37"Adik? Bukankah ayahku dan anakmu sudah melakukan tes DNA dan tidak ada kecocokan DNA di antara mereka?" Alexander tersenyum sinis. Sungguh tak habis pikir dengan orang-orang tidak malu ini. "Walaupun bukan anak biologis Papimu, tapi Ivan sudah seperti anaknya sendiri, Lex. Sejak lahir Ivan ikut papimu, bahkan papimu sangat menyayanginya.""Ya ya ya, sangat menyayanginya, hingga menelantarkan anaknya sendiri, yang harus hidup terlunta-lunta. Ah, sudahlah, Tante! Sebaiknya kalian tinggalkan rumahku! Tidak ada tempat untuk kalian di sini!" Alexander benar-benar jengah. Setelah mengatakan itu, ia berlalu dengan tanpa melirik lagi dua orang yang baginya tidak penting. Namun, siapa sangka wanita yang sejak tadi memohon itu, mengejarnya dan langsung bersimpuh di kakinya dengan air mata berurai. "Alex, Tante mohon, jangan begini, Nak. Kami sudah tidak punya apa-apa. Rumah pemberian dari Papimu sudah tergadai untuk biaya hidup kami sehari-hari. Kami tidak punya apa-apa dan siapa pun di s
38Terlena. Itulah yang dirasakan Aira saat ini. Ia membiarkan Alexander menciumnya. Ia menikmatinya. Ia bahkan membalas ciuman lelaki itu. Entah sampai berapa lama. Hingga saat kesadarannya terkumpul, wanita itu membuka matanya dengan paksa. Ini salah! Ini tidak boleh! Tangan yang semula berpegangan kuat dengan meremas kemeja Alexander di dada, kini mendorong dada itu dengan kuat, hingga tautan bibir mereka terlepas.Dengan napas tersengal dan dada turun naik cepat, Aira menatap tajam lelaki yang baru saja merampas hak bernapasnya itu, sebelum melayangkan sebuah tamparan, dan mendarat di pipi Alexander lumayan keras. Setelahnya, wanita itu berlari masuk ke dalam kamar Alister, dan mengunci diri di kamar mandi. Mencuci bibirnya berkali-kali untuk menghilangkan jejak ciuman lelaki itu. Aira terus merutuki dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa terbuai oleh lelaki itu? Bagaimana bisa membiarkan lelaki itu melakukan padanya? Bodoh! Ia seperti wanita murahan yang dengan mudah memberikan
39"Boss, Nyonya Ranti dan anaknya memaksa masuk!" lapor Jo dengan wajah lempeng seperti biasa. "Kau tahu apa yang harus dilakukan, bukan?" tanya Alexander tanpa menoleh ke arah sang Tangan kanan. "Tapi Nyonya Ranti memaksa, Boss. Ia bahkan melempar salah satu orang kita yang menghalangi, dengan batu." Wajah Alexander memerah. Walaupun tahu akan ada kejadian seperti ini, tetapi tak urung kesal mendera. "Biarkan mereka masuk. Aku mau tahu apa mau mereka!" putusnya akhirnya. Lelaki kaku bernama Jo yang selalu terlihat memakai jas, berlalu ke sebuah pintu. Tak lama muncul Ranti dan anaknya dari sana. "Alex, kamu benar-benar tega sama kami? Kamu perlakukan kami seperti anjing yang harus mengais makan dari tempat sampah?" Baru masuk, Ranti langsung menghardik Alexander yang tetap tenang tak terganggu. Lelaki itu tetap menyuap makanannya. "Kalau tidak suka. Tante boleh pergi. Tidak ada yang memaksa untuk tetap tinggal di sini, bukan?" balasnya ringan. "Dasar kamu tidak punya perasaa
40Alexander berlari menaiki tangga. Perasaannya tidak dapat digambarkan seperti apa. Orang rumah melaporkan Ranti menyelinap masuk ke dalam rumah, lalu memaksa ingin menggendong Alister. Namun, Aira mempertahankannya. Hingga kedua wanita itu terlibat rebutan bayi Alister. Ranti yang nekat akhirnya mendorong tubuh Aira, hingga wanita itu terjatuh dengan Baby Al dalam gendongannya. Aira terjatuh dan tertimpa lemari kecil di ruang bermain, karena kejadiannya di ruang bermain. Nahasnya, lemari tempat penyimpanan berbagai mainan itu oleng terkena tubuh Aira, hingga akhirnya ambruk menimpa tubuh wanita yang terus melindungi Alister itu. Alexander tidak habis pikir, bagaimana bisa Ranti masuk ke dalam rumahnya? Bukankah dia sudah memerintahkan semua orang untuk waspada? Inilah yang ia takutkan sejak awal kedatangan kedua orang itu. Lelaki itu terus berlari menuju kamar Alister tanpa jeda. Selama hidup, baru kali ini merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Setelah mendorong pintu yang ter
