Ke esokan harinya.
Sinarnya matahari menyeludup memasuki jendela kaca itu, membuat sang empu menggeliat. Ia meraba seseorang di sampingnya. Namun tidak ada siapa pun. Bunyi burung yang bertengger pun di pohon cemara memasuki telinganya. Ia membuka matanya, silaunya cahaya matahari membuatnya mengucek matanya.
"Emmm,"
Ia menoleh, tidak melihat siapa pun. Ia beringsut duduk. Lalu menggelengkan kepalanya. Pikirannya mulai tenang, semenjak berpisah ranjang dengan istrinya karena kedatangan Floria. Ia harus berpisah ranjang. Ia takut membuat Floria cemburu dan selama itu pula ia susah untuk tidur, biasanya Duchess Anabella akan mengelus kepalanya sampai ia tertidur pulas. Namun sekarang tidak lagi. Entah, pernikahannya bahagia atau tidak dengan Floria. Ia yakin akan bahagia. Saat itu ia akan memeluk mesra wanita yang ia cintai. Namun, bukannya wajah Floria, tetapi wajah Duchess Anabella yang menghantuinya. Ia menggeleng, mungkin karena semalam ia tidur di kamar istrinya.
"Duchess,"
Ia hendak turun, namun melihat baju kebesarannya terletak di sisi ranjang. Ia menunduk, melihat kemeja polos putih.
"Apa Duchess yang membukanya? Ternyata dia masih memikirkan diri ku. Aku yakin, dia sudah memaafkan aku."
Duke Alex bergegas turun, ia tidak sabar melihat Duchess Anabella yang akan menyambutnya dengan senyuman.
Saat membuka pintu kamar Duchess Anabella. Ia melihat satu pelayan berdiri di sampingnya. "Tuan sudah di tunggu di ruang makan."
"O, baiklah aku akan kesana." Ucap Duke Alex. Ia berlari kecil menuju ruang makan sampai ia lupa jika belum membersihkan tubuhnya. Seolah merasakan, membuat Duchess Anabella. Ia akan kehilangan momen seperti biasanya.
"Duchess." Ia menghentikan panggilannya ketika melihat Floria menoleh ke arahnya. "Flo, kamu sudah bangun." Ia melirik Duchess Anabella yang fokus pada sarapannya.
"Ehem .."
Ia duduk di kursinya, piringnya masih kosong. Melirik ke arah wanita di sampingnya, berharap ia akan mengolesi selai kesukaannya.
Floria mengerti, ia mengambil roti di depannya. "Tuan mau selai yang mana?" tanya Floria seraya melihat ke arahnya.
Duke Alex pun sejenak terdiam, ada rasa kecewa di hatinya. Duchess Anabella tidak meresponnya sedikit pun. "Aku ingin selai setrowberry."
Dengan cekatan Floria mengolesi dua roti itu. Dia menaruh di piring Duke Alex. "Makanlah Tuan."
Duke Alex mengambil roti itu, ia memakannya dan mengunyah roti di tangannya. Ada rasa berbeda setiap kali ia mengunyah, rasa hambar itu terasa di lidahnya. Ia menaruh kembali roti itu ke piringnya. Lalu meraih segelas susu putih di sampingnya.
"Apa rotinya tidak enak?" Tanya Floria. Ia melihat roti itu hanya luang separuhnya saja.
"Tidak, rotinya sangat enak. Aku tidak bernafsu. Mungkin karena terlalu pagi."
Floria mengkerutkan dahinya, alasan yang tidak masuk akal. Sejak tadi ia menunggu kedatangan Duke Alex sampai Duchess Anabella angkat bicara. Jika Duke Alex masih tidur dan dia menyuruh agar memakan sarapannya lebih dulu mengingat keadaannya yang tidak terlalu baik. Ia merasa canggung, ingin ia berbicara. Namun takut melukai perasaan Duchess Anabella.
"Zoya, kamu bersihkan kamar ku dan ganti semuanya selimut, seprai dan gorden. Aku tidak suka dengan baunya. O, iya terima kasih tadi malam sudah membantu Duke melepaskan bajunya."
Zoya bingung dengan perkataan majikannya. Akan tetapi melihat majikannya mengangguk samar. Ia mengerti, karena tidak ingin mengakuinya. Jika dirinyalah yang melepaskan baju Duke Alex.
