinding setengahnya lagi memakai anyaman bambu.

  "Iya, ini cabang ke 12. Dia yang bikin pelatihan buat jadi barista."

  Tangan Nasha digenggam Bian dan ditarik pelan untuk memasuki kafe tersebut. Senyum manis Nasha tidak bisa ditahan. Dia benar-benar terkesima dengan kafe tersebut.

  Lalu senyum manis Nasha perlahan hilang digantikan raut wajah heran. Bian terus menariknya masuk menuju ruangan privat.

  "Kita tunggu dulu. Dia masih ada sedikit urusan katanya." Bian berkata tanpa menoleh. "Mbak, saya udah ada janji sama mas Handoko. Tolong bilangin saya tunggu di privat room, ya," pesan Bian pada salah satu pelayan kafe.

  Saat duduk di salah satu ruangan privat Nasha bertanya, "Bagus, kafe ada private roomnya. Jarang-jarang aku nemuin gini."

  "Iya, yang private room biasakan dipakai kalau ada acara kecil gitu. Misal satu geng lagi ngumpul disini."

  Kepala Nasha terus berputar kesana dan kemari meneliti setiap ornamen yang ada di ruangan tersebut. Terdapat satu meja panjang dengan 8 kursi. Benar kata Bian. Ini cocok untuk geng ciwi-ciwi yang rumpiannya tidak ingin didengar pengunjung lain.

  Saat menoleh pada sisi lainnya Nasha terkejut saat wajah Bian sudah berada tepat di hadapannya. Jarak mereka sangat dekat. Tidak lebih dari 10 centi.

  "Kamu cantik, Nas," puji Bian. Nasha hanya tersenyum dan mengangguk singkat.

  Dengan perlahan Bian semakin mendekatkan wajahnya dan sedikit memiringkan kepalanya. Belum sampai bibir mereka bersentuhan tubuh Bian sudah tertarik mundur.

  Nasha terkejut melihat siapa yang menarik pundak Bian dengan keras.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Housemate   Night Attack

    Menginjakkan kaki di kediaman Tanubrata Nasha dibuat terheran-heran. Bunda dan pak Tanubrata terlihat bahagia sekali duduk menunggu di ruang tamu. Apa ada berita bagus?Bisa jadi eforia pertunangan Januar yang masih terasa. Mungkin mereka berdua merasa senang karena Januar akan segera menikah. Bisa jadi sih."Nah, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," sambut Januar dengan gembira. Bunda dan pak Tanubrata yang sedang duduk di ruang tamu juga ikut tersenyum.Nasha berpikir apa dia ini habis pulang dari membela negara? Kenapa mereka terlihat riang sekali menyambutnya?"Bunda sama Papa apa kabar?" Nasha mencium pipi Bundanya dan mengangguk singkat pada pak Tanubrata."Baik, Nas. Makin baik begitu dapat kabar gembira nih."Kabar baik? Nasha melirik Januar yang juga tampak tersenyum cerah. Pernikahan Januar memang sudah direncanakan sejak pertunangannya digelar. Kenapa senangnya baru sekarang?"Bang Janu udah nemu tanggal nikahnya ya?

  • Housemate   Dilema

    Berpikir keras adalah hal yang dilakukan Satria sejak Nasha memberitahunya kalau dia diundang ke kediaman Tanubrata. Bingung dan gugup. Dia sedang memikirkan apa yang harus dia katakan nanti.Tak jauh dari Satria ada Nasha yang sibuk bermain dengan adonan sambil sesekali menatap aneh pada Satria. Satria jarang terlihat seperti itu.Terakhir dia melihat ekspresi itu saat Satria hendak wawancara kerja di salah satu kantor notaris. Lalu sekarang ekspresi itu muncul lagi. Membuat otak Nasha berpikir yang tidak-tidak.Tidak mau terus berpikir ngawur Nasha langsung menghampiri Satria begitu adonannya masuk oven."Ekhem, Satria," panggil Nasha. "Kamu ada masalah ya di kantor?" lanjut Nasha begitu berhasil mendapat atensi Satria."Kenapa mikir gitu?" Satria sudah biasa dihadapkan pada masalah bukan? Dia malah tinggal satu atap dengan masalah."Mukamu kelihatan bingung gitu. Jasa notaris kamu sepi job ya? Apa mau gulung tikar?"Satria cuma bis

  • Housemate   Lah, Kok Ngamok?

