Alana tak pernah menyangka perkataan Alan yang di lontarkan kepadanya akan sampai membawa takdirnya menuju New York. Mungkin ekspektasi untuk sekedar menjadi pasangan di hidup Alan adalah ekspektasi yang sangat tinggi sehingga tak mampu untuk menggapainya.
Alana berharap, keputusannya itu adalah keputusan yang terbaik yang di ambilnya sekaligus bisa melupakan Alan dengan mudah.
Alana pun tiba di New York City, orang-orang mengenal kota ini dengan kota terpadat di dunia yang terletak di Pantai Timur Amerika atau East Coast. Memiliki julukan kota ‘mewah’ dengan ‘The Manhattan’-nya.
Saat tiba di Bandara, Alana bergegas menghampiri Paula, kekasih kakaknya, yang sudah menyiapkan apartemen untuk Alana tinggal di New York.
Alana memang wanita mandiri, sehingga orangtua dan kakaknya tak terlalu khawatir membiarkan Alana mengurus segala sesuatunya sendirian.
"Alana?" Seorang wanita menghampiri Alana yang tampak sedang menunggu taksi.
<Dua Tahun kemudian... Alana kembali ke Indonesia dengan menyandang gelarExecutive Coaching and Organizational Consultingdan juga menjadi wanita berpengaruh sekaligus terhadap wanita-wanita di Indonesia untuk mewujudkan mimpi. Hal ini di lakukannya untuk membuktikan kepada Bagas bahwa dia bukan wanita yang tidak memiliki perkembangan. Dia juga membuktikan kepada Alan bahwa dia bukan wanita murahan polos yang bisa di permainkan hanya untuk pelampiasan saja. Tekadnya yang ingin menjadi wanita terpandang dan tidak direndahkan akhirnya tercapai dengan hasil kerja kerasnya. Ya, Alana saat ini bekerja di perusahaan Ezra yang memang sudah di janjikan ketika Ezra sering berkunjung ke New York dulu. Selain itu, dikarenakan menjadi wanita berpengaruh, Alana pun terikat kontrak menjadi influencer/pemberi pengaruhdi salah satu agensiternama di Indonesia. Tak jarang, Alana seringkali mengikutiphotoshoot
Alana akhirnya kembali ke ruangmeetingbersama Ezra. Seketika Alan terkejut melihat Alana yang tiba-tiba sudah datang bersama Ezra dengan matanya yang sedikit sembab. "Ada yang ketinggalan?" Tanya Alan kepada Alana dengan lembut. "Nggak, Pak. Saya gak jadi ke kantor. Tadi manager saya tiba-tiba membatalkan photoshoot-nya." Ucap Alana datar dan Alan hanya membalas dengan senyuman. Alan pun menjelaskan kerjasama yang akan mereka lakukan selama satu bulan ke depan. Sementara Alana menunjukkan sikap profesional dan mendengarkan penjelasan kerjasama yang dilakukan oleh Alan. Setelah selesai menjelaskan kerja sama yang akan dilakukan, Sanjaya memanggil Ezra dari pintu ruangmeeting. "Al, aku keluar sebentar, ya." Ucap Ezra dan langsung bergegas dari duduknya meninggalkan Alana berdua bersama Alan di ruangan itu. Alan tampak sekali tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara kepada Alana saa
Alan berdiri di depanreceptionisthotel sembari berbincang bersama dengan pemilik hotel. Sementara Alana duduk dan menunggu dilobbyhotel dengan jarak yang tak jauh darireceptionist. Alan dan pemilik hotel terlihat menghampiri Alana "Hey, Al. Udah nih. Yuk." "Haloo Mbak Alana." Pemilik hotel mengulurkan tangannya kepada Alana dan Alana pun bergegas bangun dari sofa dan mengulurkan tangannya "Semoga betah ya dengan pelayanan hotel kami. Kalo ada saran, kami sangat menerimanya dengan senang hati. Dan, jangan lupa reviewya mbak di Anstagram kalo Mbak Alana suka dengan fasilitas hotelnya." Status Alana yang sudah dikenal banyak orang memang seringkali di manfaatkan setiap pengusaha untuk mempromosikan bisnis mereka. Alana membalas dengan senyum "Baik, Pak. Terima kasih. Oh ya, saya permisi dulu, mau istirahat." Ucap Alana ramah. "Baik, Mbak. Selamat istirahat Mbak Alana
