Share

05. Kejutan

Lyra menggerutu sepanjang perjalanan pulang. Ia memang masih sangat kesal dengan Vincent. Padahal ia sudah susah payah membujuk Dokter Collins agar bisa membawa pria itu ke acara pesta dansa yang diadakan salah satu orang tua teman sekolahnya dulu esok lusa. Namun, karena insiden tak terduga, kemungkinan ia akan gagal.

"Hah... aku pasti akan dipermalukan lagi oleh mereka," lirih Lyra. Meskipun perasaannya kacau balau, ia masih tetap fokus mengendarai mobilnya.

Lyra memang merupakan gadis yang ceria, tapi ia tak begitu beruntung sebab tak ada satu pun teman yang mau bersahabat dekat dengannya. Entah mengapa hal itu bisa terjadi, padahal ia selalu saja berusaha agar disukai. Kemungkinan teman-temannya itu iri padanya sebab meskipun tak melakukan apa-apa, ia bisa hidup dengan enak. Bahkan sampai terdengar julukan 'Putri Beban' untuknya. Padahal Lyra sendiri adalah anak yang cerdas dan memiliki potensi, hanya saja dengan caranya sendiri.

"Katanya dulunya dia bos mafia, tapi bisa-bisanya melakukan hal bodoh dengan tangannya," oceh Lyra lagi.

Tak terasa sekitar dua puluh menit Lyra telah sampai di rumahnya. Begitu sampai sudah ada beberapa pelayan yang menyambut serta mengantarkannya ke dalam. Adegan itu sudah biasa ia lalui setiap hari sehingga ia tak merasa heran.

"Nona Lyra, ayah Anda sudah menunggu di ruang tengah sedari tadi. Beliau ingin berbicara dengan Anda," ujar Pak Edo yang tiba-tiba muncul dari balik pintu masuk utama.

Lyra hanya menghela napas lirih seraya masuk ke kediamannya yang mirip dengan istana. Sebagai putri tunggal keluarga Darien, memang seharusnya ia tak perlu repot-repot bekerja. Cukup dengan menikahi pria kaya raya yang bisa mengelola bisnis sang ayah, ia bisa hidup enak sampai mati. Namun, Lyra memiliki tujuannya tersendiri.

Tampak Tuan Gilbert sedang duduk sambil membaca surat kabar. Matanya benar-benar fokus melihat ke arah kumpulan huruf yang bersatu menjadi banyak kalimat dengan informasi di dalamnya.

"Ada apa Ayah menungguku? Jangan bahas hal konyol lagi karena aku sangat lelah," ucap Lyra dengan wajah tanpa minat.

Tuan Gilbert melirik ke arah putri semata wayangnya sembari menurunkan sedikit kacamata bacanya. Ia lalu melipat dan menaruh surat kabar yang baru saja dibacanya di meja.

"Ayah sudah memutuskan," ujar Tuan Gilbert.

"Memutuskan apa?" Dahi Lyra berkerut dalam sebab ia yakin akan mendengar hal yang tidak diinginkan.

"Ayah dengar pria itu sudah selesai menjalankan operasi plastik. Ayah harap kau melepaskan dia dan jangan lagi berhubungan dengannya. Ayah sudah berbaik hati memberikan identitas padanya. Setelah dia sudah benar-benar pulih, dia akan Ayah kirim ke London," papar Tuan Gilbert.

Lyra menggebrak meja hingga membuat Tuan Gilbert mengelus dada karena kaget. Putrinya itu terlihat sangat marah dan memelototinya. Jantungnya yang memang lemah seketika saja berpacu lebih cepat.

"Kau mau buat Ayah cepat mati ya? Kenapa kau kasar sekali padahal kau seorang gadis?" protes Tuan Gilbert.

"Itu karena aku tak setuju dengan usulan Ayah! Bagaimana bisa Kak Gavin hidup jauh dari kita? Lagipula aku tak akan semudah itu melepaskannya. Aku tidak mau jika mahakarya yang aku buat dimiliki oleh orang lain nantinya," tegas Lyra yang menolak tegas perintah sang ayah.

"Kalau begitu, kurung saja dia di dalam sangkar!" bentak Tuan Gilbert yang cukup kesal dengan putrinya.

"Aha, itu adalah ide yang bagus. Aku akan membuat sangkar yang sangat besar untuknya," sahut Lyra.

Tuan Gilbert memijit pelipisnya. Ia sungguh pusing menghadapi sifat keras kepala putrinya itu. Pada akhirnya ia tidak memiliki pilihan lain lagi, ia menyetujui apapun yang akan dilakukan oleh Lyra.

