“Bianca, apakah kamu Bianca?” tanya Erina, Erina terkejut atas kedatangan wanita itu secara tiba-tiba.Bianca yang baru saja datang, mengangguk.“Iya, Tante. Ini aku Bianca, Tante, Om, apa kabar? Oma dan Ello juga ada di sini ternyata,” jawab Bianca, ia menyalami mereka semua.“Ya ampun … ternyata benar kamu itu Bianca. Sudah lama sekali kita nggak ketemu. Apa kabar kamu? Sejak kapan kamu ada di Indonesia? Sini duduk!” seru Erina, ia menggeser posisi duduknya, memberikan tempat untuk Bianca.Nabila terdiam, suasana hatinya seketika berubah kacau setelah kedatangan Bianca. Ia meremas ujung bajunya sambil menunduk. Gala yang menyadari ketidaknyamanan Nabila, meraih tangannya lalu mengusap punggung tangannya.“Em … ada apa kamu ke sini, Bianca? Kami sedang ada acara keluarga,” timpal Gala, berharap Bianca mengerti, bahwa kehadirannya tidak diharapkan.“Tidak boleh begitu, Gala. Di sini Bianca adalah tamu. Sini duduk, sejak kapan kamu pulang, Bianca?” tanya Erina.“Baru beberapa hari, Tan
Setelah keadaan Nabila membaik dan dokter mengizinkan Nabila pulang, Gala pun segera membawa Nabila pulang ke rumah. Dengan wajah yang tampak berseri-seri, Gala mendorong Nabila di atas kursi roda, menuju mobilnya.“Padahal aku masih kuat, loh jalan. Tidak usah pakai kursi roda segala,” ujar Nabila.“Ingat kata dokter tadi, kamu tidak boleh capek. Apalagi belum lama ini kamu habis pingsan. Aku tidak mau terjadi sesuatu sama kamu, mulai hari ini aku akan memastikan kamu supaya tidak kelelahan,” sahut Gala.Gala membantu Nabila memasuki mobilnya. Lantas ia segera membawa Nabila pulang.Karena letak rumah sakit yang Gala datangi berjarak tidak jauh, mereka pun telah sampai dalam waktu yang tidak lama.Di rumah, semua orang yang bekerja di rumah Gala masih merasakan kekhawatiran terhadap Nabila. Saat Gala dan Nabila memasuki rumah, mereka langsung menyambut kedatangan mereka, lantas segera menanyakan bagaimana tentang kabar kesehatan Nabila.“Kalian semua tidak usah khawatir, Nabila tida
Mata Nabila sampai berair, ia menutup hidungnya menggunakan baju.“Loh, kok bau? Ini enak loh, Sayang wangi juga. Biasanya kamu suka!” seru Gala, ia merasa aneh.Nabila menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Memberikan isyarat kepada bi Nining dan mbok Min, supaya menjauhkan makanan itu dari hadapannya.Bi Nining dan mbok Min saling melempar pandang. Dengan cepat, Nabila berdiri hendak meninggalkan ruang makan. Namun, saat ia baru berjalan 3 langkah, kepalanya terasa berputar, hingga ia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya lagi. Nabila pun tiba-tiba ambruk ke lantai.Semua orang berteriak terkejut, mendapati Nabila tak sadarkan diri.“Nabila!” pekik Gala, ia mendekati Nabila.“Ya Tuhan … Pak Gala, sepertinya Nabila sedang sakit. Lihat, wajahnya juga sangat pucat. Sebaiknya cepat bawa Nabila ke rumah sakit. Takutnya penyakitnya parah,” ujar mbok Min. Ia pun tak kalah khawatir dari Gala.Gala mengangguk, dengan cepat Gala membopong tubuh Nabila, lantas membawanya ke luar dan memasukan Nabila
“Sayang, aku mau jujur sama kamu, tentang siapa sebenarnya Bianca.”Gala menghela napas kasar sebelum memulai ceritanya.“Jadi, Bianca adalah mantan pacar aku sebelum aku dan Delima menjalin hubungan. Bianca juga adalah teman sekelas Delima waktu SMA. Waktu itu, kami cukup dekat saat masih SMP, dan memutuskan untuk menjalin pacaran saat kami masuk SMA. Bianca juga sering mengunjungi rumahku, dari situ Bianca menjadi akrab dengan Ello, mami, papi dan Oma. Saat aku masih berpacaran dengan Bianca, saat itu pula Ello tengah menjalani hubungan pacaran dengan Delima. Tapi, hubunganku dengan Bianca harus kandas setelah kami menjalani hubungan satu tahun. Orang tua Bianca membawanya pindah keluar negeri, karena orang tua Bianca menjalani bisnis di sana. Jadi, mau tidak mau kami harus memutuskan hubungan kami.Kami putus secara baik-baik, tidak ada kebencian di antara kami. Setelah itu, aku dekat dengan Delima, yang telah putus dengan Ello karena suatu alasan. Hingga aku dan Delima memutuskan
“Bi Nining kok sudah rapi begini, mau ke mana, Bi?” tanya Nabila.Nabila dan Gala menatap bi Nining dari ujung kepala hingga ujung kaki.Bi Nining tersenyum terlihat salah tingkah, bak ABG yang sedang puber. Parfum yang dipakainya pun tercium begitu menyengat. Membuat Gala dan Nabila yang menciumnya, cukup merasa pusing.“Em … anu, Mbak Nabila dan Mas Gala. Saya … mau pergi ke pasar,” jawab bi Nining.Nabila mengernyitkan dahinya, tidak biasanya bi Nining ke pasar dandan seperti itu.“Mau ke pasar, ya? Tapi … kok cantik sekali, Bi Nining. Kayak mau pergi ke kondangan,” ujar Nabila.Bibir bi Nining yang berwarna merah menyala tersenyum merekah mendengar pujian dari Nabila.“Saya mau ke pasar bareng pacar baru saya. Kebetulan dia tukang ojek yang mangkal di dekat pasar, ini sekarang pacar saya lagi nunggu di depan. Kalau begitu, saya pergi sekarang, ya! Kasihan pacar saya lama nunggu,” sahut bi Nining.Nabila dan Gala saling melempar pandang. Mereka tersenyum geli melihat sikap bi Ninin
Nabila spontan menoleh ke arah belakang. Di sana, Gala berdiri dengan senyuman yang menghiasi wajah tampannya.“Mas, kamu di sini? Bukankah kamu tadi mau bertemu dengan klien kamu? Em … ini bando siapa?” tanya Nabila.Gala duduk di samping Nabila. Ia merangkul bahu Nabila, lantas ia mengusap rambut yang terurai panjang itu.“Ketemuannya batal, ada kendala yang mengharuskan pertemuan ini tidak jadi. Ini bando barusan aku beli buat kamu. Oh iya, kamu kenapa duduk di sini sendirian? Apakah kamu sudah menjenguk Oma di kamar?” tanya Gala.Nabila menyandarkan kepalanya di bahu Gala. Ia menatap lurus ke arah ikan-ikan hias yang ada di kolam itu.“Sudah, Mas. Aku sudah menjenguk Oma tadi. Di sana juga ada-”“Bianca? Kamu merasa tidak nyaman ada Bianca di sini? Aku akan menyuruhnya untuk pulang,” potong Gala, ia hendak berdiri dan pergi.Nabila mengangkat wajahnya menatap Gala. Ia menggelengkan kepalanya pelan dan menarik kembali Gala untuk duduk.“Bukan seperti itu, aku … aku tidak apa-apa, k