Tepat pukul sebelas malam, Alan masih memindahkan laporan hasil kunjungan yang akan di presentasikannya ketika sampai di Jakarta. Sementara Alana sudah tertidur pulas di ranjang. Alan yang baru sadar Alana tertidur kemudian menatap dan menyelimutinya. Alan mendekatkan wajahnya ke wajah Alana. Dia mengusap kening Alana dengan raut wajah yang terlihat sangat menyesal karena pernah menyakiti Alana. "Harusnya aku gak ngomong kata-kata yang sangat menyakitkan ke kamu, Al." Bisik Alan pelan sembari mengusap puncak kepalanya. "Andai aja aku masih punya waktu. Aku akan bahagiain kamu dan gak akan pernah nyakitin kamu lagi." Sambungnya Alan melihat ponsel Alana yang tiba-tiba menyala. Ponselnya berisikan pemberitahuan pesanWazzAppdanreminderuntuk besok kembali ke Jakarta. Keegoisan serta keinginan Alan yang masih ingin bersama Alana akhirnya membuat dia berniat untuk mematikan pemberitahuan yang ada
Seketika suasana hening menghampiri Alan dan Alana yang masih berada direstaurant. Alana tampak menikmati sejuknya suasana yang ada direstaurantitu, suasanaoutdooryang memberikan ketenangan dan jauh dari hiruk pikuk keramaian dan kebisingan. Lampu-lampu yang bergantungan di setiap sudut membuat tempat outdoor-nya diterangi dengan lampu redup yang memang cocok dengan suasana romantis. "Alan, sebelum kita balik ke hotel. Aku cuma mau kamu jangan pernah berharap apa pun ke aku. Tujuan hidup kita udah beda dan kita ketemu pun takdirnya hanya sebatas teman atau rekan kerja aja." Ucap Alana menjelaskan kepada Alan saat pria itu tertangkap tengah memerhatikan wajah Alana. "Aku memang gak bisa dapetin satu kali kesempatan dari kamu, Al?" Tanya Alan dengan tatapan memohon. "Kita gak akan bisa sama-sama lagi, Alan. Aku gak akan bisa menjalin hubungan dengan orang yang udah nyakitin aku."
Alana tersenyum dan wajahnya tampak bahagia sekali melihat tulisan Alan. Dia langsung membaringkan dirinya di atas sofa dan mengabaikan lantainya yang masih berserakan itu. "Aku udah terima nih kopinya. Thanks, ya." -Alana "Sama-sama, Al. Semoga kamu suka." -Alan "By the way, kamu minta baristanya nulis di note?" -Alana "Iya, Al. Untung aja baik ya." -Alan "Kalo aku jadi baristanya mah aku gak mau." -Alana "Yee, aku kasi tips kali." -Alan "Bodo amat." -Alana Mereka berdua tampaknya sudah mulai terbiasa memberikan candaan di setiap pesannya. Alana pun sepertinya sudah mulai nyaman membalas pesan kepada Alan. Namun lagi-lagi egonya mengatakan dia tidak bisa terus-terusan nyaman mendengarkan kata-kata Alan. Bagaimana pun juga, Alan sudah merendahkan dirinya. *** Sudah beberapa hari setelah kepulangan mereka dari Yogyakarta
Alan menghadiri acaraanniversaryyang diadakan oleh perusahaan Ezra di salah satuBallroomhotel yang berada di Jakarta Pusat. Acara tersebut tampak di hadiri oleh beberapa kalangan seperti Pengacara, Psikolog, Dokter, hingga Pengusaha. LuasnyaBallroomyang berada di hotel itu membuat Alan susah payah mencari wujud Alana. Matanya selalu memandang di setiap sudut ruangan. Langkah Alan terhenti melihat Alana yang tampak tengah duduk dengan seorang pria di sebuah meja yang berada di tengah ruangan. Alan pun terlihat cemburu melihat Alana dan pria yang memakai jas hitam itu berbincang bersama. Namun sepertinya pria itu mungkin hanya rekan kerja. Lagi pula, pekerjaan Alana memang memiliki banyak koneksi pikirnya. Alan pun langsung di hampiri oleh Sanjaya dan Lita untuk duduk di salah satu meja yang berada berseberangan dengan meja Alana. "Halo, Alan." Sapa Lita kepada Alan yang sedari
Keesokan harinya... Alan menghampiri Alana di kantornya. Tampak Alana sedang berdiri di salah satu ruangan dan sepertinya ingin menuju ke ruangan Ezra. "Al, aku minta maaf. Aku gak maksud ngomong gitu ke kamu kemarin. Aku sayang sama kamu, Al." Ucap Alan yang sudah tiba-tiba berada di hadapan Alana. "Alan, aku gak mau di ganggu. Aku mau kamu profesional dan kita kelarin kerjaan kita secepatnya." Alan tampak berlutut di hadapan Alana. Ezra dan beberapa karyawan lainnya melihat sikap Alan, seorangmanagerdi perusahaanpartnermereka itu mau berlutut di hadapan Alana dan di lihat oleh karyawan lainnya. "Alan, kamu apa-apaan, sih?! Kamu dilihatin banyak orang!! Aku buru-buru. Aku mau pergi." "Aku cuma mau kamu maafin aku dan kasi aku kesempatan satu kali lagi, Al. Aku gak peduli harus malu di depan orang banyak. Intinya aku sayang kamu dan aku butuh kamu, Al. Aku mohon." Alan menatap Al