Share

SPICY CHICKEN CAKE

“Spicy Chicken Cake?” Sarah penasaran.

Baru kali ini Sarah mengetahui ada cake yang dibuat dari daging ayam dan didominasi dengan rasa gurih pedas.

“Bukannya semua cake itu mayoritas manis, ya? Kalau pun asin, itu karena karena tambahan keju.. Aku baru tahu ada cake ayam pedas di kota ini,” lanjut Sarah.

“Selama aku kerja di sini juga aku belum pernah cobain cake itu, Sar. Aku nggak suka makanan pedas. Apa lagi cake rasanya bener-bener membakar lidah. Dari pada aku sakit perut, mendingan nggak usah coba-coba, kan?” Ken menimpali.

“Menu ini adalah Signature Dish (makanan khas/identitas) di cafe La Pose. Banyak lho yang udah nyobain.. Aku selalu saranin ini buat para pelanggan. Kamu mau coba?” tanya Roy dengan sumringah.

“Emm.. Kenapa makanan itu bisa spesial? Bukannya hampir sama kayak pizza?” tanya Sarah.

“Eiitsss.. Beda dong! Makanan ini supeeeer lembut. Tapi, ada beberapa potongan ayam yang dipotong dadu. Yaaa, buat nambah tekstur. Adonannya pun udah pedas. Nanti, kalau kuenya udah ada diatas piring, bagian atasnya disiram pakai saus ayam pedas khas buatan cafe La Pose. Saus merah yang super pedes dan super gurih. Dijaminnn! Kamu pasti suka!” papar Roy dengan antusias.

Sarah berdecak kagum. Cafe yang baru didirikan dua tahun, sudah memiliki menu andalan. Menu yang dibuat sendiri dengan percobaan berbagai bahan dan rempah.

“Boleh deh..,” ucap Sarah kemudian.

“Oke! Tunggu, ya.. Nanti Ken bakal anterin pesanan kamu,” lanjut Roy.

“Aku juga pesen vanilla latte, ya. Yang ukuran besar, biar harganya mahal. Mumpung ada Ken yang mau bayarin aku,” bisik Sarah kepada Roy. Bisikan mereka disusul dengan kekehan yang lucu. Sedangkan Ken hanya memperhatikan dua temannya yang entah membicarakan apa.

Roy mencatat pesanan Sarah di sebuah kertas kecil dan menghampiri dapur untuk memberitahu chef tentang pesanan Spicy Chicken Cake. Roy meninggalkan Sarah bersama Ken di meja barista.

“Kamu nggak mau duduk dulu? Aku saranin sih kamu duduk di meja nomor lima. Kena AC, deket jendela juga. Jadi bisa lihat suasana luar,” usul Ken.

Sarah hanya mengangguk dan bergegas menuju meja yang direkomendasikan oleh Ken. Tak lupa Sarah melemparkan senyuman manis yang membuat Ken seperti terkena sihir. Sesekali diliriknya wajah Sarah yang sibuk mengamati suasana luar dari jendela cafe. Benar-benar seperti bidadari yang baru menginjak tanah bumi.

Lima belas menit berlalu..

Saatnya Ken melakukan tugasnya.

Ting..

Ting..

Ting..

Bel berbunyi beberapa kali. Menandakan pelanggan yang datang semakin banyak. Ken segera mengantarkan pesanan Sarah.

Tap.. Tap..

“Ini, pesanan kamu..,” ucap Ken sedikit gugup. Tak disangka dia menjadi salah tingkah di dekat Sarah.

Diletakkanya pesanan Sarah di atas meja. Satu buah kue ayam pedas yang disiram saus berwarna merah menyala dan dihiasi dengan daun peterseli di atasnya. Tak lupa dengan segelas vanilla latte hangat yang aromanya sangat wangi.

“Ah, terima kasih, Ken. Kamu mau nemenin aku makan di sini? Siapa tahu kamu mau coba cake pedas ini,” tawar Sarah.

“Emm.. Maaf, Sar. Tapi pelanggan yang datang udah mulai banyak.. Aku agak sibuk. Mungkin lain waktu aku bakal temenin kamu.. Dan satu lagi.. Aku nggak bisa makan cake itu. Di samping aku nggak suka makanan pedas, aku juga nggak suka makan ayam. Apalagi kalau aroma ayamnya masih kerasa,” jelas Ken dengan wajah kecut.

“Hahahaha.. Ada-ada aja. Lagi pula, cake ini aromanya enak, kok. Udah nggak ada bau ayamnya. Dan.. Hmm.. Rasanya enak banget! Pedeeeesss!!” ucap Sarah sembari memakan satu potong cake yang ia ambil dengan garpu aluminium kecil.

Wajah Ken semakin masam. Dahinya mengerut melihat ekspresi Sarah.

“Bahkan aku nggak mau deket-deket sama cake itu. Bayangin daging ayam aja udah bikin mual. Apa lagi harus makan ayamnya.. Duh.. Nggak banget, deh. Seumur hidup aku nggak akan pernah cocok sama cake itu,” sergah Ken.

Sarah hanya tertawa melihat tingkah Ken yang konyol.

“KEEEEEN!!! PESANANNNN! BURUAN ANTERIN! Meja nomor sepuluh, meja nomor tiga, sama meja nomor lima belas!!” teriak Roy dari tempatnya meracik kopi.

“Aku lanjutin dulu, ya.. Semoga kamu suka sama makanan di sini dan mau balik lagi lain waktu. Syukur-syukur kamu mau jadi pelanggan tetap,” ucap Ken sembari meninggalkan Sarah di mejanya.

Sarah tersenyum lembut.

“IYAAA!! BENTARRR!!” teriak Ken kepada Roy.

