Share

Half Blood

Penulis: Selfie Hurtness
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-20 01:12:13

"Gimana, keren kan?"

Bima terbelalak ketika tahu akhirnya ia dapat wahana internship masih di kota ini, tanpa perlu keluar kota bahkan ke luar pulau. Sebuah keberuntungan karena ia tidak harus pisah dari sang isteri.

"Kok bisa sih, Pa? Hebat!" senyum Bima merekah, apakah ini yang dinamakan keuntungan punya half blood? Alias darah keturunan dokter? Jadi semua langkahnya sedikit dipermudah?

"Pentingnya punya koneksi ya seperti ini, Bim. Sudah ya, lega kan internship tidak harus jauh dari isteri dan orangtua?" Andi tersenyum, lalu menepuk lembut pundak Bima.

"Terima kasih banyak ya, Pa. Sejauh ini papa selalu ada buat bantu Bima, entah biayain, entah mempermudah langkah Bima, Bima nggak bisa apa-apa tanpa Papa." guman Bima tulus.

"Sudahlah, itu sudah jadi kewajiban papa, Bim. Fokus ke internship mu dan segera lanjut ambil PPDS, oke?" Andi tersenyum, menatap putra semata wayangnya itu dengan penuh kebanggaan.

Bima mengangguk dengan mantab, "Pasti Pa! Bima sudah janji akan menjadi kebanggaan untuk Papa dan mama!"

Andi mengangguk dan tersenyum, ia kemudian bangkit dari sofa ruang tamu dan melangkah ke dalam. Sementara Bima masih duduk di depan laptop dengan tatapan tidak percaya. Keuntungan internship masih satu kota dengan orangtua ya you know lah gimana? Dia tidak harus pusing cari kost atau kontrakan, makan masih ikut orangtuanya dan lain sebagainya. Ditambah lagi ia tidak harus jauh dari Melinda, jadi tidak perlu pusing kalau mendadak hasrat kelelakian dia minta dituntaskan, toh ada isterinya bukan? Jadi secara garis besar, ia untung dengan hanya internship di rumah sakit yang tidak jauh dari rumah sakit tempat ayahnya dinas itu.

"Seneng banget sih?" tampak Melinda sudah muncul dari balik pintu, ia masih dengan blazer kuningnya, seragam khas dari kantornya yang merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia.

"Sayang, sudah pulang?" tampak wajah Bima makin sumringah melihat sang isteri sudah pulang kerja itu.

"Iya dong, kalau belum pulang pasti aku tidak akan di sini kan, Sayang?" Melinda bergelayut manja di lengan Bima.

"Jadi apa yang membuat suamiku ini sumringah banget wajahnya?" tanyanya sambil mencubit gemas pipi Bima.

"Aku dapat wahana internship di kota ini sayang, berkat papa. Jadi aku nggak harus ke luar kota atau keluar pulau."

"Wahana internship?" tanya Melinda sambil mengerutkan keningnya.

"Tempat magang Sayang, istilahnya tempat magang gitu buat dokter yang baru lulus koas dan diambil sumpah kayak aku gini," guman Bima menjelaskan dengan sabar, maklum Melinda bukan kalangan medis, jadi mungkin awam dengan istilah-istilah medis yang sering ia gunakan.

"Oh begitu, aku nggak jadi kamu tinggal kan berarti?" tanya Melinda sambil bersandar manja di bahu Bima.

"Nggak, nggak akan! Bisa gila aku jauh dari kamu, Sayang!" bisik Bima tepat di telinga Melinda yang sontak membuat bulu kuduk Melinda meremang.

"Eh, baru dibisikin udah turn on?" goda Bima yang langsung dibalas tepukan gemas dari Melinda.

"Bodo ah!" Melinda sontak bangkit dengan wajah manyun, ia bergegas melangkah ke kamarnya.

Bima buru-buru bangkit dan mengekor di belakang isterinya, ia rasa main sebentar sore-sore tidak ada salahnya bukan? Sepuluh menit, lima belas menit ia rasa cukup. Bima bergegas masuk ke dalam kamarnya, meletakkan laptop lalu memeluk tubuh itu dari belakang.

