Share

Story 10

Tidak lama setelah itu, pasangan remaja tersebut memanggil pelayan dan melakukan pembayaran.

Bima pun melakukan hal yang sama.

Mereka keluar dari Cafe tersebut, dan Bima mengikuti mereka dalam jarak yang cukup aman. Sehingga keduanya tidak mengetahui keberadaan lelaki itu.

Well, kalau mereka tahu pun. Bima tidak akan peduli. Bukankah tugasnya memang untuk menjaga Clara?

Walaupun saat ini, ia melakukan ini semua untuk urusan pribadi.

Bima menemukan mobil yang ditumpangi Revan dan Clara langsung menuju ke rumah. Mereka tidak pergi ke mana-mana lagi. Dan itu membuat Bima tenang.

Walau rasa marah masih bersemayam di dalam dadanya.

Clara turun dari mobil, melambai, dan langsung turun ke dalam.

Tanpa menunggu Clara tiba di dalam rumah. Bima langsung melajukan mobil masuk ke dalam garasi. Melewati Clara yang tercengang melihatnya lewat.

Saat Clara tiba dan masuk ke dalam rumah, Bima sudah menunggunya di ruang tengah. Ia duduk di atas sofa dan memperhatikan gadis itu yang meliriknya sinis, namun tidak berkata apa apa.

"Apakah kau senang?" tanya Bima mengejek.

Langkah Clara terhenti tepat sebelum kakinya tiba di anak tangga. Gadis itu menoleh padanya, dan menatap Bima tajam dengan mata berapi-api.

"Jelas. Revan sangat tahu bagaimana memperlakukan seorang wanita." ketus gadis itu.

Bima hanya memberikannya senyuman sinis. Lalu terkekeh pelan mengejek. Membuat emosi Clara terpancing dan hidungnya menjadi kembang kempis karena rasa marah yang memenuhi dada dan kepalanya.

"Kenapa? Apanya yang lucu?" bentak Clara marah.

Bima menyusuri tubuh gadis di hadapannya itu dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan gerakan lambat yang sengaja ia lakukan. Pandangannya sempat terhenti sejenak di bagian dada, kesusahan beranjak dari bongkahan bulat padat yang terlihat begitu menggoda di balik katun putih tersebut.

Bayangan hitam dari bra yang dikenakan di dalamnya membuat Bima harus menelan ludah dengan susah payah.

Awalnya, ia ingin melakukan itu untuk mengejek Clara. Membuat Clara marah dengan mengatakan bahwa dirinya belum layak dikatakan dewasa. Namun, nyatanya postur gadis itu sudah sangat layak untuk sebutan itu.

"Wanita?" tetap saja Bima mempertanyakannya dengan nada mengejek. Setidaknya, watak Clara memang belum dewasa sehingga bisa dilabelkan sebagai seorang wanita.

She is a girl, not a woman yet.

"Kau belum bisa dikatakan seorang wanita, Nona." ejek Bima yang membuat wajah Clara seketika menjadi merah.

"Dan bocah ingusan yang menjemputmu tadi, belum tentu benar-benar tahu bagaimana memperlakukan seorang gadis. Sepertinya dia cukup lihai membuatmu tersanjung. Hati hati dengan seorang pria yang terlihat lihai, itu menandakan bahwa dirinya sudah terbiasa bersikap demikian." ejek Bima pajang lebar. Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah diucapkan lelaki itu padanya.

"Setidaknya ia bisa membuatku nyaman." bentak Clara dengan marah.

"Nyaman? Dengan apa? Kecupan di tanganmu itu?" suara Bima tidak lagi terdengar tenang dan mengejek. Emosinya pun mulai terpancing lepas.

Clara terhenyak sesaat. Lalu sedetik kemudian menjadi marah bukan main saat menyadari sesuatu

"Kau mengikuti kami! How dare you!" geram gadis itu sambil melangkah lebar ke arah Bima yang sedang duduk santai di sebuah sofa.

Clara menarik kerah kemeja Bima dengan marah.

Matanya yang indah dan wajahnya yang cantik kini terlihat merah karena amarah yang memuncak. Di tatapnya Bima yang sudah kembali memasang wajah datar seperti biasa.

"Kau tidak berhak melakukan itu!" geram Clara padanya.