Duke Alex langsung meraih susu di sampingnya. Dalam sekali teguk, susu itu habis tanpa tersisa. Dadanya naik turun, ia kira istrinya yang melakukannya. Ternyata dia malah menyuruh pelayannya.
"Apa maksud Duchess?"
Duchess Anabella tersenyum miring, ia melanjutkan santapannya rotinya yang masih tersisa.
"Jawab!" Bentak Duke Alex seraya menggebrak meja di depannya. Hingga piring dan gelas itu berbunyi.
Floria tersentak, ia kecewa Duke Alex berada di kamar Duchess Anabella. Cemburu pasti ada. Namun ia sadar posisinya.
"Jawab Duchess!"
Duchess Anabella menaruh rotinya, ia menatap acuh laki-laki di sampingnya. "Apa yang perlu aku jawab, Duke. Bukankah memang benar dan sangat benar. Sebentar lagi kita tidak akan menjadi suami istri. Sudah seharusnya aku berlatih tidak melayani Duke." Ucap Duchess Anabella dengan santai.
"Kamu,"
Duke Alex menunjuk Duchess Anabella, lalu mengepalkan tangannya dengan kuat seraya menjatuhkan tangannya. Ia pun langsung pergi dari ruang makan itu. Memendam amarahnya secara rapat-rapat. Ia kecewa pada Duchess Anabella. Sebeharga itu kah, Emelin di hatinya, dari pada dirinya.
"Maaf Duchess, aku tau posisi ku, tapi selama Duke masih suami dari Duchess. Seharusnya Duchess menghormatinya. Jika tidak bisa menghormatinya, maka aku akan menghormatinya."
Duchess Anabella menatap dingin dan tajam. Menghormati, lalu kasih sayang dan cinta yang ia berikan selama ini tidak termasuk menghormati dan menghargai. Melayani Duke Alex dengan penuh cinta sama sekali tidak termasuk menghormatinya. "Jika aku tidak menghormatinya dan menghargainya. Aku tidak akan memiliki anak darinya." Ucapnya dengan bibir bergetar.
Urat-uratnya seolah keluar dari tubuhnya, giginya gemetar, matanya memerah, ia menoleh ke samping.
prank
Pecahan vas bunga itu berserakah di lantai sampai ke sudut ruangan itu. Tidak puas memecahkan vas bunga, ia mengambil potongan vas itu lalu menggenggamnya sampai darah segar itu keluar.
"Tuan," teriak seseorang. Dia berlari melihat darah segar itu menetes ke lantai putih. Apa yang ia takutkan terjadi sesuatu, perasaannya tidak enak. Ia langsung menemui Duke Alex.
"Tuan, lepaskan. Apa yang Tuan lakukan? Tuan cepat lepaskan." Ucapnya seraya meraih tangannya. "Tolong lepaskan, Tuan."
"Emma, Emma, cepat bawa obat." Teriaknya panik, tanpa menoleh ke arah Emma.
Emma, sang pelayan pun mengambil kotak obat di laci. Ia menyerahkannya pada Floria. Dengan hati-hati Floria membuka jari yang menggenggam itu satu-satu sampai pecahan vas bunga itu terjatuh. Dengan telatennya Floria mengobati tangan orang yang ia cintai. Setelah memperban tangan Duke Alex. Floria menatap mata yang mulai sendu.
"Jangan melakukan ini lagi. Jangan melukai dirimu." Ucap Floria dengan air mata yang mulai menetes. Hatinya sakit melihat kemarahan Duke Alex yang sampai menyakiti dirinya. Selama menjadi kekasihnya. Semarah apa pun Duke Alex, dia pasti berceloteh panjang lebar dan hanya mendiaminya saja. Akan tetapi, kali ini berbeda. Duke Alex seakan bukan seseorang yang dia kenal dulu. Duke Alex melampiaskan kemarahannya sampai merusak tubuhnya.
Mata itu, mata yang dulu menghujaninya dengan penuh cinta. Sekarang, mata itu menghujani cinta orang lain. "Apa Tuan mencintai Duchess?"
Duke Alex menatap tangannya yang terobati. "Tidak mungkin, aku hanya tidak suka dia mengabaikan ku."
"Berarti itu tandanya Tuan mencintai Duchess. Lihatlah diri Tuan, Tuan tidak seperti dulu."
