Share

Bab 4

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2024-11-02 16:06:52

[Target sudah kami habisi, Nyonya!] Sebuah foto diterima Anesya. Foto seorang gadis belia yang tergeletak tak berdaya. Darah segar mengalir. Kerumunan orang terlihat sesak.

[Bagus! Karena kalian mengerjakan perintah dengan baik, saya akan segera kirim bonus.] Hati Anesya yang sedang bahagia berbunga-bunga. Bahkan dia lekas membuka e-banking dan mengirim sejumlah uang.

[Terima kasih Nyonya.]

Balasan diterima. Anesya tersenyum puas. Hari ini dia baru mau menjemput Safiyya dan membawanya pulang. Misinya sudah selesai. Putri kandung dari suaminya sudah tidak ada lagi di dunia ini.

“Lihat ‘kan, Mas? Aku jauh lebih pintar dari pada kamu,” batin Anesya sambil menyeringai. Dia lekas berjalan dan segera meraih kunci mobil. Hari ini, dia berencana mau menjemput Safiyya.

Anesya berjalan ringan. Dia tak tahu jika para sindikat itu sudah melepaskan Ameera dan membawa kabur uang-uangnya. Foto itu hanya sebuah foto kecelakaan lalu lintas yang para sindikat itu kirim, korbannya entah siapa.

“Kamu akan tetap menjadi putri di rumah ini, Safiyya Sayang. Gadis si*lan itu sudah mama lenyapkan,” Anesya berbicara sendirian sambil memacu kendaraan menuju rumah sakit. Di sanalah Safiyya dirawat.

***

Sasha berjalan tergesa menuju kontrakan Ameera. Dia harus segera menyampaikan kabar gembira ini. Ameera terpilih. Sepanjang jalan, bibir mungilnya tak henti bersenandung. Hatinya riang, benar-benar riang. Hanya saja ketika tiba di depan kontrakan milik sahabatnya itu, terlihat kontrakannya masih tertutup.

“Holaaa! Aaameeraaa!”

Suara nyaringnya yang memanggil Ameera berulang, beriringan dengan ketukan pada daun pintu, membuat tetangga sebelah kontrakan Ameera keluar.

“Ameeranya belum pulang, Mbak!”

“Eh, belum pulang, Mas? Kok bisa?”

Lelaki yang menggunakan celana kolor tersebut mengedik sambil bicara, “Ya, mana saya tahu, Mbak.”

“Oke, oke, woless, Mas!”

“Cuma tadi ada itu, Mas Ardi ke sini! Dia pun nungguin lama juga, eh Ameeranya gak balik-balik.”

Sasha menautkan alis. Tiba-tiba pikiran buruk melintas. Jangan-jangan Ardi berbuat yang tidak-tidak pada sahabatnya. Secara, akhir-akhir ini hubungan mereka sedang ada masalah.

“Oke-oke, Mas! Terima kasih!”

Sasha gegas mengeluarkan ponsel. Hanya saja nomor Ardi pun tak bisa dihubungi. Sasha pun lekas pulang. Esok dia akan ke kontrakan Ameera lagi. Semoga saja Ameera sudah ada di kontrakannnya.

Hanya saja, pas keesokan harinya Sasha datang. Rupanya Ameera masih belum pulang. Masih untung jadwal off kerja, jadi tak terlalu bermasalah. Sasha pun lekas mengirim pesan pada Gavin.

[Pak, teman saya lagi sakit keras. Minta kesempatan sekali lagi, ya, please!]

Pesan terkirim, centang dua warna biru. Hanya saja tak ada balasan. Tak patah arang, Sasha menelpon Gavin. Hanya saja, lagi-lagi panggilannya diabaikan.

Sasha pun akhirnya duduk menunggu di kontrakan Ameera hingga petang. Hanya saja, ternyata Ameera masih tak pulang.

“Ya Allah, Ra. Kamu ke mana, sih? Harusnya hari ini jadwal kamu ketemu Tuan Rivaldo." Lirih Sasha lemas. Sasha pun mulai cemas.

***

Rencana pertemuan dengan para peserta sayembara terpilih, hari ini dilaksanakan. Ada sepuluh orang yang Tuan Rivaldo pilih. Kini, para gadis itu tengah duduk mengantri di sebuah lobi hotel. Hanya saja, cuma delapan orang yang datang. Acara pertemuan itu sengaja mencari area yang berjauhan dengan rumah.

“Tuan, apakah sudah ada yang akan Tuan pilih untuk test DNA?” Gavin menatap wajah Tuan Rivaldo. Baru saja peserta sayembara terakhir tadi keluar dari ruangan selepas wawancara dan verifikasi data.

“Apakah sudah datang semua?” Tuan Rivaldo memastikan.

“Ada dua orang yang tak datang. Ameera dan Hazana, Tuan. Saya sudah warning mereka, ini kesempatan langka. Jika tak datang, maka dianggap mengundurkan diri, jadi ….”

