Share

06. Cerita tentang Lyra

"Apa kita bisa berangkat sekarang?" tanya Vincent.

"Ah, tunggu dulu! Aku akan cepat kembali." Lyra kembali masuk ke rumah dengan setengah berlari. Sepertinya ada yang ingin diambil oleh gadis berusia 23 tahun itu.

Vincent hanya bisa terdiam di tempatnya sambil menunggu Lyra kembali. Sekilas ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kediaman Keluarga Darien yang begitu luas. Ia memang baru pertama kali datang ke tempat ini sebab sejak diselamatkan satu tahun lalu, ia hanya ditempatkan di laboratorium.

"Aku belum pernah bertemu dengan Tuan Gilbert secara langsung. Kira-kira seperti apa ya orangnya?" gumam Vincent penuh tanda tanya. Dulu saat masih menjabat sebagai bos mafia, ia cukup sering melakukan transaksi obat yang dijadikan racun dengan bawahan Tuan Gilbert. Namun, ia sama sekali belum pernah melihat sosok pria yang sudah memberinya identitas baru itu.

"Ho, pantas saja putriku tidak mau melepaskanmu. Rupanya wajah barumu memang sangat tampan."

Seperti pucuk dicinta ulam pun tiba, Tuan Gilbert hadir sendiri di hadapan Vincent. Matanya mencari di mana sumber suara yang mengajaknya berbicara itu.

Vincent tidak menyangka jika Tuan Gilbert adalah sosok pria tua berambut putih dengan tubuh pendek sedikit gemuk. Tadinya ia sempat berpikir jika ayah dari Lyra itu masih gagah serta memiliki tubuh tinggi semampai.

"Kenapa kau melihatku seakan heran sekali? Apa aku sangat berbeda dengan yang ada di dalam pikiranmu?" tebak Tuan Gilbert tepat sasaran.

"Ah, bukan begitu, Tuan," dalih Vincent.

Tuan Gilbert hanya tersenyum samar melihat wajah Vincent yang sedikit kebingungan. Ia juga sempat mengagumi hasil desain putrinya yang tercetak jelas di wajah pria muda di hadapannya itu.

"Putriku sangat baik karena telah menghadiahkan wajah tampan itu padamu. Meskipun aku tahu jika wajah aslimu juga tak kalah tampan dengan wajah barumu sekarang," papar Tuan Gilbert.

Jantung Vincent tersentak sebab perkataan Tuan Gilbert. Namun, ia mencoba untuk bersikap wajar saat itu.

"Apa Anda tahu wajah asliku bagaimana?" tanya Vincent basa-basi.

Tuan Gilbert terkekeh kecil. Ia bahkan berjalan mendekati Vincent lalu bertindak merapikan dan membersihkan jas yang dikenakan oleh pria itu.

"Kau itu adalah Vincent Cadmael. Aku sudah curiga dari awal, dan sekarang aku bisa memastikan jika itu adalah jati dirimu yang sebenarnya. Kau mungkin bisa menipu orang lain, tapi tidak denganku," tegas Tuan Gilbert sambil menatap mata Vincent tajam.

"AYAH! APA YANG AYAH LAKUKAN DI SITU?"

Suara kencang dari kejauhan membuat suasana yang tadinya tegang pun mereda. Keduanya menoleh ke arah Lyra yang tampak sedikit kesusahan berlari karena sepatu hak tingginya.

Pada akhirnya Lyra berhasil mendekati Vincent dan ayahnya. Napasnya sedikit terengah karena berlari cukup kencang. Tatapannya kini tertuju pada Tuan Gilbert seolah meminta sebuah jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Aku hanya menyapa Gavin, memangnya tidak boleh?" Tuan Gilbert ternyata mengerti yang dimaksud oleh putrinya.

Lyra tak begitu saja percaya. Kini pandangan gadis bermata bulat itu beralih pada Vincent yang berada di sisi kirinya. Ia pun menatap pria itu dengan lekat seperti kepada ayahnya barusan.

"Iya. Paman hanya ingin menyapaku saja kok," jelas Vincent sedikit berdusta. Ia sedikit melirik ke arah Tuan Gilbert seolah memberi kode jika ia tidak akan mengatakan hal yang sebenarnya pada gadis cantik di hadapannya itu.

