Share

Apakah Aku Masih Perawan?

Penulis: UmiLovi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-30 11:40:56

Setelah berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Endokrinologi Reproduksi dan Infertilitas, yakni dokter Hendri, akhirnya diputuskan bila Ron dan Bela harus lebih dahulu dicek kesuburan sebelum nantinya diambil sperma dan sel telur. Sementara Harsha, harus mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung hormon untuk mempersiapkan kondisi rahimnya.

Setelah melalui hari-hari yang panjang dan proses yang melelahkan bagi Harsha, akhirnya tiba saatnya ia dibawa ke ruangan khusus di mana dokter akan menyuntikkan embrio Ron dan Bela. Karena harus bolak-balik ke kota, sementara keadaan ibunya belum stabil, Harsha terpaksa meminta bantuan pada perawat di rumah sakit untuk mengawasi ibunya selama ia tak ada.

"Sudah siap?" Dokter Hendri memperhatikan pasiennya yang nampak sangat pasrah di ranjang pasien.

"Siap, Dokter." Harsha menjawab dengan dada berdebar was-was. "Dokter, apakah setelah proses ini saya bukan lagi gadis perawan?"

Dokter Hendri meletakkan jarum suntik di tangannya dan mendekat di kepala Harsha.

"Dalam istilah medis, seseorang dinilai tidak perawan apabila selaput daranya sudah robek. Namun, itu saja tidak cukup, karena bisa saja selaput dara robek karena terjatuh atau kecelakaan. Jadi, selama anda belum melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis, itu artinya anda masih perawan, Nona."

Harsha mengangguk dengan lega setelah mendengar penjelasan itu. Sedikit kekhawatiran di hatinya mulai sirna.

"Kami akan melakukan prosedur itu dengan sangat hati-hati tanpa merobek selaput dara anda."

Dan proses mendebarkan itupun akhirnya dimulai. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Harsha membiarkan seorang pria melihat bagian paling intim di tubuhnya. Dengan air mata berlinang, Harsha merasakan sesuatu di bagian bawah tubuhnya masuk semakin dalam. Rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya, terbayang wajah ibunya yang semakin membuat hati Harsha teriris nyeri.

"Maafin Harsha, Bu."

.

.

"Sha, Harsha."

Dingin, Harsha menarik selimut yang menutupi bagian kakinya hingga sebatas leher. Ia pingsan saat proses penyuntikan embrio itu berlangsung beberapa jam yang lalu.

"Harsha, kamu bisa mendengarku?"

Persekian detik, ingatan Harsha kembali ke momen di mana ia sedang berbaring dengan kedua kaki terangkat ke atas. Harsha sontak membuka mata dan sosok wanita cantik yang sedang tersenyum lantas membuatnya menghembuskan napas lega.

"Nyonya Bela," desis Harsha ditengah kebingungan yang menderanya.

Ia tak lagi berada di ruangan dingin itu. Harsha sudah dipindah ke ruang rawat inap.

"Kamu akan menginap di sini sampai besok. Ron akan menjagamu di sini karena aku harus pulang. Ada urusan penting yang tidak bisa aku tinggalkan." Bela mengalihkan tatapan pada suaminya yang duduk di sofa tak jauh dari ranjang.

Dengan lemah, Harsha menganggukkan kepala. Ia meraba perutnya yang masih rata. Apakah embrio itu sudah masuk ke rahimnya?

"Siklus satu berhasil disuntikkan ke rahimmu. Dokter tadi bilang, kamu dilarang banyak bergerak dulu setidaknya sampai nanti malam."

"Baik, Nyonya," jawab Harsha patuh. Ia melirik ke tempat Ron, di mana pria itu sedang sibuk dengan tablet di tangannya.

"Aku pergi dulu," pamit Bela sembari berbalik badan dan menghampiri suaminya, mengecup mesra bibirnya sebelum kemudian menghilang di balik pintu.

Ruangan yang mewah dengan segala fasilitasnya yang canggih. Harsha memperhatikan setiap sudut kamar rumah sakit yang justru mirip kamar hotel. Bahkan ibunya tak mendapat fasilitas semewah ini di kota kecil mereka.

"Apa kamu lapar?"

Pertanyaan Ron membuat Harsha menghentikan tingkah noraknya. Ia memperhatikan majikan ganteng itu dengan malu-malu.

"Sedikit, Tuan."

"Mau makan apa? Sekalian aku pesankan di restoran."

Singkat, padat dan jelas. Harsha selalu menilai Ron sebagai pria yang irit bicara. Sejak kecil, Harsha mengagumi sosok Ron yang kharismatik dan selalu berwibawa di manapun berada, Ron juga jarang tersenyum sehingga Harsha sangat sungkan untuk berbicara dengannya.

"Terserah Tuan saja," sahut Harsha keki, ia bahkan tak tahu apakah makanan favoritnya, Telur bumbu balado, dijual di restoran itu.

"Aku benci kata terserah."

Ron bangkit dari kursi, ia mendekat ke ranjang pasien di mana Harsha berbaring dengan wajah pias mengawasinya.

