Share

Story 9

Bima kembali merasa jengkel!

Bisa bisanya gadis itu menciumnya tadi siang, dan malamnya malah keluar dengan pria lain.

Ingin rasanya tadi Bima menarik tubuh rampingnya itu dengan kasar, lalu membopongnya masuk ke dalam kamar. Menguncinya di sana sehingga tidak berkeliaran dengan pria mana pun.

Apalagi dengan pakaian seterbuka itu!

Oke baiklah. Dress yang dikenakan Clara tadi tidak terlalu terbuka. Namun, jelas mampu membuat pikiran lelaki manapun berimajinasi liar.

Pakaian yang dikenakan Clara tadi bahkan sudah membuat darah Bima berdesir hanya dengan memandangnya saja.

Dress berbahan katun putih dengan kerah lebar hingga cukup banyak menampakkan kulit mulusnya di area itu, membuat Bima ingin mengerang menahan hasrat yang melesak dari dalam dirinya.

Bima bahkan bisa melihat tali bra hitam yang mengintip dari balik kerah dress yang berbahan renda itu.

Pakaian yang Clara kenakan tadi memiliki potongan pinggang dan mengembang pada bagian bawah. Bisa bahaya jika angin meniup cukup kencang.

Bima mulai bertanya-tanya apakah Clara mengenakan legging pendek di baliknya. Sialnya. kemungkinan besar tidak.

Bima tahu bahwa Clara tidak suka mengenakannya, karena ia sendiri sering mendapati paha mulus gadis itu tersikap saat di mobil. Terutama ketika Clara menyebrang maju dari jog penumpang di belakang ke arah depan, dan duduk di sisi Bima saat ia menyetir.

Mengingat ada lelaki lain yang menikmati pemandangan itu, darah Bima kembali mendidih.

Sial. Gadis keras kepala itu memang cantik sekali! Dan dirinya saat ini juga sangat lancang untuk merasa cemburu.

"Ayolah Bima, sadarkan dirimu! Kau siapa di sini." geram Bima pada dirinya sendiri.

Tanpa menunggu lebih lama lagi. Bima berjalan masuk ke dalam mobil dan ikut keluar dari pekarangan rumah itu. Mengikuti posisi yang ditunjukkan ponsel Clara di layarnya.

"Kenapa. Ra? Diam aja dari tadi." tegur Revan yang mendapati Clara hanya diam sepanjang perjalanan.

Pertanyaan dari pemuda itu pun hanya di sahutnya singkat dan seadanya.

"Biasanya juga kamu banyak bicaranya. Masih kepikiran dengan bodyguard mu tadi ya?" pancing Revan.

Dan tetap saja, Revan masih bergeming. Gadis itu memang masih merasa kesal dengan Bima. Pikirannya masih dipenuhi dengan perkataan Renata di telpon siang tadi.

Revan yang merasa tidak digubris oleh gadis pujaan hatinya, memilih diam saja. Dari pada Clara marah dan malah membatalkan kencan mereka.

Well, kalau ini memang bisa dikatakan kencan. Jujur saja. Revan juga tidak berani berharap banyak.

Sebenarnya juga Revan merasa penasaran mengapa bodyguard nya tadi itu bisa sangat berpengaruh bagi gadis itu. Awalnya ia sudah senang karena Clara menolah dan bertindak dengan tegas pada sang bodyguard, namun di dalam perjalanan gadis itu malah diam seribu bahasa.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di sebuah cafe kekinian dengan dekorasi yang estetik. Tempat itu ramai, walaupun tidak seramai malam minggu.

Mereka masuk dan menuju ke salah satu meja yang sudah di-booking oleh Revan. Ia tidak mau kencan pertamanya dan Clara menjadi kobong karena tidak ada tempat duduk.

Mereka memesan makanan dan minuman, lalu sambil menunggu pesanan tiba. Revan pun menjelaskan hasil rapat OSIS siang tadi.

Clara mendengarkannya tanpa semangat. Moodnya hilang setelah kejadian tadi. Pikirannya masih dipenuhi dengan Bima. Masih merasa kesal pada pria itu.

