Share

I Love You my Teacher
I Love You my Teacher
Penulis: Rin's

Tidur Bersama

Terdengar suara ponsel di atas nakas. Aku meraba untuk mengambilnya, dengan mata yang masih merasakan ngantuk.Ternyata itu dari temanku Linda.

"Hallo."

"Ya Lin, Ada apa?"

Aku berpikir sejenak ... kenapa Linda malam-malam begini menelponku?  Aku mengucek mata. Terdengar suara cengengesan Linda karena telah berhasil menggangguku.

"Kamu sudah tidur?" tanya Linda.

"Ya, tapi kebangun karena kamu!" ucapku sedikit kesal sambil bangun dan menyandarkan punggungku dengan bantal.

"Jam segini udah tidur. Biasanya kan cinderella tidurnya malam 'kan?"

Aku tertawa kecil mendengar perkataan Linda. Ahirnya ngantukku pun hilang seketika, dia berhasil menggodaku.

Oh ya ... namaku Rizkia Ramadhani. Aku anak tunggal dari Dewi Kirana dan Burhan Ramadhan. Aku tinggal di rumah bersama Mamaku dan Om Aldi--adik Papa satu-satunya. Papaku udah lama meninggal karena penyakit paru-paru yang dideritanya. Kembali ke percakapanku dengan Linda.

"Kenapa, Lin?"

"Kamu udah ngerjain PR? Aku hanya mengingatkan takut kamu lupa," ucapnya sambil ketawa bahagia.

"Oh iya ... belum beres sih, bilang aja kamu besok mau nyontek, ya?" ucapku menggodanya.

"Itu tau," ucapnya sambil tertawa.

Aku dan Linda sahabatan dari kelas X Sampai sekarang kelas XII. Aku selalu duduk sebangku dengannya. Kita tak bisa dipisahkan dan di antara kita tidak ada rahasia.

Linda menyukai Gilang, teman satu sekolah tapi beda kelas sama kita.

"Ada apa, Lin?" tanyaku.

Aku tahu dan mengerti kalau dia menelponku pasti ada hal penting yang ingin dibicarakan.

"Bilang aja langsung, pasti mau curhat, ya?" kataku.

"Ya .... Tadi Gilang menelponku."

"Dia menembakmu? Cie cie ...," ledekku.

"Belum ... eh enggak, baru ngobrol doang. Kenapa dia tahu nomor telponku, ya?"

"Dia 'kan ketua OSIS, Linda."

"Kupikir kamu yang ngasih tau," lirihnya.

"Enggaklah," kataku.

"Oh ya Kia, besok sehabis pulang sekolah anterin aku belanja, yah?" 

"Shoping nih ...," kataku.

"Enggak. Biasalah."

"Ya udah ... liat besok aja, ya? Lin, udah dulu aku mau lanjutin ngerjain PR, dikit lagi. Mumpung inget, udah ya," ucapku.

"Ya, selamat malam, Kia."

"Malam juga, Lin."

Setelah ngobrol dengan Linda. Aku kemudian berjalan menuju meja belajar untuk mengerjakan PR yang belum tuntas tadi. Mumpung belum ngantuk lagi. 

Ahirnya beres juga, hampir setengah jam aku menyelesaikannya sampai-sampai ketiduran di atas meja belajar.

"Kia, kamu kok tidur di sini?" Terdengar samar suara Mama.

Aku bangun sambil mengucek mata.

"Kia ketiduran. Kenapa Mama ada di kamar Kia?" tanyaku sambil pindah kembali ke atas tempat tidur.

"Mama boleh tidur bareng, Kia?"

"Boleh ... Mama nggak bisa tidur? pasti teringat sama Papa, ya?" tanyaku.

Mama hanya tersenyum. Aku kemudian membaringkan badanku di tempat tidur, lalu disusul oleh Mama. Dia memelukku. Aku mengerti kesedihannya. Walaupun Mama sudah lama ditinggalkan Papa, tapi kenangannya tak bisa begitu saja dilupakan. Makanya Mama sampai sekarang nggak menikah lagi.

"Mama kangen Papa, ya? Kirain Kia, Mama sudah melupakannya."

"Kia sayang. Walaupun Papamu udah lama meninggal, Mama tidak akan lupa sama Papamu. Dia akan selalu ada di hati Mama, untuk selamanya."

Aku pun hanya mengangguk dan tersenyum.

"Sekarang ayo kita tidur, sudah malam. Besok kamu sekolah kan, nanti kesiangan," ucap Mamaku lagi.

Ahirnya aku pun terlelap dipelukan Mama. Kami berdua tidur dalam satu selimut. Pemandangan yang indah bukan.

***

Subuh pun tiba. Aku dibangunkan oleh Mama untuk melaksanakan kewajibanku. Mama langsung ke luar dari kamarku. Mataku seolah tidak mau terbuka, masih terasa ngantuk. Ahirnya aku bangun dan menuju kamar mandi untuk ambil air wudhu.