“Hmmm … kalau gitu besok saya kasih nama-nama yang lain. Nama-nama ini, kamu aturkan untuk dicoba test DNA!” tukas Tuan Rivakdo lemah. Entah kenapa, gadis-gadis yang hari ini bertemu dengannya, tak satupun bisa membuatnya merasa jika salah satu dari mereka itu putrinya.

Gavin membawa ketiga gadis terpilih itu menuju sebuah rumah sakit untuk test DNA. Sebelum itu, dia sudah memberikan uang transport untuk para peserta yang gagal seleksi.

***

Ardi mengemudikan mobilnya menuju kontrakan petakan Ameera. Gadis yang ada di sampingnya memaksa untuk pulang setelah dirawat dua hari di sana.

“Ra, Mas saranin, kamu pindah kontrakan!”

“Kenapa?”

“Mas takut, mereka akan balik lagi dan nyari kamu, Ra.”

“Hmmm … mereka gak akan tahu kontrakan aku, Mas. Jadi gak usah berlebihan!”

Ardi menghela napas kasar.

“Apa karena lelaki itu?” telisik Ardi. Dia ingat betul, kata tetangga Ameera, beberapa saat sebelum Ardi datang dan menunggu, ada dua orang lelaki yang menanyakan tentang Ameera. Apakah karena lelaki itu juga, Ameera menolak pindah tempat tinggal. Dia sudah memiliki lelaki lain semenjak penolakan orang tuanya.

“Kamu makin ngaco deh, Mas. Sudah, deh.” Ameera malas membahas hal yang tak perlu. Lagipula, lelaki apa yang dimaksud Ardi. Ameera tak pernah menjalin hubungan dengan lelaki lain.

Akhirnya perjalanan menjadi hening. Ameera yang tampaknya enggan membahas apapun dengan Ardi, memilih menikmati pemandangan di luar jendela.

Hingga tiba di kontrakan, tak banyak lagi percakapan yang terjadi. Ardi hanya membantu mengurusi ponsel Ameera agar bisa dihubungi lagi. Kebetulan Ameera memiliki ponsel lama yang masih bisa digunakan hanya untuk sekadar WA. Meskipun ramnya terbatas, tapi masih bisa digunakan untuk sekadar bertukar pesan. Ardi pun membelikan SIM card baru untuk Ameera.

Ameera hanya memandangi Ardi dalam diam. Melihat perhatian dan kebaikan Ardi, perpisahan yang terpaksa itu, justru terasa semakin nyeri.

"Ini udah bisa dipake ya, Ra. Udah Mas coba juga kirim pesan ke nomor Mas, bisa."

"Hmmm, makasih, Mas."

"Mas pamit."

Ardi mengulurkan tangan ke arah Ameera. Dengan enggan, Ameera menyambutnya.

"Mas pulang."

"Hmmm."

"Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalam!"

Ameera pun langsung istirahat, sedangkan Ardi memilih pulang karena keinginannya untuk menginap dan menjaga Ameera di sana, ditolak mentah-mentah.

Keesokan harinya, Sasha sudah datang pagi-pagi sekali. Senyum pada bibirnya mengembang ketika melihat pintu kontrakan Ameera terbuka.

“Ya ampuuun, Ra! Dicariin dari kemarin gak ada! Aku ada kabar gembira padahal, tapi sekarang udah lewat." Sasha langsung memburu Ameera.

“Kabar apa, ish?” Ameera menepis lengan Sasha yang mau memeluknya. Bukan apa-apa, bahu dan badannya masih terasa sakit.

“Kamu jadi peserta terpilih sayembara Tuan Rivaldo! Ayo kita bersiap-siap ke sana, Ra! Soalnya kamu sudah telat satu hari!” ujar Sasha sambil nyelonong masuk lalu sibuk membuka lemari milik Ameera mencari-cari pakaian yang layak untuk dikenakan sahabatnya itu.

“Nah ketemu! Ayo lekas ganti baju, aku antar kamu ke sana!”

Sasha menunjukkan satu set pakaian yang dipilihnya.

“Ke mana?” tanya Ameera menautkan alis.

Sasha berdecak dan memutar bola mata kesal.

“Meera, Meera! Ya kamu harus temuin ke rumahnya! Ayo sudah telat banget soalnya!”

“Aku gak mau. Ini gak masuk akal!”

Sasha mendelik ke arah Ameera.