"Eh mau ngapain?" Melinda terkejut, pelukan itu begitu erat.

"Main kilat nggak ada salahnya kan?" bisik Bima yang belum mau melepas pelukan itu.

"Nggak, ini masih sore. Mama papa belum tidur!" protes Melinda sambil berusaha melepaskan diri.

Namun Bima tidak menyerah, ia tetap melancarkan aksinya. Dan sore itu segala perlawanan Melinda tidak membuahkan hasil, ia harus menyerah dibawah kendali suaminya.

Nafas Bima sudah begitu memburu, "Please, Baby ... be the good girl!"

***

"Lho, Melinda mana?" Anita sudah duduk di kursi sementara Bi Sari sedang menyiapkan hidangan makan malam di meja makan.

"Baru mandi, kasihan kayaknya capek banget, Ma." guman Bima beralibi, padahal isterinya itu masih setengah lemas akibat perbuatan Bima beberapa saat yang lalu.

"Ya tanggal muda gini kayaknya bank rame kan? Perusahaan-perusahaan pada transfer gaji ke karyawan dan karyawan pada antri ambil, pasti lalu lintas uangnya jadi padat," Andi duduk di kursinya, ia kemudian meneguk air putih dalam gelas.

"Jangan biarkan dia terlalu capek dan stress dengan pekerjaannya, Bim! Papa sudah pengen cucu!" ujar Andi sambil menatap Bima dengan serius, tentu hanya Bima yang ia harapkan bisa memberinya cucu, anaknya cuma Bima seorang, kalau bukan Bima mau siapa lagi?

Bima sontak tertawa, tentu kedua orangtuanya ini sudah ngebet pengen cucu, nasib anak tunggal ketika sudah menikah tentu di todong untuk segera membuatkan mereka cucu bukan? Apalagi memangnya?

"Malah ketawa, papa sama mama serius, sudah benar-benar pengen cucu nih?" Anita menimpali, yang langsung di balas anggukan kepala oleh Bima.

"Ini juga baru Bima usahakan, Pa ... Ma, doanya ya!"

"Kemarin sudah medical check-up lengkap, kan, kalian berdua?" Andi menatap putra nya lekat-lekat.

"Ya sebatas medical check-up sesuai syarat untuk pengajuan di KUA sih, Pa." jawab Bima sambil menusuk tempe goreng dengan garpu.

"Nggak cek fertilitas?" tampak Andi terbelalak, itu adalah salah satu tes penting untuk yang hendak menikah, bukan?

"Ahh ... buat apa sih, nggak perlu deh!" Bima tersenyum kecut, Melinda tidak pernah mengeluh apapun selama ini, mens dia wajar, jadi untuk apa?

"Yasudah kalau begitu, yang jelas cepat berikan mama dan papamu ini cucu!"

***

Vina menghela nafas panjang, beberapa detik yang lalu tendangan itu bertubi-tubi dilancarkan oleh kaki kecil dari dalam rahimnya. Sontak air matanya menitik, ternyata sensasinya seperti ini? Ada setitik kebahagiaan yang luar biasa ia rasakan hingga ia kembali untuk kedua kalinya menitikkan air mata bahagia selama kehamilannya.

Yang pertama ketika ia pertama kali USG dan melihat sosok itu tengah terlelap dalam rahimnya dan yang kedua adalah saat ini, ketika tendangan itu bertubi-tubi ia rasakan. Ia sempat tidak ingin anak ini lahir! Namun setelah melihat dia waktu USG, perlahan-lahan cinta Vina untuk janin dalam kandungannya pun mulai tumbuh.

Seandainya ia tahu siapa laki-laki yang menitipkan benihnya dalam rahim Vina, tentu ia akan menikmati masa bahagia ini bersama dia bukan? Jika ia mau bertanggungjawab tapi. Kenapa semua ini harus terjadi? Kenapa ia harus hamil tanpa suami seperti ini?