Duke Alex memegang kedua bahu Floria. "Tidak mungkin Flo. Selama ini aku masih mencintai mu, merindukan mu. Aku tidak mungkin mencintainya. Aku sudah bersumpah akan mencintai mu. Aku sudah bersumpah menutup rapat hati ku untuk siapa pun. Aku tidak mungkin mencintainya. Setiap detik aku hanya menyebut nama mu."
Sedangkan di ambang pintu, langkah itu perlahan mundur. Hatinya seperti di remas, lalu di buang begitu saja. Dia memegangi perut buncitnya. Anaknya bergerak, seolah dia tau. Ibunya merasakan getaran sakit di ulu hatinya. Awalnya dia ingin mengatakan, jika ada hal penting. Ia ingin pulang, karena dua hari lagi mengingat kematian ayahnya.
"O, iya tuan. Dua hari lagi aku ingin pulang. Mengingat kematian ayah ku." Ucap seorang wanita.
"Aku akan ikut dengan mu. Aku akan menemani mu, seperti kita bersama dulu. Kesedihan mu juga kesedihan ku."
Telinganya panas, ia menutup mulutnya agar tidak menimbulkan suara. Ternyata dua hari lagi juga kematian ayahnya Floria. Pasti Duke Alex akan menemaninya, bukan dirinya.
"Nyonya."
Zoya ingin mengatakan sesuatu. Namun mendengarkan perkataan Duke Alex dan Floria. Ia juga merasakan sakitnya. Hati istri mana yang tidak sakit mendengarkan suara hati suaminya bukan untuk dirinya, tapi untuk wanita lain. Dia saja tidak sanggup berada di rumah ini.
"Aku akan berbicara dengan Tuan."
"Tidak, kita tidak perlu mendatanginya. Bagi ku sudah cukup. Tidak akan ada yang tau kepergian kita dua hari lagi. Aku juga ingin menenangkan hati ku. Mungkin bertemu dengan ayah aku bisa mengeluarkan semuanya. Ayah pasti menunggu ku. Kamu persiapkan untuk keperluan kita. Jangan sampai ada yang tau."
"Nyonya." Duchess Anabella dan Zoya terkejut. Keduanya memutar tubuhnya secara bersamaan.
"Kesatria Luis." Sapa Duchess Anabella. Ia berusaha bersikap tenang dan tidak terjadi apa-apa.
"Apa Nyonya sudah bertemu dengan tuan?"
Duchess Anabella mengangguk. "Iya, aku sudah bertemu. Urusan ku sudah selesai. Kamu pergilah, aku akan pergi." Duchess Anabella melangkah dengan cepat, meninggalkan Kesatria Luis yang menaikkan kedua alisnya. Seperti ada sesuatu yang terjadi.
Tiga bulan telah berlalu. Hubungan Duchess Anabella dan Duke Alex semakin membaik. Bahkan keduanya sangat harmonis. Dimana ada Duke Alex sudah pasti ada Duchess Anabella. Tak heran, jika keduanya menjadi perbincangan panas di antara para bangsawan. Pernikahan yang awalnya sempat hancur. Kini telah membaik. Duke Alex selalu menempel pada Duchess Anabella. Jika ada sesuatu yang mendesak di istana. Duke Alex selalu meminta Duchess Anabella ikut menemaninya. Kelengketannya, membuat Duchess Anabella semakin jengah. Menurutnya terlalu berlebihan, dan alasannya hanya satu. Tidak bisa berjauhan.Dan seperti saat ini, keduanya turun dari kereta kuda. Duchess Anabella seharian ikut Duke Alex ke istana. Di saat Duke Alex sedang membahas sesuatu dengan Kaisar, barulah Duchess Anabella mengobrol hangat dengan sang Ratu."Aku mencintai mu." Duke Alex terus membujuk Duchess Anabella yang merasa kusut. Ia selalu memaksa istrinya ikut bersamanya. "Sayang, maaf aku tid
Pelayan Zoya yang melihat dari jauh kedatangan Duchess Anabella, beranjak menghampirinya. "Nyonya."Duchess Anabella menghentikan langkahnya, ia memandang Duke Alex yang berceloteh sendiri. Yang tengah asik mencium, menimang-nimang bayi gembulnya."Selama saya berkerja di kediaman ini. Saya tidak pernah melihat Tuan sebahagia itu. Saya yakin, Duke Alex sangat mencintai Duchess.""Apakah Emelin juga bahagia setelah melihat ini?""Saya yakin Emelin bahagia, pasti saat.ini dia sedang tersenyum."Duchess Anabella menatap langit, berusaha air matanya agar tidak tumpah. "Ya, aku sangat merindukannya.""Duchess."Duke Alex melangkah tergesa-gesa menghampiri istrinya. "Lihat, aku tidak kaku lagi menggendongnya."Duchess Anabella menggerakkan tangannya, mengelus pipinya. Tidak ada yang paling membahagiakan baginya, kecuali melihat kebahagian Duke Alex. Laki-laki yang sangat ia cintai. "Aku sangat senang, melihat mu seperti ini."