    "Bang," sapa Nasha sambil sedikit menunduk. Kesopanan."Kamu belum jawab pertanyaan saya," balas Agarish dingin."Tadi itu nggak sengaja kok. Bang Janu bantuin aku." Hawa panas di sekeliling Nasha sekarang bertambah panas."Kalau nggak bisa bawa sendiri ajak karyawan. Jangan sok-sokan bawa sendiri."Apakah itu tadi? Perhatian atau ejekan? Nasha sampai tidak bisa berword-word lagi. Agarish langsung pergi setelahnya. Sumpah. Nasha tidak mengerti dengan semua yang berhubungan dengan Agarish."Mbak, ojek, Mbak?" tawar seorang tukang ojek.Karena sedang melamun dan salah tangkap ucapan tukang ojek tadi Nasha malah balas marah-marah, "Enak aja. Saya ini bukan tukang ojek."Bapak ojek yang tak tahu apapun jadi bingung. Dia ini sedang menawarkan jasa ojeknya. Bukan sedang bertanya apakah Nasha ini tukang ojek apa bukan."Dasar anak jaman sekarang," gumam Bapak Ojek.Meskipun hanya bergumam, tapi Nasha bisa mendengarnya dengan je

  • Housemate   Tidak Diharapkan

    Pulang dengan dicarikan kendaraan oleh 'mas future' membuat Nasha sudah senang sekali. Apalagi kalau Dewangga sendiri yang mengantar. Pasti hati Nasha sudah 'berflower-flower'."Mbak, aduh, mikirin apa sih," tegur Jihan setengah kesal."Iya-iya maaf. Kenapa?""Ini pesanannya gimana? Jadi siapa yang ngantar?""Gue aja, Han. Gue mau sekalian cuci mata. Lo bagian jaga warung. Oke?" Tanpa menunggu persetujuan Jihan Nasha langsung ngibrit mencari tasnya.Dia dapat pesanan beberapa kotak kue dari sebuah perusahaan. Katanya sih untuk rapat. Di perusahaan itu pasti banyak cowok-cowok cakep kan?"Nanti kalau yang nyariin bilang aja kalo gue baliknya agak maleman ya," pesan Nasha."Itu mau nganter pesanan apa mau mangkal, Mbak? Lama amat. Perasaan sejam udah balik kesini lagi deh," protes Jihan.Sayangnya Nasha bodo amat. Memang tujuan utamanya bukan hanya sekedar mengantar pesanan."Permisi, saya dadi Aqila bakery. Ini pesanannya

  • Housemate   Mas Future

    "Mau bimbingan skripsi?"Nasha terkejut. Ternyata bukan Dewangga. Ya Tuhan! Jadi dia dikibulin sama mahasiswa tadi? Astaga."Eh, bu-bukan, Pak. Ekhem, saya, saya cari Mas Dewangga." Nasha sampai tergagap saat menjelaskannya. Pria itu kelihatan dingin sekali. Tatapannya juga sangat tidak bersahabat."Oh, cari Dewangga. Kamu bukan anak sini?" Otomatis Nasha menggeleng kuat-kuat. "Masuk saja dulu. Dewangga masih ada kelas."Ternyata itu betulan ruangan Dewangga. Baru saja Nasha ingin bersumpah ingin mencari mahasiswi yang tadi karena membohonginya. Tapi tidak jadi. Itu memang ruangan Dewangga. Hanya saja Dewangga masih ada kelas."Masih berapa lama lagi ya, Pak?" tanya Nasha. Merasa awkward. Begitu dia masuk dan duduk di salah satu kursi belum ada lagi percakapan."Sebentar lagi. Mungkin 10 menit lagi. Kamu tunggu saja ya," jawabnya ramah. Ini membagongkan. Maksudnya membingungkan. Tadi pria itu bersikap kaku, tapi sekarang tersenyum manis seka

  • Housemate   Nasha Bertamu

    "Kamu? Kamu ngapain disini?" tanya Nasha dengan sinis pada salah seorang pelanggan. "Mau beli kue, Mbak. Disini jualan kue 'kan?" balas pelanggan tersebut. "Enggak. Saya jualan minyak goreng." Nada ketus Nasha membuat pelanggan tadi menggaruk tengkuknya. Bingung. Dia ini datang membawa rejeki, loh! Kenapa diketusin? "Mbak, jangan ngadi-ngadi ya. Entar rating bakery kita turun," peringat Jihan sambil berbisik. Merasa sungkan pada pelanggan tersebut. "Cari kue apa, Mbak? Biar saya siapin." Jihan beralih pada wanita berpakaian modis dihadapannya. Pelanggan adalah raja."Ekhem, emm, saya agak bingung sih kue apa. Boleh minta saran?" Nasha masih memasang muka judes. Bersedekap dada mengawasi gerak-gerik Jihan dan pelanggan tersebut. Sedangkan Jihan agak bingung. Kue macam apa yang diinginkan pelanggannya itu. "Kue buat acara apa ya, Mbak? Buat ngemil santai, hantaran, acara besar atau apa?"

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status