Seperti apa bapak dari janinnya ini? Tinggi tegap? Atau berperut buncit macam om-om? Masih muda atau malah sudah separuh abad? Sontak Vina merinding membayangkan tubuhnya digagahi laki-laki tua berperut buncit. Astaga, kenapa ia malah jadi kembali jijik dengan dirinya sendiri?

"Sayang minum dulu susu ...," Ani tertegun ketika mendapati Vina tengah terisak di atas ranjangnya. Ia duduk dengan kaki lurus sambil bersandar di tembok.

"Sayang kamu kenapa?" tanya Vina panik, ia meletakkan segelas susu rasa strawberry yogurt dengan es batu itu di atas nakas.

"Dia nendang perut Vina, Ma!" lapor Vina sambil tersenyum, air matanya masih menitik.

Ani tersenyum penuh haru, "Sakit?" tanya Ani sambil itu mengelus lembut perut Vina.

Vina hendak menggeleng ketika kemudian tendangan itu kembali dilancarkan. Ani yang tangannya masih diatas perut Vina sontak terkejut, mata mereka berpandangan lalu tawa mereka pecah.

"Kamu mau kasih salam sama oma ya? Hallo anak manis, cepat lahir ya? oma sudah nggak sabar mau gendong kamu!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anita Ratna
Salut sm Mamanya Vina yg legowo mau nerima
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • I'm Hold You   End Chapter - Pamit

    Vina menitikkan air mata ketika akhirnya dia bisa merasakan bagaimana rasanya IMD. Bagaimana rasanya bayi langsung menyusu kepadanya begitu lahir.Bima terus menerus membantu bayi kecil mereka menyusu sambil terus menerus menitikkan air mata. Semuanya kompak menangis haru, membuat beberapa paramedis sengaja menjauh agar tidak menganggu interaksi keduanya."Udah dong nangisnya!" Ejek Vina yang tidak sadar diri, dia bahkan masih menitikkan air mata."Aku bahagia banget, Sayang! Sungguh!" Bima tersenyum, matanya masih memerah dan basah, membuat Vina terkekeh seraya mengelus lembut kepala bayi yang baru beberapa menit lahir itu."Aku sudah minta lebihan darah untuk kita lakukan pengecekan, Sayang. Kita akan deteksi lebih dini. Dan harapanku ... Tidak ada lagi Anetta yang lain." Bisik Bima lirih."Bagaimana ka--.""Sayang! Stop overthinking, oke?"Vina tertegun menatap mata itu, ia tersenyum getir dengan air m

  • I'm Hold You   New Chapter 9

    Minggu pagi. Vina ingat betul hari ini minggu pagi. Cuaca cerah di luar sana dengan langit biru yang begitu bersih. Tapi kali ini, bukan langit biru yang Vina lihat dengan matanya. Yang ada dj depan mata Vina sekarang adalah langit-langit koridor koridor OK, menantikan gilirannya masuk ke dalam salah satu ruangan.Vina mengelus perut membukitnya, rasanya seperti Dejavu. Ya ... Beberapa tahun yang lalu Vina pernah ada di posisi ini. Terbaring dengan perut besar membukit menantikan tindakan operasi. Bedanya, dulu dia menanti dengan penuh rasa khawatir karena usia kandungan yang belum cukup dan tentu saja dia harus berjuang sendiri di dalam sana.Kali ini ... Semuanya berbeda. Usia kandungan Vina sudah sangat cukup dan sekarang, dia tidak lagi sendirian. Sosok yang sudah siap dengan setelan scrub, nurse cap dan masker itu terus menggenggam tangannya erat-erat. Sama sekali tidak melepaskan tangan Vina, seolah tidak mau berpisah barang sedetikpun dari Vina. 