Suara tangisan itu, membuat Duke Alex melepaskan benda kenyal itu. Dia bergegas turun menghampiri putranya yang sedang menangis. "Sayang, sudah bangun."Duke Alex memeriksa bokong baby Oliver. Dan benar saja dugaannya, baby Oliver mengompol. "Sayang." Duke Alex kembali menaruh baby Oliver di box bayi. Kemudian mengganti popok dan pakaiannya. "Sekarang waktunya baby mengisi perut."Duchess Anabella tersenyum, ia mengulurkan kedua tangannya menyambut putranya itu. "Sini sayang."Duchess Anabella memasukkan benda kenyal berwarna hitam itu ke mulut baby Oliver. Dengan lahapnya, baby Oliver menyedot semua asinya. "Uh, lapar ya sayang." Gemesnya seraya menyentuh pipi gembulnya."Jadi pengen," ujar Duke Alex melihat putranya yang menyusu dengan rakus. Duke Alex mendekati salah satu milik istrinya. Namun kepalanya di hentikan oleh tangan Duchess Anabella."Sudah, sana mandi.""Tapi sayang, aku ma ...""Sayang, sana mandi atau tidak akan menda
OekOek Suara tangisan bayi itu, membuat Duke Alex langsung mengucek matanya. Ia langsung menyingkapi selimutnya, agar tangisan putranya tidak membangunkan wanita yang tengah tidur pulas itu. "Sayang, kenapa?" Tangannya yang terasa kaku itu, mencoba menggendong Baby Olive. Oliver yang artinya kesayangan. Sebuah nama yang Duke Alex berikan untuk putra pertamanya sekaligus putra tercintanya. Ia berharap, nama indah ini akan menjadikan sosok yang tangguh dan pemberani Saat tangannya menyentuh bokong bayi mungil yang terasa hangat itu. Dia langsung mengerti, putranya tengah ngompol. "Shut, sayang. Jangan menangis ya. Jangan bangunkan ibu mu, ayah akan menggantinya.". Ucap Duke Alex dengan lembut. Selama sebulan ini, ia berusaha menjadi suami yang baik. Menghabiskan waktu untuk istri dan putranya. Membantunya, sebisa mungkin. Agar istrinya, Duchess Anabella tidak terlalu lelah menjaga putranya. Meskipun ada ibu asuh, Duchess Anabella tetap menjaga putra
"Duchess,"Wanita itu memberikan hormat layaknya putri bangsawan ketika kesadarannya mulai memenuhi otaknya. Melihat Duchess Anabella, selain cantik dan anggun. Wanita di depannya mencerminkan wanita yang penuh kelembutan. Bahkan matanya saja tak bisa ia kedipkan. Pantas saja, Duke Leon sangat menyukai Duchess Anabella."Saya, Violet. Tunangan Duke Leon.""Silahkan," ujarnya Duchess Anabella mempersilahkan Violet duduk di depannya. "Dimana Duke Leon? Aku tidak melihatnya.""Tadi, Duke Alex ingin berbicara berdua dengan Duke Leon.""Kamu sangat cantik Violet,""Terima kasih atas pujian dari Duchess. Tetapi saya tidak secantik Duchess."Kini waktunya akhiri dan juga meminta maaf. Ia tidak ingin terlalu jauh menyakiti wanita di hadapannya. Ia pernah merasakan sakitnya, jadi ia tahu sakitnya. "Aku meminta maaf atas hubungan ku dengan Duke Leon. Sejujurnya aku tidak memiliki niat apapun. Kita hanya teman, masa lalu tetaplah akan menjad
"Tuan,"Masih tersenyum, Duchess Anabella merasakan sentuhan cinta Duke Alex dan penyesalannya. Tapi, hatinya masih belum bisa menerimanya. "Aku tidak bisa membahagiakan Tuan. Kejarlah, Floria. Cegah dia pergi.""Aku tidak mau, satu atap dengan mu aku sudah bahagia. Sebaiknya kamu istirahat, nanti malam kita akan mengadakan pertemuan."Harapan tidak akan pernah pupus dari hati manusia, termasuk dirinya. Biarlah nantinya jika dia di anggap bodoh sekalipun. Dia hanya mencintai istrinya, ini sudah jadi tugasnya membuat Duchess Anabella bahagia dan betah bersamanya."Baiklah, sejenak aku istirahat."Duke Alex mengangguk, ia pun mengantar Duchess ke kamarnya. Setelah ia membaringkan tubuh Duchess Anabella, mencium keningnya dan yang terakhir mencium perut buncitnya."Tidurlah dan maaf, aku telah memaksa mu untuk tetap di sisi ku. Meskipun kamu tidak menginginkannya." Ucap Duke Alex.Duchess Anabella memutar tubuhnya, ia tidak tahu harus mela