"Kenapa tidak? Itu memang tugasku, Nona. Menjagamu dengan baik. Termasuk dari sentuhan pemuda sembarangan."

"Dia bukan pemuda sembarangan. Kau yang sembarangan!" teriak Clara marah.

Gadis itu sadar bahwa dirinya terdengar kekanakan. Namun, hanya itu yang mampu terpikir di dalam kepala yang sudah penuh dengan emosi.

Demi Tuhan. Ia ingin berteriak kencang di depan wajah Bima.

"Aku tidak sembarangan. Karena itu lah keluargamu mempercayakan keamanan dirimu di tanganku." jawab Bima tenang sambil menyembunyikan rasa marahnya.

"Kau sembarangan... karena... karena..." Clara mencoba mencari-cari alasan yang tepat. Namun otaknya seakan buntu. Tidak ada yang bisa ia lemparkan ke wajah lelaki di hadapannya itu.

"karena... kau sudah menciumiku, lalu mendatangi kekasihmu setelahnya! Kau menjijikkan!" teriak Clara akhirnya sambil memukuli dada Bima dengan keras.

Pukulan yang bahkan tidak terasa oleh pria itu karena perbedaan kekuatan yang begitu kontras.

Bima memegangi kedua lengan Clara yang terasa mungil di dalam genggamannya, lalu menahannya di belakang tubuh gadis itu, sambil menariknya kuat hingga terduduk di dalam pangkuannya.

Clara jatuh ke atas tubuh Bima dengan kaki mengangkang di dalam pangkuan Bima. Tubuh mereka saling berhadapan, dengan dada bulat kenyal yang membusung itu menempel erat di dada Bima yang kekar berotot.

Satu-satunya penghalang bagi keduanya adalah kemeja Bima dan baju Clara yang berbahan katun tipis.

Bra yang dikenakan Clara saat itu pun hanyalah berupa jaring tipis. Yang membuatnya merasa tidak mengenakan bra sama sekali.

Kini, yang mampu dirasakan Clara hanyalah desiran di dalam aliran darahnya. Mengalir kuat dan menggelitik setiap sel saraf. Bermuara di inti tubuhnya di bawah sana. Yang kini malah terasa menekan milik Bima yang keras dengan begitu pas.

Gerakan meronta nya terhenti seketika. Terhenyak dengan posisi mereka yang begitu intim.

"Pertama, aku tidak mengunjungi kekasihku, Nona." geram Bima di depan wajahnya. Jarak wajah mereka begitu dekat. Hingga keduanya dapat merasakan hembusan napas masing-masing.

"Dan kedua, bukan aku yang menciummu duluan, kau yang dengan begitu agresif melakukannya. Kau lupa?" kata Bima serak sambil menyusuri telunjuk tangan kanannya di bibir Clara yang basah dan sedikit membuka.

Sedangkan tangan kiri lelaki itu masih menahan kedua tangan Clara di belakang tubuhnya. Tepat di bagian pinggang, yang sekaligus bertujuan untuk menekan tubuh gadis itu merapat padanya.

Tindakannya itu salah? Entahlah. Bima tidak mau tahu. Ia tidak dapat berpikir jernih saat ini.

"Kau pikir, mudah bagiku menolak sesuatu yang sudah kau tawarkan itu, Hem? Menggodaku dengan nakal ." geram Bima sambil menekan ujung telunjuk kan pada bagian tengah bibir Clara, lalu menguak bibir itu semakin membuka dan menyelipkan jarinya ke dalam sana.

Tanpa sadar, Clara mendesah. Ia mengikuti insting alami tubuhnya untuk memejamkan mata dan membuka mulutnya sedikit. Membiarkan telunjuk Bima masuk dan menyentuh lidahnya dengan leluasa.

"Kau berpakaian seperti ini di depan lelaki lain. berdandan dengan cantik, padahal sebelumnya menunjukkan bahwa dirimu tertarik padaku. Siapa yang sembarangan, Nona?" garam Bima lagi sambil kembali menyapu kasar bibir merekah itu dengan ibu jarinya.

"Haruskah aku menghukum mu karena sudah bersikap seperti itu? Memberikanmu pelajaran agar bisa lebih disiplin dan menghargai perasaan orang lain?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status