  • I'm Hold You   New Chapter 8

    "Sayang ...." Bisikan Bima lirih sambil mengguncang bahu sang istri. Vina sama sekali tidak membuka mata, hanya menggumam perlahan tanpa bergerak sedikitpun. Bima tersenyum getir, intinya malam ini dia tidak terima penolakan. Mumpung mereka tidak menginap di rumah sakit! Dan Bima tidak mau mensia-siakan kesempatan ini? "Ayolah, aku kadung janji sama Neta nih!" Rayu Bima tanpa gentar. Kalau pergumulan mereka beberapa hari yang lalu tidak menghasilkan karena ternyata Vina sedang tidak subur, maka kali ini Bima sudah hitung betul-betul masa subur sang istri dan inilah saatnya. "Salah sendiri asal bikin janji. Kan aku udah ngomong dulu kalo sama Neta jangan sembarangan bikin janji!" Vina bergeming, sama sekali tidak menghiraukan segala macam kode dari Bima. Bima menghela napas panjang, intinya dia sudah bertekad bahwa dia harus bisa menghamili Vina untuk kedua kalinya! Atau mungkin nanti jadi ke tiga kali? Empat? Atau berapa?

  • I'm Hold You   New Chapter 7

    “Congratulations, istriku tercinta!” Vina yang masih dalam balutan toga tertegun melihat sang suami menyodorkan buket mawar merah yang cukup besar itu kepadanya. Ini adalah kali pertama Bima memberinya bunga, pertama kalinya yang kebetulan bersamaan dengan acara wisudanya. Vina tersenyum dengan mata berkaca-kaca, menerima bunga itu dan pasrah ketika Bima menarik dan menjatuhkan Vina ke dalam dekapan tubuhnya. Air mata Vina menitik, harusnya Anetta ikut di sini sekarang. Menyaksikan sang mama diwisuda setelah berjuang tiga setengah tahun kuliah sambil merawat Anetta selama ini. Masih tergambar betul dalam ingatan Vina ketika dia harus ujian akhir semester satu dan Anetta habis imunisasi. Bagaimana perjuangan Vina belajar sambil sesekali menyusui Anetta yang rewel dan sedikit demam pasca imunisasi. Sekarang semuanya terbayar lunas sudah! Dia sudah berhasil meraih gelar S.H-nya. Menjadi sarjana hukum dengan predikat cumlaude ketika lulus. “Aku em

  • I'm Hold You   New Chapter 6

    Suara pintu terbuka, Vina sontak menoleh dan mendapati dua nenek rempong itu sudah masuk bersama-sama ke dalam ruangan. Heran, rumah mereka jaraknya cukup lumayan, tapi kenapa bisa barengan begitu sampainya? “Neta tidur?” tanya Ani sambil memencet botol handsanitizer yang menempel di tembok. “Tidur, Ma. Kok bisa barengan?” tanya Vina sambil menatap mereka bergantian. “Bisalah, kan kompak!” jawab Anita seraya mengedipkan sebelah mata. Vina melongo, bisa begitu? Nampak Anita mendekati ranjang, di mana Bima tertidur begitu pulas sambil memeluk Anetta, sebuah pemandangan yang sejak tadi sudah menguras air mata Vina dengan begitu luar biasa. “Bim ... bangun gih! Pulang sana istirahat!” bisik Anita sambil mengguncang lembut bahu anak lelakinya. Sejak dua hari memang Bima belum pulang kerumah. Selain banyak tugas yang diberikan konsulen, Bima sama sekali tidak mau berpisah dengan Anetta. Bima nampak menggeliat, membuka matanya perlahan-lahan

  • I'm Hold You   New Chapter 5

    "Neta nggak bisa makan untuk sementara waktu, Ma." Gumam Bima ketika Ani datang membawa banyak sekali makanan kesukaan Anetta."Kenapa, Bim? Dia baik-baik saja, bukan?" Tampak wajah itu sangat khawatir, membuat Bima tersenyum getir dan mengangguk pelan."Tentu, dia baik-baik saja. Hanya efek dari BMT adalah adanya gangguan pencernaan dan mungkin muncul sariawan di mulut, jadi makanan Anetta sampai beberapa saat ke depan sampai pencernaannya membaik hanya melalui infus." Jelas Bima sabar, ia sudah menjelaskan hal ini pada Vina, untuk Anita tentu Andi sudah menjelaskannya lebih dulu, bukan?"Oh begitu?" Ani nampak murung menatap bungkusan yeng dia bawa, "Vina juga nggak boleh makan?""Kalau Vina boleh, Ma. Dia bebas mau makan apa aja." Tentu Bima paham kalau Ani khawatir dan kecewa karena apa yang dia bawa tidak bisa Anetta nikmati, tapi semua itu demi kebaikan Anetta, bukan?"Sampai kapan Neta harus dirawat, Bim? Kapan dia bo

