Share

4. Kue Strawbery untuk Snow

"Snow, kau ada di mana?" tanyaku sambil mencari Snow. Biasanya jam tujuh pagi dia sudah ada di dalam rumah tapi aku tidak melihatnya di mana-mana.

"Aku di dalam kamar mandi, Elena!" sahutnya.

Tanpa berpikiran apa-apa aku pun langsung membuka pintu kamar mandi dan akan pamitan padanya kalau aku akan pergi ke kota pagi ini.

"Aku akan pergi ke ko—" 

"Astaga! Kau tak perlu berdiri seperti itu bodoh! Dan tolong tutup itumu dulu!" Aku menutup pintu kamar mandi dengan tergesa.

Malu rasanya karena sudah dua kali aku dipermainkan oleh Snow seperti ini.

"Kau mau ke kota, Elena?" Snow keluar dari kamar mandi. Dengan handuk melilit bagian bawahnya.

Aku melirik sedikit dan kini bisa menatap wajahnya secara penuh.

"Kau mau beli kue strawberry untukku?" 

Dasar si rakus! Selalu saja makanan yang ada di dalam kepalanya!

"Bukan—aku akan membeli makanan yang lain, dan mungkin mencari pekerjaan," desahku malas.

Sepertinya aku harus mencari kerja untuk sementara waktu, karena memulai menulis dan langsung menghasilkan uang itu memerlukan waktu yang tak sebentar.

"Kuenya?" tanya Snow lagi.

"Nanti kalau ada yang buang aku akan membawanya untukmu."

Setelah pertanyaan konyol tadi malam. Akhirnya dia bisa mengerti juga dan tidak bertanya lagi padaku.

"Elena, apa aku bisa menciummu?" tanyanya tadi malam seakan sedang meminta telur dadar padaku.

"Kau bicara apa sih? Memangnya kau tau arti ciuman?"

Snow mengangguk mengerti. "Tahu! Ciuman adalah ketika bibirku dan bibir Elena—"

"Cukup! Jangan bicara hal yang tak berguna seperti ini lagi," dengusku. "Atau kau akan berakhir di dalam oven," ancamku dan dia langsung pergi menjauhiku beberapa meter.

Aku terkikik kemudian mendekatinya.

"Yang bisa berciuman hanyalah dua orang yang saling mencintai, Snow."

"Kalau begitu Elena bisa mencintaiku, aku juga akan mencintai Elena."

Mahkluk ini bicara apa sih, memangnya dia tahu artinya cinta. Mudah sekali menyuruh orang untuk mencintainya.

"Elena!" panggil Snow ketika aku hendak memakai sepatuku.

Suara derap langkahnya membuatku kesal, karena takut jika lantai kayu yang dia pijak akan patah atau apapun itu.

"Snow! Sudah kukatakan berulang kali kalau jangan—"

CUP!

Sial! Aku kecolongan, Snow mencium keningku ketika aku hendak berbalik untuk mengomel padanya.

Wajah tanpa dosa itu menatapku dengan senyum yang selalu membuatku goyah.

"Kalau di sini tak apa-apa, kan?" Snow menunjuk kenigku. "Bagaimana rasanya, Elena?" Pertanyaan itu penuh dengan harapan.

"Dingin, seperti dicium batu es," gumamku.

Aku langsung membalikkan badanku, dan melangkah turun dari beranda.

Tetapi rasanya aneh meninggalkan Snow di rumah sendirian seperti itu.

Bagaimana kalau nanti dia tak sengaja membakar rumah? Bagaimana jika dia akan bermain dengan rusa dan masuk ke dalam hutan lalu tak bisa kembali?

Aku menggelengkan kepalaku cepat. Rasanya seakan meninggalkan anak TK sendirian di dalam rumah.

"Snow," panggilku. Dia langsung berlari mendekat. Lucu sekali.

"Iya, Elena?"

"Jangan bermain api."

"Oke."

"Jangan bermain dengan rusa, jika ada rusa masuk ke halaman biarkan saja."

"Uhmm—oke."

"Dan—tetaplah duduk di depan televisi seperti batu. Jangan ke mana-mana sampai aku pulang."

"Uhmm—Elena."

"Ya?"

"Bagaimana kalau kau tak usah pergi saja." Dia tahu aku mengkhawatirkannya rupanya.

Tetapi …

"Siapa yang akan membeli bahan makanan! Kalau aku tak pergi ke kota!" Aku menjitak kepalanya dia hanya meringis dan tersenyum padaku.

"Bagaimana kalau aku ikut?"

"Dan kau akan bertelanjang dada di sepanjang jalan?"

Snow diam. Aku tahu dia pasti sangat ingin ikut pergi ke kota.

Satu minggu hanya berada di rumah dan pekarangan saja pasti sangat membosankan untuknya.

"Nanti ya. Kalau aku sudah memiliki uang, aku akan mengajakmu ke kota," ucapku sambil membelai rambutnya.

"Janji?!"

"Janji—aku tak pernah mengingkari janji—jadi—tenang saja."

"Baiklah Elena, aku akan di rumah dan menjadi batu selama kau pergi ke kota."

"Anak pintar. Dan pakai bajumu. Jangan buat image-ku buruk, oke?!"

**

Aku melewati jalanan kecil yang menghubungkan rumah menuju halte yang ada di depan desa. Di sana biasanya ada bus satu jam sekali yang biasa mengantarkan penduduk desa menuju kota.