Ting..

Ting..

Pelanggan lain mulai berdatangan.

“Wah, setelah Sarah dateng, pelanggan jadi rame. Dia udah kayak setan pesugihan aja.. Suruh dia kesini tiap hari aja, Ken! Kita pasti bakal untung banyak kalau ramai terus,” gurau Roy. Tangannya tetap lincah meracik kopi-kopi pesanan.

“Yeee! Emang pelanggan sukanya datang jam segini.. Bukan karena Sarah..,” balas Ken santai.

Satu, dua, tiga jam Roy dan Ken bekerja melayani pelanggan yang semakin banyak. Sarah pun belum pula hengkang dari tempat duduknya. Masih menikmati suasana ramai cafe itu.

Sayangnya, sesuatu terjadi..

BRAAAKKK!!

Kaki Ken tersandung salah satu kaki pelanggan yang lurus melintang di tengah jalan. Pelanggan pria yang berwajah seram. Di bajunya, terpasang sebuah tanda nama bertuliskan “Antony”. Makanan yang dibawa Ken seketika terlepas dari nampan.

Sayangnya, kue jeruk yang dibawa Ken melayang dan mendarat di atas kepala seorang wanita dewasa berusia 30-40 tahunan yang tengah duduk bersama wanita tua. Dapat diperkirakan bahwa wanita itu datang bersama ibu atau neneknya.

“PUNYA MATA NGGAK SIH! PELAYAN NGGAK BECUS! GITU AJA JATUH,” omel Antony, pria yang melintangkan kakinya.

“Maaf Tuan Antony, tapi kaki anda yang mengganggu jalan. Harusnya anda masukkan kaki anda di bawah meja..,” balas Ken.

Tap..

Tap..

Wanita yang terkena kue jeruk datang menghampiri Ken yang tengah berdebat dengan Antony. Wanita itu juga tak mau kalah.

“HEY PELAYAN! Kamu lihat? Rambut saya kotor dan lengket gara-gara kue jerukmu yang terbang bebas dan mendarat di kepala saya. Kamu harus ganti rugi! Saya nggak mau keluar dari cafe ini kalau kamu belum ganti rugi!” omel si wanita.

“Pokoknya semuanya bukan salah saya! Salahmu sendiri yang jalan nggak lihat-lihat! Suka-suka saya dong mau duduk dengan model apa dan kaki ke arah mana. Kamu di sini cuma pelayan!” ucap Tuan Antony lagi.

Ken naik pitam. Dia kesal karena disalahkan mengenai sesuatu yang bukan kesalahannya. Semuanya terjadi karena kaki Tuan Antony.

“PERMISI TUAN ANTONY YANG TERHORMAT! CAFE INI MILIK KELUARGA SAYA! KALAU ANDA MACAM-MACAM, SAYA BERHAK MENGUSIR ANDA DAN MELARANG ANDA DATANG KEMARI LAGI!!” bentak Ken seketika. Membuat seluruh pelanggan yang ada di cafe melongo kaget. Termasuk Sarah.

Keributan itu menjadi tontonan dan tidak ada satu pun yang berhak melerainya.

Ken menoleh ke arah wanita dengan wajah emosi. Wanita itu berlumuran krim kue di bagian kepalanya.

“Tante.. Saya minta maaf karena kue jeruk itu mengotori rambut anda. Kami menyediakan kamar mandi di belakang. Kami juga menyediakan seluruh perlengkapan mandi apa bila Tante ingin membersihkan diri,” ucap Ken lagi. Wajahnya panik dan kesal.

Tante itu belum menjawab apa-apa. Tapi, Tuan Antony masih mengomel.

“JANGAN SEMENA-MENA YA DENGAN SAYA! JANGAN MENTANG-MENTANG KAMU PUNYA TEMPAT INI! SAYA BISA LAPORKAN KAMU KE POLISI!” bentar Tuan Antony yang kian memperkeruh keadaan.

“DIAM, PAK! SAYA MOHON! Kalau saja anda menghargai orang lain dan peduli dengan keselamatan orang lain, tentu anda tidak akan melintangkan kaki anda di tengah jalan! Semua orang tahu kalau tindakan itu berbahaya. Anda sudah dewasa! Harusnya anda paham perihal seperti ini!” balas Ken tegas.

Di saat suasana memanas, seseorang menghampiri Ken.

Tap..

Tap..

Langkahnya begitu pelan dan lambat. Langkahnya seperti diseret.

Tap..

Tap..

GRAB!!

Sebuah tangan tua yang keriput menyentuh tangan Ken dan menggenggamnya erat.

“Nak.. Tenanglah.. Nenek tahu semua bukan kesalahanmu..,” ucap nenek itu lirih.

Ditatapnya nenek itu oleh Ken.

“Nenek ini.. Wanita tua yang datang sama Tante itu.. Tante yang kepalanya kena kue jeruk..,” batin Ken.

“IBU! Ibu kenapa sih ikut-ikutan.. Ibu duduk aja,” tukas Tante kue jeruk.

Tapi, sesuatu mulai mempengaruhi Ken. Sesaat nenek itu menggenggam tangan Ken, kepala Ken mulai berputar. Seperti ada pusaran angin besar yang masuk ke dalam otaknya. Ken mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali.

“Nak.. Kamu baik-baik saja?” tanya si nenek dengan suaranya yang lembut.

Pusaran besar di otak Ken berlangsung selama beberapa detik. Lalu, pusaran itu seketika mereda dan muncullah sesuatu yang membuat Ken penasaran sekaligus bingung. Otaknya merekam dan menampilkan suatu gambaran yang sudah biasa ia rasakan.

Gambaran ini…

Gambaran isi pencernaan si nenek!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status