"Kita bicarakan semuanya nanti, aku harus follow up beberapa pasien dan stand by IGD. Nanti makan siang aku balik." Bima sudah cukup pusing sejak tadi terus diserang Vina. Meskipun Bima tahu, Vina berhak dan pantas meluapkan semua emosinya.
Vina melengos, ia melangkah menuju ranjang Anetta yang sejak tadi terus mengawasi. Membuat Bima kembali menghela napas panjang untuk mengisi stock sabarnya.
"Vina memang seperti itu, jadi saya har--."
"Bima ngerti, Ma." potong Bima cepat. "Boleh Bima panggil mama, kan?"
Bisa Bima lihat wanita paruh baya itu terkejut setengah mata dengan permintaan yang Bima ajukan. Matanya menatap Bima dengan tatapan tidak percaya, membuat Bima tersenyum dan mengangguk pelan.
"Ibu adalah mama Vina, ibu dari anak Bima. Jadi boleh, kan, Bima panggil mama?" kembali Bima mengajukan permintaan itu, membuat Ani lantas tersadar dari keterkejutannya.
"Sebelumnya boleh saya tanya, Dokter Bima?" Ani memasang wajah serius, meskipun
“Kamu bisa menolak sekarang, Vin. Tapi kalau Anetta yang minta, kamu masih mau nolak? Dia butuh aku, Vin. Ingat itu baik-baik!”Vina membelalakkan matanya, menatap Bima dengan tatapan tidak suka. Apa katanya? Anetta butuh dia? Setelah pergi dan cuci tangan, sekarang Bima mendadak muncul dan dengan enteng bilang kalau Anetta butuh dia?“Siapa bilang Anetta butuh kamu? Toh selama ini dia hidup bertiga denganku dan mama, dia baik-baik saja tanpa kamu!” tukas Vina yang tidak terima Bima dengan begitu enteng berkata demikian.“Terlepas dari kesalahan bodoh dan semua dosa yang aku lakukan, dia tetap butuh aku sebagai figur ayah, Vin. Tolong jangan egois!” Bima mengerti Vina begitu marah kepadanya, tetapi tidak lantas dia kemudian bersikap seperti ini.“Egois? Kau pikir pergi begitu saja setelah menghancurkan hidupku, itu tidak egois?”Bima terbungkam. Seperti biasa ketika kalimat dan kejadian itu yang Vina
“Anetta, ya?” tampak dokter Agus sibuk membolak-balik lembaran kertas berisi status pasien milik Anetta.Bima mengangguk, “Betul, Dok.”Jujur ia begitu cemas luar biasa. Sejak semalam dia terus memikirkan kemungkinan apa yang terjadi pada anak gadisnya dengan kondisi yang demikian. Apakah sebuah penyakit serius? Ada mutasi DNA yang menyebabkan Anetta harus menderita penyakit itu? Bima mencoba mengusir jauh-jauh semua ketakutan itu, ia menantikan dokter Agus selesai membaca lembar status yang dia bawakan ke mejanya.“Sudah kau tengok dia hari ini, Bim?” wajah dokter Agus terangkat, menatap Bima yang berharap-harap cemas sedari tadi.“Sudah, Dok. Kondisi stabil dan baik, hanya saja di kakinya terdapat beberapa memar yang muncul tiba-tiba.” Jelas Bima yang lupa menuliskan hasil follow up-nya pagi tadi.“Memar?” alis dokter Agus terangkat, ia menatap Bima dengan begitu serius.Bima meng
"Kamu siap?"Melinda tercekat. Radit menatap dirinya dengan serius. Mata mereka bertemu, dengan sorot serius. Melinda kembali menitikkan air mata. Membuat Radit memalingkan wajah karena tidak tega melihat wanita itu menangis macam itu."Siap nggak siap, aku harus siap, kan, Mas?" Melinda meraih tisu, menyeka air matanya sambil berusaha meredakan tangis."Berat loh, Mel. Kamu harus benar-benar kuat. Setahun-dua tahun, apalagi pas lihat dia nikah, dia hamil, rasanya tuh sakit banget. Sampai pernah rasanya aku pengen ngilang aja gitu dari muka bumi."Melinda menghela napas panjang, Melinda tahu betul hal itu tanpa perlu Radit jelaskan. Baru membayangkan saja hati Melinda sudah sakit sekali, bagaimana kalau dia melihat secara langsung? Ah ... hati Melinda sudah begitu pedih rasanya.Radit menghela napas panjang, Melinda tidak perlu menjawab semua pertanyaan yang tadi dia ajukan. Sorot dan ekspresi wajah Melinda sudah menjawab semua pe
"Bim, kamu kenapa?"Tentu dokter Agus panik dan terkejut melihat mahasiswanya menangis sesegukan seperti itu. Ia menatap Bima yang bahunya naik-turun efek tangisnya yang pecah. Apa yang membuat Bima syok dan menangis sesegukan macam itu?Bima belum menjawab, ia masih menangis sesegukan sambil menyeka air mata. Dokter Agus meraih tisu, menyodorkan benda itu ke depan Bima yang langsung menarik selembar tisu dan menyeka air matanya.Dokter Agus dengan sabar menanti, sampai isak tangis Bima sedikit mereda, membuat dokter Agus menghela napas panjang dan kembali mengulang pertanyaan yang sama."Kamu kenapa, Bim? Ada apa?" kalau hanya terbawa suasana dan kasihan pada pasien mereka, tentu Bima tidak akan menangis seheboh ini, bukan?"Sa-saya mohon, Dok. Saya mohon sekali, tolong selamatkan Anetta, Dok."Dokter Agus mengerutkan keningnya, sungguh berlebihan kalau Bima sampai seperti ini hanya karena prihatin dengan kondisi pasien me
