Mayzura segera mempesilakan Alice untuk masuk ke kamarnya. Mereka pun duduk berhadapan, Alice berada di sofa sedangkan Mayzura di tepi tempat tidur. Perkataan Alice tadi langsung membuat Mayzura bertambah risau. Entah peringatan apa yang dimaksud oleh Alice hingga dia rela terbang dari Bali ke Jakarta.“Dari mana Tante tahu tentang perjodohanku dengan pria tua itu?”Alice menarik napas panjang sebelum memberikan penjelasan kepada calon anak sambungnya itu.“Tentu saja aku tahu dari papamu, May. Dia meneleponku malam-malam sebelum dia berangkat ke Surabaya, dan setelah itu aku terus kepikiran.”“Papa dan Tante bersama lagi?” tanya Mayzura ingin memastikan.“Iya, lebih tepatnya kami berencana untuk menikah. Tetapi sesudah mendengar masalah ini, aku sangat kecewa dengan papamu.”Alice menjeda ucapannya sebentar sembari melemparkan pandangannya ke arah jendela.“Aku merasa punya beban moral, untuk menceritakan kepadamu tentang rahasia dari keluarga Maheswara.”Firasat buruk pun memenuhi h
Dengan tergesa-gesa, perempuan itu memungut gaunnya lalu mengenakannya asal. Tanpa menoleh ke belakang lagi, dia berlari meninggalkan tempat penyiksaan itu. Andai saja dia tidak tergiur oleh iming-iming imbalan yang besar, tentu saja dia tidak akan bersedia melayani seorang pelanggan yang sakit jiwa. Selepas perempuan itu menghilang dari pandangan, sang lelaki lantas berpindah ke kamar pribadinya. Dia ingin segera membersihkan diri dari sisa-sisa pergumulan tadi. Kendati menggunakan pengaman, Gavindra Maheswara selalu merasa jijik setiap kali selesai berhubungan dengan wanita bayaran. Namun entah mengapa dia tidak bisa berhenti dari kebiasaan buruk ini. Karena hanya dengan bercinta, Gavindra bisa membuktikan bahwa dirinya bukanlah pria cacat yang tidak berguna. “Dasar hina, dia sudah mengotori aku!” dengus lelaki itu sembari berdiri di bawah shower. Selesai membersihkan diri, Gavindra mengambil sebotol wine lalu berdiri di dekat pagar pembatas balkon. Dengan tatapan datar, lelaki it
“Aku tidak punya waktu untuk menemuimu, karena aku sedang bimbingan skripsi. Lagi pula tidak ada yang perlu kita bicarakan, Zio. Hubungan kita sudah berakhir,” sembur Mayzura dari balik telepon. Entah mengapa masalah yang menimpanya datang silih berganti, seolah tak ada habisnya. Di saat ia tengah risau memikirkan soal pernikahan, kini muncul persoalan baru.“Kamu yang meminta putus secara sepihak lewat sambungan telepon, tetapi aku tidak setuju. Aku akan tetap menunggu di sini sampai kamu selesai bimbingan. Kita perlu meluruskan semua kesalahpahaman,” balas Enzio.Mayzura membuang napas kasar. Jujur, dia sudah muak dengan sikap sang mantan kekasih yang tidak punya pendirian. Tatkala ia memutuskan untuk sehidup semati dengan Enzio, pria itu malah tidak peduli dan mencari berbagai macam alasan. Kini sesudah ia bertekad untuk melupakan kisah cintanya yang pahit, Enzio mendadak muncul dan ingin mengejarnya lagi. Sungguh tindakan yang diambil oleh pria itu sudah sangat terlambat. “Aku t
Peringatan tegas dari Sadewa membuat wajah Enzio berubah pias. Apalagi tatapan pria itu begitu tajam, seolah sedang menguliti dirinya. Untuk saat ini, berkelahi memperebutkan Mayzura rasanya tidak mungkin karena mereka sedang berada di tempat umum. Selain itu, dia juga kalah postur dengan Sadewa yang bertubuh jangkung dan kekar.Di satu sisi, Enzio tidak terima dengan penolakan Mayzura yang begitu frontal. Namun, di sisi lain dia sadar bahwa gadis itu sudah memilih lelaki lain. Meski begitu, Enzio masih belum yakin apakah Sadewa benar-benar calon suami Mayzura.Para mahasiswa yang kebetulan lewat menatap heran kepada mereka. Alhasil, daripada menjadi pusat perhatian, Enzio pun memutuskan untuk melepaskan genggaman tangannya. “Aku akan melepaskan Mayzura. Tetapi jika nanti terbukti kamu bukanlah calon suami Mayzura, aku akan membuat perhitungan denganmu,” ucap Enzio.Pemuda itu mengalihkan pandangan kepada Mayzura yang masih berlindung kepada Sadewa. “Urusan kita belum selesai, May.