  • I'm Hold You   New Chapter 4

    "Sakit?" Tanya Bima sambil mengelus puncak kepala sang istri yang kini tergolek di ranjang dengan kateter yang menancap di leher. Vina menggeleng lemah, "Demi Anetta, semua ini sama sekali tidak terasa sakit, Mas." Bima mengangguk, menjatuhkan kecupan mesra yang begitu manis dan mampu membuat dua orang yang ada di ruangan itu auto iri melihatnya. Vina tersenyum, akhirnya kini dia yang berbaring di sini. Bukan karena sakit, tetapi bersakit-sakit ria demi Anetta. Setelah prosedure panjang yang dilakukan, hasil pemeriksaan HLA yang paling cocok merujuk pada dirinya. Bukan Bima atau anggota keluarga yang lain. Jadilah ini Vina kembali berjuang demi Anetta setelah dulu berjuang di OK demi melahirkan Anetta. "Kamu wanita paling hebat dan kuat yang pernah aku kenal, Vin." Bima mengelus lembut dahi Vina, wajah mereka begitu dekat membuat siapapun yang di sana gigit jari melihat kemesraan itu. "Kau tau siapa yang membuatku

  • I'm Hold You   New Chapter 3

    “Mas, ada apa?”Bima mengangkat wajah, mengabaikan sejenak segelas es teh yang dia pesan sambil menantikan Vina datang menemuinya di kantin rumah sakit. Kini, istri cantiknya itu sudah hadir dan berdiri di depannya.“Anetta gimana? Aku mau masuk tapi masih harus ada jaga.” Bima harus ingat betul, tidak boleh sembarangan orang masuk ke dalam kamar Anetta, dia sekalipun harus memastikan bahwa dia bersih dan steril. Jadi agak susah dan ribet kalau dia yang masih jaga ini harus bolak-balik membersihkan diri sebelum masuk ke dalam.“Baik, dia sudah bisa tidur.” Vina duduk di hadapan Bima, nampak Vina hanya mengenakan sweeter dan kaos yang nantinya jika di dalam ruangan akan di ganti dengan setelan scrub yang bersih.“Darahnya masih keluar?” tentu itu yang Bima tanyakan, tiap menit, hal itu yang selalu Bima khawatirkan.“Yang hidung belum mau berhenti, Mas. Untuk telinga sudah mampet sih.”

  • I'm Hold You   New Chapter 2

    “Ayolah, Ma ... semua demi Anetta.” Mohon Vina sambil menggenggam erat kedua tangan Ani.Vina paham, sangat mengerti bahwa sulit bagi Ani untuk berpisah dari Anetta. Vina masih ingat, ketika dia sibuk kuliah, meskipun dibantu oleh baby sitter, Ani-lah yang mengawasi dan merawat Anetta selama ini. Tentu akan sangat sulit bagi Ani menerima bahwa cucunya harus pindah tinggal di rumah besannya.“Berapa banyak sih biaya buat bikin ruangan kaca atau apalah itu? Duit Mama nggak cukup, Vin?” tanya Ani dengan mata memerah.Vina menggelengkan kepala cepat, matanya ikut memerah. Bisa Vina lihat sorot luka penuh kekecewaan itu terpancar di mata Ani. Siapa yang tidak terluka? Selama bertahun-tahun merawat seorang diri Anetta yang tengah hamil lalu merawat bayinya dengan sepenuh hati dan penuh kasih sayang, tiba-tiba harus dipisahkan seperti ini?Tapi semua itu bukan karena keserakahan atau keegoisan semata. Semua demi Anetta! Vina sangat berhar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status