Awas Typo:) Happy Reading .... *** Berkacak pinggang, Regina menghela napas membaca tulisan di note yang ada di atas meja makan rumah. 'Makan dia, minum dia. Aku ke apartemen sebentar.' Begitu isinya. "Hah ...." Hela napas, Regina menolehkan kepala menatap ke arah jam di dinding ruang makan, menujukan pukul dua siang waktu Melbourne. Setelah diserang suami Regina sedikit terlelap, tidak lama, hanya setengah jam lalu bangun-bangun pria itu sudah tidak ada di kamar. Merasa yakin suaminya pasti di luar kamar, Regina ya mandi, bersih-bersih, eh tau-tau saat ke ruang makan kok malah ini yang ia temukan. "Dasar suami bossy," gumam Regina menarik mundur kursi makan, ia dudukan tubuh ke atas sana. Oke, sarapan menjadi satu dengan makan siang. Ayolah bantu Regina melupakan semuanya, dia harus fokus mengisi perut atau mister William akan mengomel bersama nada datar. ***** "Serius?!" "Iya." "Gila, gila, gila! Oh Regina memang hebat!" Saat ini Jefri sedang ada di apartemen Raymond, da
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Serius Jef mau?" tanya Regina terkejut bukan main akan berita yang dia dengar dari mulut suaminya. "Ya sama-sama, aku tahu aku malaikat berbentuk manusia," balas Jefri menyamarkan dua kata iya serius menjadi kalimat barusan. "Wow, you are the best, Jefri, the best!" teriak Regina kecil, menutup mulutnya yang tidak bisa tidak menganga, ini berita yang sangat sepektakuler. "Aku tahu, aku sangat tahu aku memang yang terbaik," sahutan sombong, Jefri menepuk dadanya sendiri sebanyak dua kali. "Itu tidak semudah yang kau bayangkan." Suara Raymond terdengar, suami Regina itu baru selesai mandi, rambutnya saja masih basah, handuk pun melingkar di leher. "Tidak ada yang tidak mudah, dia akan langsung sadar begitu melihat ketampananku," balas Jefri penuh percaya diri. Raymond memutar kedua bola mata malas, mengambil posisi duduk di bawah kaki Regina. "Baca," suruh Raymond melempar ponselnya ke atas meja ruang menoton ini. "Keramas terus, suami nakal
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Lakukan yang sudah kamu ketahui," bisik Raymond mengusap kecil lengan Regina sebelum dia pergi meninggalkan istrinya itu sendiri di dalam kamar utama. Suara pintu tertutup lembut menerjang gendang telinga Regina, tertelanlah liur wanita itu, lalu menarik napas. Dia ..., meminta ini bukan karena dia penasaran dan mau, tapi lebih kearah ingin memberikan apa yang Raymond butuhkan. Memang suaminya tidak meminta, namun Regina tahu ini dibutuhkan. Memberi jauh lebih baik bukan? Sebagai istri yang tahu apa mau suaminya kenapa tidak? "Aku bisa," gumam Regina menyemangati diri sebelum mengambil langkah menuju ranjang sambil melepas piyama yang membungkus tubuhnya. Hal yang perlu dia lakukan sebelum Raymond masuk adalah melepas pakaian, mengepang rambut dan, berlutut di balik pintu untuk menyambut kedatangan pria itu. Well, Regina berjalan menuju ranjang guna meletakan piyamanya ke atas sana, tentu saja harus sudah terlipat dengan rapih dan cantik. Set
Awas Typo:) Happy Reading .... *** 'See you jam makan siang, Regina.' Senyum Regina tercetak cantik membaca pesan teks dari sang suami- Raymond yang selalu tidak pernah membangunkannya jika terlelap. 'Aku ada di rumah sakit jika kamu ingin tahu, bye the way.' "Dasar," gumam Regina menutup pesan, memilih membuka kontak dan menghubungi nomor Raymond. Ah jangan salah paham, itu pesan tadi pagi, sekitar pukul delapan pagi, sedang sekarang sudah pukul setengah sebelas pagi. Oh no-no, Regina bukan baru bangun, dia baru memegang ponsel, itu yang benar. Well, nyonya muda William itu baru memegang ponsel karena saat bangun dia langsung merapikan kamar, memasak dan mandi. Jika ada yang penasaran untuk apa Regina memasak, jelas untuk makan siang ia dan suaminya. Walau ada Sherly di sini, Regina tidak mau ketergantungan. "Hi, Husband," sapaan riang saat panggilan diterima. 'Ada apa?' tanya suara diseberang sana datar. "Sibuk, Sayang? Ganggu nggak?" bertanya dulu, Regina melangkah menuju