"Jangan jadi perempuan yang tidak punya pendirian dan bersembunyi di balik kata terserah," saran Ron dingin.

Sementara Harsha, seandainya bisa lari dan kabur, mungkin ia sudah melakukannya sejak Ron bangkit dari sofa. Aura Ron selalu menyeramkan dibalik sikapnya yang selalu terlihat tenang.

"Baiklah. Saya mau makan telur bumbu balado," putus Harsha dengan suara lirih.

"Telur apa?"

"Telur bumbu balado, Tuan. Apakah restoran menjual makanan itu?"

Ron memeriksa menu online di tabletnya dengan seksama. Keningnya mengernyit rapat dalam usahanya mencari makanan yang diinginkan oleh Harsha.

"Tidak ada." Ron menggeleng cepat ketika tak ada menu telur balado di restoran itu. "Pesan yang lain saja!"

"Baiklah, pesan nasi pecel saja kalo begitu."

"Tidak ada makanan semacam itu di restoran ini, Harsha. Jangan aneh-aneh!" bentak Ron frustasi mendengar nama makanan itu. "Biar aku saja yang pesan makanan untukmu!"

Dari ranjangnya, Harsha memperhatikan Ron dengan tatapan ngeri. Dibentak begini saja sudah membuat nyali Harsha menciut, apalagi jika harus berhadapan dengan pria ini selama sembilan bulan ke depan!

Tak lama, sensasi aneh di perutnya mulai mengusik ketenangan Harsha, ia hampir saja menurunkan kakinya sebelum Ron berteriak lagi.

"Jangan turun!"

Harsha menyentuh dadanya yang sontak berdebar kencang karena terkejut. Ia melirik Ron dengan takut.

"Saya mau ke toilet, Tuan. Saya kebelet pipis."

"Dokter melarangmu bergerak. Kencing saja di sana!"

"Apa!?" Harsha terbelalak syok. "Kencing di kasur ini?" serunya tak percaya.

"Kamu memakai kateter! Coba lihat itu!" Ron menunjuk selang kecil yang menjuntai di samping ranjang Harsha. "Jadi jangan banyak bergerak dan tetaplah di situ!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • IBU PENGGANTI KESAYANGAN TUAN CEO   Liburan

    "Berlibur?" Ron mengernyit heran setelah mendengar permintaan Harsha yang tak biasa sore ini. Ia baru saja menyerahkan sebotol stok Asi untuk bayinya ke ruang NICU, dan Harsha mendadak mengajaknya liburan seakan mereka tak direpotkan oleh seorang bayi yang sedang berjuang untuk tetap hidup. "Iya. Liburan. Kapan terakhir kamu liburan?" Harsha bangkit dan menggandeng lengan suaminya yang masih mematung di samping pintu. Ron menerawang sejenak, alisnya terangkat untuk mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali ia pergi berlibur. Sepertinya sudah sangat lama, hingga Ron lupa kapan persisnya. "Entahlah, aku lupa.""Kalo begitu ayo kita pergi liburan!" putus Harsha riang tanpa beban. "Lalu Brisya? Kamu akan meninggalkannya di sini?" Ron memandang istrinya dengan heran. "Bagaimana bisa kita bersenang-senang sementara anak kita sedang berjuang di dalam sana, Harsha?" "Kita hanya pergi dua hari, bukan pergi selamanya! Jangan berlebihan." Harsha meninggikan suaranya karena tersinggung d

  • IBU PENGGANTI KESAYANGAN TUAN CEO   Jenuh

    Ron akhirnya menyerah pada keangkuhannya. Ia setuju pada ide nama yang diberikan oleh Harsha untuk putri mereka. Ron menekan egonya demi kebaikan. Ia ingin menjadi ayah dan suami yang sempurna untuk keluarga kecilnya yang baru. Ron berharap bisa mengimbangi kebaikan dan ketulusan Harsha pelan-pelan. "Brisya Nora Birnandi." Ron tersenyum ketika membaca nama bayi kecilnya yang kini terpampang di papan kecil --yang ditempel di inkubator. Sejak seminggu yang lalu, papan nama itu sudah tertempel di situ. Kini, hanya tinggal dua bayi yang masih dirawat di ruangan steril dengan berbagai macam alat bantu kesehatan itu. "Selamat pagi, Pak." Lamunan Ron seketika itu buyar setelah mendengar suara sapaan khas yang selalu menyapanya di jam sembilan pagi. Ron menarik napasnya singkat sebelum akhirnya berbalik badan. "Selamat pagi, Vick. Apa ada berita terbaru hari ini?" tanya Ron seraya berlalu dari jendela NICU dan beringsut duduk di kursi besi di dekat sana. Vick membuntutinya di