Setelah itu aku melaksanakan kewajibanku, kemudian aku menuju tempat tidur. Kubuka ponsel tidak ada chat yang masuk. Kemudian aku pun terlelap lagi.

 "Kia, sayang ... bangun sudah siang!"

Terdengar suara Mama memanggilku, sambil menggoyangkan punggungku. 

"Kebiasaan kalo habis subuh tidur lagi, ini udah jam 6.30 bangun!" ucap Mamaku dengan suara sedikit tinggi.

Aku terperanjat kaget. Lupa kalau hari ini adalah hari senin. Aku langsung bergegas ke kamar mandi. Setelah selesai mandi kemudian berpakaian seragam dengan rapi.

Aku langsung turun ke bawah menuju meja makan untuk sarapan. Terlihat Mama di sana.

"Om Aldi, udah berangkat, Ma?"

"Udah barusan ... buru-buru katanya."

"Terus, Kia berangkat sama siapa?" ucapku dengan wajah kesal.

"Berangkat naik angkot bisa 'kan?"

"Ya, Ma," ucapku.

Om Aldi itu adik iparnya Mama. Dia yang mengurus perusahaan setelah Papa meninggal karena dia adik satu-satunya Papa. Bagiku, dia tak hanya sebagai omku, tapi juga sudah kuanggap sebagai kakakku.

Dia baik orangnya, kadang juga nyebelin dan sampai saat ini dia belum punya pacar. Umurnya yang hampir kepala tiga dua tahun lagi. Aku nyaman curhat ke dia.

"Ma, Kia berangkat dulu, ya."

Aku mencium takzim punggung tangan Mama sambil memberinya senyum terindah. Lalu Mama mengecup keningku dan membelai rambut panjangku.

"Baik-baik di sekolah, ya."

"Ya, Ma," ucapku sambil berlalu pergi setengah berlari.  

"Hati-hati!" teriak Mama.

Di depan pintu gerbang rumah, aku dikejutkan dengan Arya yang ternyata sudah ada di depan rumahku. Dia ngapain di sini? perasaan aku nggak menyuruhnya untuk jemput.

"Hai, Kia," ucapnya sambil nyengir kuda.

"Ngapain di sini? Kok tau aku belum berangkat?" ucapku dengan menatap tajam matanya.

"Feelinglah ... kan hatiku sudah menyatu dengan kamu."

"Iiih apaan," ucapku.

"Ayo naik! Kita bakalan kesiangan."

Aku tak punya pilihan lain selain ikut dengannya. Ahirnya aku menaiki motornya yang besar dan berangkat bersama. Di tengah perjalanan dia berkata setengah berteriak.

"Kia, pegangan! Peluk aku! Biar kaya di film Dilan," ucapnya sambil tertawa.

Aku memukul pundaknya, dia cari kesempatan rupanya. Aku dan dia sahabatan dari kelas X sampai sekarang.

Namun, ahir-ahir ini dia berbeda. Dia bilang menyukaiku, tapi aku belum menganggapnya serius. Ada rasa yang aneh, yang tadinya kita sahabatan malah ada rasa cinta. Aku belum mau mengarah ke situ. Enakan jadi sahabat.

Setengah jam kurang berlalu, ahirnya sampai di pintu gerbang sekolah. Namun, gerbangnya sudah ditutup karena kami terlambat beberapa menit.

Ahirnya Aku dan Arya di luar menunggu gerbang terbuka, lalu kami masuk ke kantin. Tempat nongkrong kalau biasa terlambat, kami berdua pun duduk di kursi yang telah tersedia.

"Kia, aku masih menunggu jawabanmu. Dan aku akan tetap menunggu kepastian sampai kamu bilang, ya," ucapnya memulai percakapan.

Aku hanya meliriknya sekilas, lalu memalingkan muka kembali. Kemudian aku menghela napas sesaat, Arya tidak tahu kalau di hatiku sudah ada cinta yang lain.

Ya, orang lain. Dia adalah guruku sendiri---Pak Yuda namanya. Cinta mengalahkan logika memang, hingga aku salah karena menyukainya. Ya, aku mencintai guru bahasa inggrisku.

Entah kapan rasa ini tumbuh dan bersemi di hatiku ini. Aku pun tak tahu dan tak mengerti. Cinta tak tahu kapan datangnya dan kepada siapa berlabuh. Kenapa aku selalu memikirkan Pak Yuda dan kenapa ada rasa seperti ini serta terjadi padaku?

Mungkin semenjak Papa meninggal, aku kesepian seperti ini. Dan Pak Yuda sekaligus wali kelasku yang dekat selama ini dan telah membuat hati ini penuh warna dan ceria kembali. Kemudian membuat rasa ini malah semakin aku menyukainya karena kedekatan murid dan wali kelasnya.

Apalagi aku adalah ketua kelas dan mungkin ini yang membuat aku semakin dekat dan tumbuh rasa ini di sanubariku yang semakin bersemayam indah ....

"Kia, jawab! Kok malah melamun." Arya mengagetkanku.

Apakah aku harus menerima Arya sekarang?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status