"Permisi, Bu. Ada titipan, ya?"Vina kontan menoleh, mendapati perawat muda itu masuk ke dalam kamar Anetta. Perawat itu membawa kantung plastik di tangan. Titipan? Titipan apa?"Titipan apa, Sus? Dari siapa?" Ani bangkit, menerima kantung plastik yang disodorkan oleh perawat itu."Makan siang, Bu. Dari dokter Bima. Tadi kata beliau harus pergi ke laboratorium."Vina tertegun, Bima? Harus ke laboratorium? Apakah hasil tes lab Anetta sudah keluar? Vina kontan bangkit, melangkah turun dari ranjang dan mendekati perawat itu."Dokter Bima sekarang di mana, Sus?" tanya Vina yang sudah begitu penasaran dengan hasil tes lab Anetta. Apa yang sebenarnya tengah Anetta derita."Wah kalau itu saya nggak tahu, Bu. Tadi cuma pesan begitu sama saya."Vina menghela napas panjang, "Terima kasih banyak kalah begitu, Sus.""Kalau begitu saya permisi, Bu."Vina menatap kepergian perawat itu. Setelah sosok itu keluar,
“Kamu benar-benar belum bisa menentukan apa penyakit Anetta, Mas?” Vina masih belum puas dengan jawaban demi jawaban yang keluar dari mulut Bima, firasatnya mengatakan bahwa sebenarnya Bima tahu sesuatu dan tengah menyembunyikan sesuatu darinya saat ini.“Bukan aku yang berhak menentukan, semua ada di tangan dokter Agus selaku pediatric senior, Vin. Aku masih dalam tahap pendidikan, kau ingat?”Vina menghela napas panjang, “Aku ingat, tapi setidaknya ilmu yang kamu pelajari sampai detik ini tentu bisa membantumu sedikit mengetahui apa yang terjadi pada Anetta.”“Ada kelainan genetik, Vin. Itu dugaanku sementara.”Vina terperajat mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut Bima. Ada kelainan genetik? Kelainan yang seperti apa? Selama ini Anetta sehat. Sangat sehat! Vina selalu memantau betul perkembangan anak gadisnya. Vaksin Anetta pun lengkap. Dia ASI sampai usia dua tahun dan selama ini semua nampak bai
"Bim, boleh Mama tahu, apa yang sebenarnya terjadi pada Anetta?"Bima tercekat, ia yang tengah meremas lembut tangan Anetta yang kini sudah terlelap itu lantas menundukkan kepala. Sudah pasti dia akan dikejar pertanyaan itu. Tadi Vina, sekarang nenek Anetta. Harus Bima jawab apa?"Para dokter masih perlu tes laboratorium yang lebih spesifik, Ma. Jadi sabar ya, nanti kalau semua tes sudah selesai dan keluar hasilnya, Bima pasti akan kasih tahu Mama sama Vina."Bisa Bima lihat bahwa wajah itu sontak berubah sedu. Matanya memerah membuat Bima yakin setelah ini dia akan dicecar banyak pertanyaan lagi perihal kondisi Anetta."Penyakitnya parah, Bim? Kenapa Mama rasa mimisan ya itu tidak seperti mimisan pada umumnya." kembali Ani bersuara, membuat Bima rasanya ingin segera menyingkir dari sini. "Sebagai orang awam, Mama bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Anetta, Bim. Pendarahannya luar biasa hebat dan sulit sekali mampet."Bim
Melinda terkejut ketika mendapati Radit muncul dan melangkah ke arahnya. Sudah jam pulang, dia tengah menunggu Bima menjemput, ya walaupun tidak ada komunikasi di antara mereka seharian ini, tapi bukakah biasanya Bima tidak pernah lupa menjemput dirinya pulang kerja. Ya kecuali kalau pekerjaan di rumah sakit benar-benar tidak bisa ditinggal."Mas belum balik?" tanya Melinda ketika Radit lantas berdiri di sebelahnya."Kamu sendiri belum pulang? Kenapa masih di sini?" bukan jawaban yang Melinda dapatkan, melainkan pertanyaannya yang sengaja seperti dilempar balik padanya oleh Radit."Ya nunggu jemputan lah, Mas. Apa lagi?" Melinda tertawa kecil, membuat Radit ikut tertawa di sisinya."Sudah dalam perjalanan? Coba hubungi dulu suamimu."Melinda tercekat. Benar juga! Kenapa Melinda tidak mencoba menghubungi terlebih dahulu? Apa benar Bima akan menjemputnya? Kenapa Melinda bisa GR sekali? Terlebih sikap Bima berubah total akhir-akhir i