41"Kalau aku bisa melakukannya sendiri, kenapa harus membayar orang?" tukas Alexander seraya berdiri karena ternyata Nina sudah masuk membawa nampan yang berisi makanan untuk Aira. Gadis itu sempat terpaku di ambang pintu melihat tuan besar yang ditakuti dan disegani di sini, seolah bersimpuh di kaki Aira. "Suapi dia! Sepertinya Alister tidak akan mau terlepas darinya," perintah sang boss lagi sambil berdiri. Saat melihat gadis itu malah berdiri terpaku di ambang pintu. "Sebentar lagi dokter akan datang memeriksa kau dan Alister. Semoga kalian tidak harus ke rumah sakit. Aku masih ada urusan dengan orang-orang itu," ujar Alexander lagi, sebelum meninggalkan ruangan. Menyisakan Aira yang bernapas lega, juga Nina yang kembali raut jahil di wajahnya. "Cie … makin intim aja calon ibu sambung Baby Al sama Papa Al," godanya sambil cekikikan, sebelum menaruh nampan di meja. Aira memutar bola mata malas. "Dia hanya memijat kakiku, Nin. Jangan membuat gosip yang tidak-tidak, ya," tukas A
42Aira berdiri di ujung balkon kamar Alister seperti biasa. Malam ini angin berhembus lumayan kencang, hingga Aira harus mendobel bajunya dengan baju hangat. Pandangan wanita itu terus memperhatikan ke bawah sana, di mana di halaman terjadi lagi sesuatu yang pernah ia lihat beberapa bulan lalu. Dulu, Vallery diseret dua pengawal dan dimasukkan ke dalam mobil dengan paksa agar mau keluar rumah itu. Kini, kejadian sama terulang. Ranti dan anaknya juga dimasukkan ke dalam mobil dengan paksa, entah akan dibawa ke mana. Para pengawal berwajah kaku itu tidak peduli sama sekali walaupun Ranti berteriak dan meronta-ronta minta dilepaskan. Mereka tetap membawa kedua, oh tidak. Mata Aira memicing tajam. Ternyata bukan dua orang, tetapi tiga orang yang diseret dan dimasukkan mobil. Selain Ranti dan anaknya, ada seorang lagi yang diperlakukan sama. Bahkan lebih kejam. Dia adalah salah satu pelayan yang bekerja di rumah Alexander. Aira berspekulasi kalau pelayan itu yang membantu Ranti masuk
43Hari-hari setelah penolakan itu, sikap Alexander terhadap Raka agak berubah. Ia tak mempermasalahkan seandainya Aira menyusui bayinya bersama-sama di kamar Alister. Hanya saja, Aira tahu kalau Alexander tidak tulus melakukan semua itu. Semua ia lakukan hanya untuk menarik perhatian Aira. Sungguh, bukan sikap seperti itu yang diharapkan Aira dari laki-laki yang ingin memperistrinya. Sekali lagi Aira memantapkan hatinya kalau keberadaannya di sana hanya ibu susu. Tidak lebih! Kelak, setelah kontrak selesai, ia dan Raka akan pergi dari sana. Cukup dua tahun Raka terabaikan. Aira ingin menebus kesalahannya kepada sang anak dengan fokus mengurusnya setelah keluar dari sana. Apa jadinya kalau ia menerima Alexander menjadi suami? Alister memang mendapat kasih sayang yang utuh darinya. Bahkan porsinya lebih banyak dari Raka. Lalu, bagaimana dengan Raka? Raka tetap tidak mendapat sosok ayah. Ia tetap terabaikan. Ia tetap anak tiri yang kedudukannya tidak akan sama seperti Alister. Ba
44"Kenapa semua orang berkumpul di sini? Apa baru ada pesta di sini?" tanya suara dingin yang tak lain milik Alexander. Saat semua orang bungkam dan tertunduk takut sang boss marah besar, Aira perlahan memutar tubuhnya hingga menghadap Alexander. Wanita itu mengangguk hormat. Ia memang tidak minta izin, karena selain acara tidak akan memakan waktu lama, Aira mengira Alexander tidak akan pulang secepat ini. "Maaf, Tuan. Saya tidak izin memakai dapur Anda. Saya hanya pinjam sebenar dapur untuk mendoakan kebaikan bagi anak saya," ucap Aira dengan menunduk. Takut semua orang akan terkena imbas kemarahan sang Tuan besar karena kesalahannya. "Mendoakan anakmu?" Kening Alexander berkerut, kemudian pandangannya tertuju ke arah Raka yang sekitar mulutnya belepotan krim kue. Anak itu terlihat masih menggenggam sesuatu yang baru dimasukkan ke dalam mulutnya. "Kenapa anakmu?" lanjut lelaki itu dengan mengedarkan pandang kepada semua orang yang masing-masing memegang piring berisi potongan k