Sesekali ia melemparkan senyuman tipis saat Revan menjelaskan. Hanya untuk sekedar menghargai pemuda itu karena sudah dengan begitu bersemangat menjelaskan padanya.

Tidak lama kemudian, pesanan mereka tiba. Keduanya memutuskan untuk menikmati sajian yang sudah dihidangkan di depan mata.

Walau tidak terlalu bagus bagi kesehatan, Clara suka menikmati makanannya saat masih panas. Ia tidak suka jika harus menyantapnya saat makanan itu menjadi dingin.

"Oke, Van. Aku mengerti. Nanti akan aku sampaikan pada tim untuk menyusun berita yang bagus dan kita tampilkan di web dan mading sekolah." kata Clara pelan sambil menarik piring spaghetti yang menjadi pesanannya tadi.

Mereka makan sambil mengobrol tipis tipis. Sebenarnya, bisa dikatakan hanya Revan lah yang berbicara, sedangkan Clara hanya mendengar sambil berusaha terlihat tertarik dengan pembicaraan yang dibahas sang ketua OSIS.

Tiba tiba tangan Revan meraih tangannya. Clara yang sedang tidak fokus menjadi sangat terkejut. Namun, ia juga tidak menarik tangannya dari genggaman Revan. Dibiarkannya saja begitu.

Pikir gadis itu, jika Revan tidak bertindak terlalu jauh, itu tidak akan jadi masalah.

Melihat mendapatkan lampu hijau dari sang pujaan hati, Revan memberanikan diri untuk mengangkat tangan Clara, dan membawanya ke bibir. Ia mengecup dalam dan mama punggung tangan putih dan halus itu sambil memejamkan mata, menikmati setiap momen tersebut dengan baik baik.

Clara sendiri merasa risi karena Revan melakukan itu di tempat terbuka. Namun, sepertinya tidak ada yang akan peduli. Dinikmati saja kecupan lembut dan hangat bibir Revan di punggung tangannya.

"Terima kasih ya, Ra. Kamu sudah mau diajak makan malam denganku." kata Revan mencoba membahas sesuatu yang bersifat lebih pribadi.

Clara hanya tersenyum. Sambil mengangguk pelan.

Ia merasakan remasan lembut tangan Revan di tangannya, lalu sedikit getaran itu menyusup masuk ke dalam dalam dada gadis itu.

Mungkin, ada baiknya ia mempertimbangkan untuk membuka hatinya bagi Revan. Tidak ada ruginya juga. Revan tampan dan berprestasi. Berasal dari keluarga terhormat pula. Dan yang pasti, Revan menaruh hati padanya.

Dari pada terus saja merasa sakit dengan perasaan sebelah pihaknya pada Bima.

Padahal perasaannya Clara padahal Bima bisa dikatakan masih seumur jagung. Baru di mulai kurang lebih sebulan yang lalu. Namun, namanya remaja, bawaannya tidak sabaran.

Clara yang terbiasa mendapatkan perhatian dari lawan jenis, merasa sikap cuek Bima keterlaluan. Sedangkan bagi Bima yang sudah lebih dewasa, perasaan gadis itu masih dianggap iseng belaka.

Hidup pria itu sudah diliputi banyak masalah, urusan cinta tidak masuk ke dalam hitungannya. Namun, siapa yang dapat mencegah cinta?

Seberapa jauh pun seseorang ingin menghindar, akan ditemukan juga olehnya.

Kalau cinta sudah memilih, tidak mungkin ada yang berhasil mengenyahkan nya begitu saja.

Begitu pula pada Bima.

Lelaki itu menyaksikan semua yang terjadi pada Clara dan Revan. Saat Revan menggenggam tangan Clara dan menciumnya lama, darah lelaki itu mendidih. Ingin rasanya ia menerjang ke meja tersebut dan menarik Clara pulang.

Namun ditahannya amarah itu dengan susah payah sebelum ia mempermalukan dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status