Karena terjebak kemacetan, Mayzura lebih memilih untuk memejamkan mata di dalam mobil. Biasanya ia jarang sekali terlelap di perjalanan, tetapi kali ini Mayzura memilih tidur daripada mematung sepanjang perjalanan. Lagi pula jika terus terjaga, dia akan melihat wajah menyebalkan seorang pria. Siapa lagi kalau bukan sang bodyguard, Sadewa. Sayang sekali dia harus pergi bersama dengan pria ini, karena tidak ada seorang pun yang bisa mengantarnya ke Bogor. Sementara itu, Sadewa masih mengarahkan atensi penuh ke jalan raya. Sambil menunggu kemacetan di depannya terurai, Sadewa diam-diam melirik ke arah Mayzura. Seutas senyum tipis tercetak di bibir pria itu. Dia tahu bahwa Mayzura sedang berpura-pura tidur karena gadis itu sedang dilanda kebosanan. Untuk itu, Sadewa akhirnya menyalakan radio agar bisa menjadi hiburan untuk mereka berdua. “Kenapa bangun? Tidur saja, Nona, nanti aku akan membangunkanmu,” kata Sadewa.“Akhirnya ada orang bisu yang bisa bicara lagi,” sindir Mayzura seraya m
Posisi Sadewa yang kini berada di atasnya membuat pipi Mayzura bersemu merah. Entah mengapa alam semesta seakan-akan terus berusaha membuatnya bersinggungan dengan pria dewasa ini. Lebih parahnya lagi, ia selalu menjadi pihak yang dipermalukan. Mayzura hanya berharap agar Sadewa tidak mendengar detak jantungnya yang bertalu-talu di dalam sana. “Menyingkir dariku, kamu sengaja mencari kesempatan untuk menyentuhku, kan?” tanya Mayzura yang masih terhimpit tubuh kekar Sadewa. Sama-sama merasa salah tingkah, Sadewa buru-buru bangkit berdiri dan menjauh dari ranjang.“Siapa bilang? Aku juga tidak menginginkan kecelakaan ini,” tutur Sadewa membela diri.Pria itu langsung merunduk dan mengambil sebuah guci yang tergeletak di lantai. Untung saja guci tersebut dari bahan kayu, sehingga tidak pecah berantakan saat tersenggol kaki panjang Sadewa. “Lihat sendiri, aku terjatuh bersamamu karena tersandung benda ini. Aku tidak melihatnya karena terlalu fokus menggendongmu,” jelas Sadewa sembari me
“Nona Mayzura!” panggil Sadewa. Untung saja lelaki itu memiliki koordinasi tubuh yang sangat bagus, sehingga dapat membawa nampan yang berisi makanan sambil berlari menyusuri anak tangga. Pikiran Sadewa sudah dipenuhi dengan berbagai macam kemungkinan buruk. Jika kecurigaannya terbukti benar, mungkin saat ini Mayzura sudah tertangkap oleh salah satu anggota kelompok The Cat. Braakkk!!!Takut terjadi sesuatu dengan Mayzura, Sadewa meletakkan nampan yang dibawanya di lantai. Pria itu mengambil ancang-ancang lantas menendang daun pintu sekuat tenaga. Begitu kamar Mayzura terbuka, Sadewa melihat gadis itu sedang meringkuk di bawah tempat tidur seraya memeluk diri sendiri. Netra elang pria itu langsung menyapu ke seluruh sudut kamar. Tidak ada siapapun yang terlihat di sana selain Mayzura. Artinya tidak ada penjahat yang berhasil menyusup untuk menculik sang nona.Buru-buru Sadewa menghampiri Mayzura dan membantu gadis itu untuk bangkit dari posisinya. Awalnya Mayzura menolak, tetapi kem
Hujan lebat yang turun di luar sana mulai reda. Suara petir tak lagi bersahut-sahutan, sehingga Mayzura lebih tenang. Gadis itu kini duduk di ranjang dengan kepala yang bersandar pada bantal. Kepalanya sudah tidak pusing, tetapi tubuhnya masih lemas sehabis bermimpi buruk tadi. Tak tahu apa yang harus dilakukan, Mayzura hanya mendengarkan musik dari ponselnya. Untuk sekadar berselancar di dunia maya, ia tidak bisa karena sinyal internet sangat buruk di tempat ini. Merasa bosan, Mayzura mencuri pandang kepada Sadewa. Bodyguardnya itu sedang duduk di sofa sembari memejamkan mata. Entah pria itu tertidur atau sekadar melepas lelah setelah mengurusnya selama dua hari berturut-turut. Baru beberapa menit yang lalu mereka berbicara dari hati ke hati, tetapi sekarang situasinya justru kembali canggung. Seolah-olah ada bongkahan es yang menyumbat tenggorokan mereka. Jika dibiarkan begini terus, mungkin mereka akan saling mendiamkan sampai ayam jantan mulai berkokok. “Dewa, kalau kamu mengan