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina menghembuskan napas pelan, mencoba tenang dan tidak panik. Tenang, Maria tidak mungkin menyakitinya, dia tidak boleh takut, Maria baik. "Panggil dia ke sini, Sher," ujar Regina memerintah. "Baik, Miss, sebentar." Namun, jujur sejak mendengar kalimat Maria yang mengatakan bahwa wanita itu ..., hkm! Mencintainya, Regina tidak bisa tidak takut, apalagi Maria tipe yang mudah melukai diri hanya untuk mendapatkan perhatiannya, wajar Regina pusing bukan? Mengambil langkah menuju kursi di dekat kolam renang, angin berhembus pelan. Oke-oke, tenang, pokoknya tenang. Regina menyatukan kesepuluh jari, ia atur detak jantung yang tidak tenang. Satu ..., dua ..., detik bergerak, kecemasan Regina semakin menjadi, mana suaminya tidak di rumah lagi, sialan kenapa otak jadi Regina sejahat itu? Mohon maaf, posisikan diri kalian menjadi Regina, menganggap seseorang, sesama jenis sebagai sahabat karena merasa cocok, sefrekuensi, eh tahu-tahu ia justru diang
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Kedua kelopak terpejam Regina sudah terbuka sekitar sepuluh detik, wanita itu menatap suaminya yang masih fokus dengan ponsel sampai tidak sadar si istri sudah terbangun dari lelapnya pingsan. "Suamiku semakin tampan memakai jas dokter." Kepala Raymond menoleh cepat, menatap ke arah Regina yang pasang senyum lirih. "Hi, Handsome, sibuk banget sampai nggak sadar istri udah bangun dari mimpi indah hihi," cekikikan, pelan-pelan Regina membawa tubuh duduk. Raymond tidak menyahuti kalimat Regina, pria itu meletakan ponsel ke atas pahanya sendiri lalu bergerak membantu sang istri untuk duduk. "Ini jam berapa, Husband?" tanya Regina. "Tujuh malam." Kali ini Raymond menyahuti, menjawab sambil mengatur letak bantal kepala di belakang tubuh Regina agar bisa disandari oleh si istri. "Ha? Sumpah? Perasaan tadi masih jam sebelas deh, kamu bercanda ya?" Regina tidak percaya, menoleh ke arah jendela kamarnya, boom! Dia menemukan kegelapan, fix Raymond seriu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku tidak tahu marah dengan siapa, tapi aku sangat ingin marah." Regina diam, menunggu kalimat lanjutan dari pita suara suaminya. "Aku hanya tidak mau kamu kenapa-kenapa, Re, itu saja." Cup. Bibir Raymond jatuh lagi ke atas dahi Regina yang memejamkan mata, semakin merapatkan tubuh dengan tubuh suaminya. "I'm fine, Honey, i'm fine," bisik menenangkan. Tadi Regina sempat diceritakan oleh Sherly, siapa yang menyelamatkannya, siapa juga yang memeriksanya, sampai jam berapa Raymond pulang. Bagian terpenting untuk Regina adalah suaminya tidak bergerak dari kamar sejak masuk ke dalam sana, terus menunggu Regina membuka mata, sekhawatir itu Raymond, kata Sherly. "Aku khawatir, Regina, aku ingin marah besar jika kamu terus membantah." Namun ,dari tingkah laku suaminya dia percaya seratus persen akan kalimat Sherly. Kepala Regina mengangguk, dia paham. Dia sangat paham perasaan suaminya. "Tapi bukan marah denganmu." Iya, Regina sudah tahu. Ternya
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kenapa Kakak bisa di sini?!" "Kenapa tidak bisa?" Regina memeluk Julia setelah terkejut setengah mampus. "Oh my god, i miss you," bisiknya. Julia sendiri tersenyum kecil, melepas koper dan, membalas pelukan adiknya. "I miss you too, Adik nakal," bisiknya juga memejamkan mata, merasakan kehadiran Regina yang sangat ia rindukan. Untuk beberapa detik mereka saling memeluk, melepas rindu antar saudara perempuan yang sudah lama tidak bertemu. Kalau diwaktukan, mungkin sekitar tiga empat tahun mereka tidak bertemu, itu semua karena Julia sendiri, pergi tanpa penjelasan kepada Regina. "Kakak, kenapa ke sini? Ayah sama bunda tau?" tanya Regina mengakhiri adegan peluk memeluk. "Salah mau lihat adik sendiri? Ayah sama bunda belum tahu, Kakak di sini juga sebentar saja, ada kerjaan kemarin jadi deh sekalian," jawab Julia santai. Kepala Regina mengangguk paham. "Kalau begitu Kakakku yang cantik sarapan dulu, aku mau mengurus suami, dia akan berangkat