Dan ini baru pertama kalinya aku keluar dari rumah. Padahal kupikir, aku akan tetap diam di dalam rumah itu dan terus menulis novelku.

Tetapi semua tidak sesuai dengan harapan. Namun meski begitu, aku bahagia karena memiliki Snow dalam rumah itu.

Dari jalanan yang melingkar—aku dapat melihat desa di mana ada rumahku di sana. Salju yang berhenti turun, membuat jarak pandang menjadi normal.

"Dia lagi apa ya?" tanyaku dalam hati.

Dan ciuman tadi—rasanya aku ingin marah, tapi tak bisa.

Jangan-jangan …

Saat ini Snow sedang berada di atas sofa dan berjingkrak-jingkrak sambil mendengarkan lagu kesukaannya. Atau dia akan mencoba membuat telur dadar kesukaannya selama aku pergi.

Aku menggelengkan kepalaku cepat. Snow tidak mungkin seperti itu. Dia pasti menuruti apa kataku.

**

"Kue strawbery," gumamku ketika melintasi toko kue.

"Pasti Snow akan menyukainya." Aku hanya mampu melihatnya. 

"Apa aku membelinya saja? Lagipula lusa aku akan bekerja di minimarket yang tadi."

Aku tersenyum. Sebagai bentuk perayaan karena aku mendapatkan pekerjaan. Akhirnya aku membeli kue strawbery yang sudah membuat Snow menjadi gila akhir-akhir ini.

Terkadang aku menyesal karena membuatnya harus terus menonton televisi. Tapi dengan begitu, dia jadi tahu bagaimana manusia hidup dan berbicara.

Tetapi ... seharusnya aku bersama dengan Snow ketika ia menonton televisi. Agar dia tidak berubah menjadi seperti ini.

"Snow?" panggilku ketika masuk ke dalam rumah.

Lampu masih belum dinyalakan. Dan dia masih duduk di depan televisi seperti batu.

Namun bukan itu masalahnya. Aku melihat pakaian yang sedang dikenakannya saat ini. Dan—rasanya aku ingin menendangnya agar bisa hidup di kutub selatan.

"Kau sedang apa?" tanyaku. Ia memakai baju lengkap. Tak seperti biasanya dia begitu. Namun yang menjadi masalah adalah dia mengenakan baju dan sama sekali tak cocok untuknya.

"Aku ingin menjadi manusia Elena, apa aku salah?" Snow berdiri tapi langsung aku berikan low kick untuk menyadarkannya.

"Tapi jangan pakai pakaian ibuku dong, bodoh!" geramku kesal. "Cepat lepaskan, dan aku akan memberikanmu kue."

Aku berjalan menuju meja makan, dan dia pun langsung berlari menuju kamar mandi dan melepaskan baju dress milik ibuku.

Dari mana dia mendapatkan ide seperti itu? Aku bergumam kesal. Lalu melihat ke dalam plastik yang berisi pakaian pria masa kini untuk Snow.

Karena kupikir, kasihan juga jika dia hanya mengenakan baju bekas milik ayahku.

"Snow, coba kau pakai ini." Aku memberikan baju tersebut pada Snow. Meskipun aku ingin menghemat uangku, tapi ketika melihat baju lelaki tergantung di depan toko, rasanya aku ingin membeli untuk lelaki aneh ini.

"Wah! Hadiah!" soraknya senang.

Dia memiliki kosakata baru rupanya.

"Aku juga punya kue untukmu." Aku membuka kotak kue yang ada di depanku. Dan mata bening itu kembali bersinar.

Dasar rakus!

"Aku akan bekerja mulai lusa, jadi ini adalah perayaan untuk kita berdua."

"Kau akan mulai bekerja, Elena?" Snow duduk di depanku, menanti dengan manis kue yang sedang kupotong.

"Iya, kenapa? Apa kau akan merasa kesepian?"

"Bukan."

"Lalu."

"Jadi—artinya aku akan sering mendapatkan kue darimu kan Elena?"

Dasar lelaki rakus. Seharusnya aku tidak berharap lebih padanya.

"Tapi aku akan merasa bosan kalau kau bekerja seharian, aku bingung harus melakukan apa. Dan menjadi batu itu tidak enak," gumamnya pelan.

"Tunggu sampai beberapa bulan, ketika novelku sudah rilis. Mungkin aku akan bekerja di rumah." Aku memberikan potongan besar pada Snow. Dan dia tampak sangat bahagia.

Namun sedetik kemudian dia merasa ragu dengan kue yang ada di piring.

"Kenapa? Apa masih kurang?"

"Bukan seperti itu."

"Seharian ini aku tidak bekerja dan hanya menjadi batu. Bukankah seharusnya aku bekerja dulu, karena tidak ada yang gratis di dunia ini, Elena?"

Astaga! Dia tiba-tiba menjadi sangat manis kalau seperti ini.

"Tak apa-apa, ini adalah hadiah untukmu karena sudah menjadi anak manis hari ini."

Ah! Rasanya aku seperti menjadi seorang ibu untuk lelaki salju ini. Tetapi aku sangat bahagia.

"Elena."

"Hmm."

"Apa aku bisa tambah satu potong lagi?"

"Kau mau kutendang lagi, Snow?"

"Sepertinya yang ada di atas piring ini sudah cukup," gumamnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status