"Kau bisa lakukan semaumu, tapi harus hati-hati dan tanggung risikonya sendiri," pesan Tuan Gilbert.

Wajah Lyra yang tadi diselimuti oleh awan mendung pun seketika cerah. Ia sangat bahagia karena sang ayah sudah memberikan kebebasan padanya. Dengan sangat cepat ia pun menghambur dan memeluk ayahnya erat.

"Terima kasih, Ayah! Aku tahu kalau Ayah adalah yang paling terbaik di dunia ini," puji Lyra sembari mencium pipi Tuan Gilbert.

"Ya Tuhan ... coba lihat anak ini. Dia sangat manis jika keinginannya dituruti," decak Tuan Gilbert.

Lyra tak begitu mendengar gerutuan ayahnya. Yang jelas saat ini moodnya sedikit membaik karena tak harus dipusingkan dengan sang ayah mengenai masalah Vincent.

***

Hari di mana Lyra akan menghadiri pesta dansa pun tiba. Saat itu pula Vincent meminta Dokter Collins untuk membuka perban di hidungnya. Menurut sang dokter pembengkakan akibat operasi tidak akan begitu parah sebab hanya dilakukan perbaikan sedikit pada bagian yang rusak.

"Apa penampilanku tidak terlihat aneh?" tanya Vincent.

"Anda sangat tampan, Tuan. Memang hidung Anda masih sedikit bengkak, tapi tidak terlalu kentara," jawab Dokter Collins.

"Hmm ... kau pernah bilang jika aku harus di sini selama seminggu untuk pemantauan. Benar 'kan?" Vincent mencoba memastikan apa yang ia dengar tempo hari.

"Benar sekali, Tuan."

Vincent sejenak berpikir mengenai ucapan Lyra yang akan mengajaknya ke pesta dansa hari ini. Apa mungkin gadis itu akan berlaku seenaknya jika tidak ada insiden hidung bengkok yang dialaminya? Namun, pesta dansa sepertinya tidak buruk sebab ia juga sudah bosan di dalam laboratorium ini. Selain itu, pasti akan ada hal menarik di acara pesta dansa kalangan atas.

"Apa malam ini aku boleh keluar?" tanya Vincent. Ia tahu jika pesta dansa pasti akan diadakan malam hari.

"Anda mau ke mana, Tuan?"

"Aku ingin menghadiri pesta dansa bersama dengan Lyra. Bagaimana menurutmu?" Vincent memandang wajah Dokter Collins seolah meminta pendapat.

***

Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, tampak Lyra sudah sangat cantik mengenakan off shoulder dress warna peach yang menunjukkan bahu mulus putihnya. Rambutnya ditata sedikit bergelombang dan dibiarkan terurai begitu saja. Namun, kecantikan penampilannya tak serta merta membuatnya senang sebab ia hanya akan datang seorang diri tanpa pasangan.

"Apa aku tak usah datang saja ya?" gumam Lyra dengan wajah murung.

Gadis cantik berwajah mungil itu sejenak berpikir keras tentang akibat jika ia tidak hadir. Pastinya ia akan menjadi bahan gosip yang menyenangkan bagi para teman-temannya. Ia pasti tidak akan nyaman jika ada pesta-pesta berikutnya. Lebih buruknya, mungkin saja saat ia mengadakan pesta, tidak akan ada teman-temannya yang datang. Oh, sungguh tidak dapat ia bayangkan.

"Oke, Lyra! Kau harus kuat menahan terpaan masalah ini. Kau tidak boleh lari," gumam Lyra penuh semangat.

Tiba-tiba indra penciumannya merasakan wangi parfum musk yang cukup kuat dan enak, diiringi dengan suara bariton terdengar menyapanya.

"Ternyata kau sudah siap."

Orang yang hadir itu ternyata adalah Vincent. Penampilannya sangat rapi menggunakan setelan jas berwarna navy, sungguh membuat siapa saja yang melihatnya akan terpana.

"Ba-bagaimana bisa kau muncul di sini?" Lyra seakan tak percaya dengan kehadiran Vincent. Ia sampai membekap mulutnya sendiri saking terkejutnya.

Vincent meraih jari jemari Lyra lalu menciumnya. Ia berlaku seperti seseorang yang sangat romantis malam itu.

"Mana mungkin aku mengecewakan dewi penolongku yang cantik ini," ujar Vincent sesaat setelah mencium jari jemari Lyra yang lentik.

Wajah Lyra seketika bersemu merah. Ia tersipu sekaligus terharu karena tak jadi berangkat ke pesta dansa sendirian. Setidaknya ia bisa menyombongkan diri karena mengajak Vincent bersamanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status