"Kamu ingin menyuruh pergi, seharusnya kamu yang pergi, Floria. Aku menemaninya sampai aku mengandung anaknya. Sedangkan kamu, kamu egois." Teriak Duchess Anabella. Ia bangkit dari kursinya, berjalan ke arah Floria."Duchesslah yang tak tahu malu, masuk ke kehidupan orang .... "plakTamparan keras itu langsung melayang di pipi kanan Floria. Duchess Anabella meluapkan semua emosinya. Ia marah, sangat marah mengingat kematian Emelin. Bahkan dia tidak bisa menuruti permintaan terakhir Emelin."Ada apa ini?" tanya Duke Alex.Floria pun langsung berhambur memeluk Duke Alex. Menangis dalam pelukannya. "Apa salah ku, Tuan?"Duke Alex pun memegangi pipi Floria yang lebam. Ia menatap tak percaya pada istrinya."Pergilah, jangan pernah datang ke kediaman ini lagi. Kali ini aku tidak bisa menahan lagi. Aku ingin kita berpisah, Duke. Aku tidak tahan dengan keberadaan mu dan juga Floria. Kalian anggap apa diriku, di sakiti lalu seenaknya saja kal
Duke Alex yang merasa pusing pun di temani Duchess Anabella tidur di kamarnya. Setengah hari keduanya berbincang, entah masa kecil Duke Alex atau masa kecil Duchess. Duke Alex juga mengatakan tidak ingin di ganggu oleh Floria. Padahal Floria sudah menawarkan untuk menemaninya. Namun Duke Alex tetap menolaknya. Berbagai cara Floria menawarkan diri, membuatkan camilan siang atau yang lainnya. Duke Alex tetap menolaknya, karena Duke Alex berpikir tidak akan ada lain hari lagi jika dia menolak di temani Duchess. Entahlah, dia merasa seperti itu. Seolah dia memiliki firasat akan berpisah jauh.Duchess Anabella pun menanyakan bagaimana dulu Duke Alex bertemu dengan Floria. Duke Alex bingung, ia tidak ingin mengulang masa lalunya atau membicarakan masa lalunya dengan Duchess Anabella."Ceritakan saja, kenapa harus melihat ku seperti itu? Jangan sungkan." Duchess Anabella bisa membaca wajah Duke Alex yang merasa ragu. Sepertinya dia memang tidak ingin membahasnya.Duke
"Apa maksud mu, Tuan?" Suara itu begitu dingin dan menekan. Duke Alex pun merangkul kedua pundaknya. Suka atau tidak, di curigai atau tidak. Sakit luar dalam jelas ia rasakan. Ia hanya ingin istrinya bahagia walaupun tidak bersamanya. Tidak ada seorang suami yang ingin memberikannya pada laki-laki lain, tidak ada seorang suami saat jatuh cinta menyuruhnya bersama orang lain. Bibirnya melengkung ke atas. "Aku tidak ada maksud tujuan apa pun Duchess. Aky hanya ingin menuruti semua permintaan mu,aku tidak bisa membuat mu bahagia. Setidaknya aku ingin kamu bahagia meskipun bersama orang lain." Duchess Anabella bisa merasakan laki-laki di depannya tengah menahan sakit hatinya. Apa benar dia melakukan itu hanya ingin membuatnya bahagia? Merasakan sakitnya dulu, hatinya menolak percaya. "Aku tidak percaya, apa yang Tuan lakukan? Aku akan mengajak Floria." Tangan Duke Alex pun mencegah Duchess Anabella melangkah. Giginya mengeluarkan gesekan tajam.