"Wah ... ternyata kalian bisa seakrab ini. Kau bahkan memanggilnya paman." Lyra tampak menatap Vincent sambil menaikan sebelah alisnya.

"Sudahlah, Lyra. Kalian berdua 'kan harus segera berangkat ke pesta. Kalian harus bergegas," sela Tuan Gilbert yang tak ingin masalah menjadi lebih panjang. "Aku akan masuk. Rasanya sudah tidak sabar merebahkan tubuh di atas kasur," imbuhnya seraya meregangkan otot-otot tuanya dan pura-pura menguap.

"Aduh, punggungku," gerutu Tuan Gilbert sembari berjalan menjauh ke arah rumah.

Vincent dan Lyra sama-sama memperhatikan Tuan Gilbert yang sudah hampir masuk melewati pintu utama. Keduanya berpikir jika Tuan Gilbert memang benar-benar sudah renta.

"Berapa umur ayahmu?" tanya Vincent penasaran.

"Sekitar 65 tahun," jawab Lyra.

"Lalu umurmu?"

"Aku 23 tahun."

Vincent mengalihkan pandangannya pada Lyra. Ia akui gadis di sampingnya itu terlihat cukup muda, segar, dan cantik. Jika Lyra mengatakan usianya 20 tahun, mungkin saja ia akan percaya.

"Hmm ... berarti ayahmu kesulitan punya anak ya? Lalu ibumu tinggal di sini juga?" Vincent cukup penasaran. Selama setahun terakhir ini ia tak banyak bicara atau bertanya pada Lyra sehingga ia tak tahu apa-apa tentang gadis itu.

"Aku tidak tahu ibu ada di mana. Lagipula ayahku juga tidak menikah. Dia hanya beberapa kali meniduri wanita yang melahirkanku dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan di usia 40an. Setelah aku lahir, wanita itu pergi entah ke mana," jelas Lyra. "Ayahku seorang ilmuwan, sepertinya masa mudanya hanya dihabiskan meneliti di laboratorium," tambahnya kemudian.

Vincent baru mengetahui fakta tentang kehidupan pribadi Lyra. Ia tak menyangka jika gadis yang ceria dan suka seenaknya itu tidak pernah merasakan kasih seorang ibu sejak baru lahir.

"Ah, maaf. Aku tidak bermaksud menganggumu dengan pertanyaan itu," jelas Vincent sedikit merasa tak enak hati.

Lyra menoleh ke arah Vincent dan mengulas senyum sangat manis. "Tidak masalah. Aku sudah biasa menceritakan kisah ini pada orang-orang, tapi baru kau yang merasa tidak enak dan meminta maaf. Biasanya mereka akan memandangku dengan tatapan agak jijik lalu berpura-pura peduli," ungkap Lyra sembari mengubah senyuman manisnya menjadi senyum getir.

Melihat Lyra memasang raut wajah seperti itu membuat Vincent merasakan betapa beratnya hidup sebagai Lyra. Akhirnya ia memahami alasan gadis itu tidak mempunyai teman dekat.

"Oh ya, apa yang kau lakukan di dalam tadi? Sepertinya kau terburu-buru untuk mengambil sesuatu," tanya Vincent berusaha memperbaiki suasana.

Lyra mengeluarkan sebuah kacamata pria yang ia genggam dari balik punggungnya. Kacamata dengan bingkai dan gagang logam tipis berbentuk oval itu langsung dipasangkannya ke wajah Vincent.

"Aku tahu kalau kau akan sangat tampan jika menggunakan kacamata. Kau kelihatan smart sekaligus dingin. Ah, aku sangat suka!" seru Lyra penuh semangat.

Vincent terkekeh kecil saat melihat tingkah Lyra. Pantas saja saat ia sedang bercermin, sepintas ia memikirkan jika dirinya sangat cocok menggunakan kacamata. Ternyata konsep yang dibuat oleh Lyra untuk wajahnya memang seperti itu.

"Baiklah, aku aku menggunakan kacamata ini agar kau senang. Aku akan membuatmu bangga berdampingan denganku di pesta nanti. Namun, ada hal yang ingin aku minta darimu nanti. Apa kau tidak keberatan?" tanya Vincent memastikan.

Dahi Lyra sedikit berkerut, tapi seketika ia langsung mengiyakan tawaran Vincent.

"Baiklah, karena ini pertama kalinya kau meminta maka akan aku kabulkan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status