  • IBU PENGGANTI KESAYANGAN TUAN CEO   Istri Luar Biasa

    Bela sangat pencemburu. Dia tidak suka melihat Ron terlalu akrab dengan lawan jenis. Jangankan ketahuan mengobrol dengan perempuan, ketahuan melirik atau memperhatikan perempuan lain saja pasti jadi masalah besar bagi Bela. Itulah mengapa sejak menikah dengan Bela, Ron benar-benar memutuskan komunikasi dengan Kalina. Ia pun mengganti beberapa manajer perempuan di kantornya untuk meminimalisir pertemuan dengan mereka di saat meeting. Sejak menikah, Ron benar-benar menjaga hati dan dirinya hanya untuk Bela seorang. "Aku bertemu tante Brigitta kemarin di mall. Beliau sebenarnya sudah lupa denganku, katanya wajahku sudah banyak berubah. Benarkah begitu, Ron? Apakah aku tampak lebih muda dari usiaku?" Kalina terkekeh sembari menyentuh pipinya yang memerah. Harsha dan Ron hanya saling melirik dengan keki ketika melihat gelagat Kalina yang tersipu setelah memuji dirinya sendiri. "Jadi kamu bertemu mami?" "Nah, iya! Beliau cerita kalo istrimu baru melahirkan. Makanya akhirnya aku datan

  • IBU PENGGANTI KESAYANGAN TUAN CEO   Jangan Samakan Aku dengan Dia

    Sudah hampir satu jam berlalu sejak Ron kembali ke kamar VVIP yang ditempati Harsha, tetapi pria itu tak sekalipun membuka mulut atau sekedar memperhatikan sang istri yang sedang memompa ASI. Biasanya, Ron akan duduk dengan wajah berbinar dan menemani Harsha, setiap kali melihat wanita muda melakukan rutinitas pumping untuk bayi mereka. Setiap tetes air susu untuk putri mereka yang sedang berjuang di ruang NICU itu, selalu membuat Ron takjub. Walaupun sesekali, Ron akan menggoda Brisya dengan sesekali memberikan belaian lembut di gundukan menggiurkan itu.Namun, sudah satu jam berlalu dan Ron masih betah memandangi layar laptopnya tanpa sekalipun terdistraksi oleh gerak-gerik Harsha. Entah mengapa moodnya memburuk pasca bertemu Victor. "Kamu marah sama aku?" Suara lembut itu membuat jemari Ron membeku diatas keyboard laptopnya. Ia melirik sekilas ke arah Harsha yang sedang duduk di sebelah jendela, memompa asi sambil menikmati pemandangan adalah kegiatan favoritnya. "Tidak." Ron m

  • IBU PENGGANTI KESAYANGAN TUAN CEO   Dia Menghilang

    "Jadi dia belum ditangkap?" Ron menggretakan giginya dengan keras. "Lalu apa kerjaan polisi-polisi itu semingguan ini, huh!?" "Maaf, Pak. Tapi keberadaan nyonya Bela benar-benar tidak bisa di lacak. Nomornya tidak aktif sejak kejadian itu dan posisi terakhirnya tak memberikan petunjuk apapun," terang Vick dengan serius. "Di mana posisi terakhirnya?" "Di supermarket, Pak. Saya sudah mengecek CCTV di sana tapi sayangnya koneksi internet pada hari itu jelek, sehingga kualitas gambarnya buruk dan menyusahkan tim kepolisian mencermati setiap pengunjung di sana," jelas Vick sembari mengangsurkan ponselnya, yang sedang memutar video copy CCTV di supermarket itu. "Sialan!" maki Ron sembari mengepalkan tangan. "Selama dia belum ditemukan, keselamatan bayiku dan Harsha sedang terancam." Ron terkesiap setelah ia mengucapkan kalimatnya barusan. Ia baru ingat, tadi dia meninggalkan Harsha bersama Victor yang notebene adalah kekasih Bela. "Vick, apa kamu sudah mengecek kediaman Mr. Simon?" Ro

  • IBU PENGGANTI KESAYANGAN TUAN CEO   Bros Keramat

    Sudah seminggu sejak Harsha melahirkan, hanya dua kali ia diijinkan melihat dan menggendong bayinya di ruang NICU. Bukan tanpa alasan, semua demi menjaga kestabilan emosi Harsha yang selalu goyah tiap kali usai menjenguk putri kecilnya. Melihat selang kecil di mulut mungilnya, juga selang ventilator yang tak pernah lepas membantu pernafasannya, selalu membuat tangis Harsha pecah detik itu juga. Akhirnya, dokter hanya mengijinkan Harsha melihat dari jauh tanpa boleh mendekat agar kondisi psikisnya terjaga. Meskipun berat, tapi perlahan-lahan Harsha mulai menerima keadaan bayinya yang bermasalah dengan kesehatannya. Ia mulai sanggup mengelola emosinya, menata hatinya, menguatkan batinnya. Bersama Ron, suaminya, Harsha belajar untuk ikhlas pada takdir mereka. Sebenarnya, Harsha sudah diperbolehkan pulang tiga hari pasca cesar, hanya saja ia tak ingin jauh-jauh dari bayinya, alhasil Ron akhirnya menyewa dan menganggap rumah sakit itu selayaknya hotel. Mereka berdua selalu mengunjungi b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status