“Gimana kalau Tuan Rivaldo itu beneran ayah kamu, Ra! Apa kamu gak kepengen ketemu dengan Ayah dan Ibu kandung kamu sendiri, hmmm?” Sasha menatap lekat wajah sahabatnya itu. Dia akan terus berusaha meyakinkan Ameera agar mau ikut menjadi peserta sayembara itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 60B-END

    “Saya harus extra kuat sekarang, Ra. Ada dua perempuan rapuh di rumah. Beruntung Mbak Maria sudah pindah rumah, Marina juga sudah menikah dan ikut suaminya. Seenggaknya, saya dan Papa berbagi tugas untuk mengawasi dua orang itu saja.” Ameera mengangguk-angguk paham. Pantas saja, Ardi tampak jauh cepat lebih tua. Rupanya beban hidup yang dialaminya cukup membuat Ameera turut prihatin.“Salam buat keluarga, ya, Mas! Maaf gak bisa ngobrol lama, ada acara lagi setelah ini.” “Iya, Ra. Sukses terus, ya! Seenggaknya saya bangga pernah menjadi orang yang berarti dalam hidup kamu, meski itu dulu.” Ardi tersenyum kecut dan bicara lirih. Sorot matanya tetap menatap Ameera dengan pandangan yang masih sama, seperti dulu.“Ya, Mas!” Ameera tersenyum, lalu berpamitan dan meninggalkan Ardi yang mengusap rambutnya yang sudah ramai ditumbuhi uban.***Setelah kegiatan perusahaan banyak diambil alih kembali oleh Ameera. Perlahan kesibukkan Gavin mulai terbagi lagi. Kini, dia memiliki sedikit waktu lon

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 60A

    Tuan Rivaldo langsung terdiam ketika mendengar persyaratan yang disampaikan Arsyla. Bahunya melorot, lalu dia meminta Parjo mendorong kursi rodanya kembali ke teras menemani Ameera. Selera makannya mendadak menguap begitu saja.“Mama kamu itu, Ra. Apa gak kasihan sama Papa? Masa iya ngasih syarat diluar nalar kayak gitu.” “Hah, syarat apa, Pa?” Ameera yang baru selesai membalas email bertanya tanpa menoleh pada sang Papa. “Masa iya, dia bilang … Papa jangan pernah menemui dia lagi selama setahun kalau mau dipertimbangkan balikan lagi. Mana mungkin bisa gak ketemu, Papa ‘kan pasti ke sini tiap hari.” Ameera terkekeh, lalu dia berbisik ke telingan Tuan Rivaldo. Lelaki paruh baya itu tampak menautkan alis. Lalu setelahnya menatap Ameera sambil tersenyum sumringah.“Oke, Papa temuin mama kamu dulu! Papa sanggupin saja, ya! Kamu pinter sih, Ra. Papa ‘kan bisa temuin kamu di kantor, jadi gak akan ketemu Mama kamu, walau berat, sih! Setahun, Ra,” tutur Tuan Rivaldo dan segera beranjak ke

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 59

    Kabar kehamilan Ameera diterima dengan suka cita. Arsyla memeluk haru putri semata wayangnya dengan buncah bahagia. Bahkan, demi memastikan Ameera cukup istirahat dan terjaga pola makannya. Arsyla memutuskan untuk tinggal sementara waktu di kediaman putrinya itu. Aksa merasa senang, setidaknya ditengah kesibukannya, sang istri ada yang memberi ekstra perhatian. Hanya saja, mau tak mau, Gavin yang kini menjadi tumbal. Karena kehamilan Ameera, rencana bulan madunya yang awalnya akan ke Bali dalam beberapa pekan, harus dibatalkan. Aksa meminta Tuan Rivaldo agar Ameera tak terlalu menerima beratnya beban pikiran. Alhasil, Gavin pun bisa memakluminya. Beruntung, Sasha bukan perempuan dengan tipe manja. “Gak apa, kok, Mas! Bulan madu bisa di mana saja! Di kantor juga bisa,” tukas Sasha sambil mengerling jahil. Dia sedang mengeringkan rambut basahnya. Semalam baru saja keduanya berpetualang hebat. Gavin yang baru selesai mandi, menoleh pada sang istri dengan ekor matanya. “Bulan madu? D

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 58B

    Tuan Rivaldo hanya tersenyum kaku. Dia seperti kehabisan kata-kata. Seorang asisten yang menggantikan Gavin, duduk juga di sampingnya. Sementara itu, kedua orang tua Gavin dan Sasha duduk membersamai pengantin di depan sana.“Arsyla … sepertinya jarak yang kamu bentangkan semakin hari, semakin lebar saja … apa tak ada kesempatan untukku menebus segalanya?” batin Tuan Rivaldo. Perempuan yang sudah melahirkan buah hatinya itu tampak begitu ceria mengobrol dengan anak menantunya. Sesekali perempuan paruh baya itu tertawa. “Bodohnya aku,Syla … bodohnya aku yang menyia-nyiakanmu dulu,” batin Tuan Rivaldo dipenuhi sesal. Seorang panitia datang dan mengantarkan pesanan makanan. “Wah, bakso, ya!” Sumringah Bu Uti ketika mencium wangi yang menguar. Rupanya Aksa tadi yang memesan. Hanya saja, Ameera tiba-tiba menutup hidung dan terlihat tak nyaman. “Duh, bau banget, sih, Bang!” rengeknya sambil menjauhkan mangkuk bakso dari depannya.Aksa mengernyit. Pasalnya, biasanya Ameera adalah orang y

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 58A

    Suara deheman Gavin, membuat Sasha mencubit perut Johanes. Lelaki yang dicubitnya itu mengaduh. Lalu, mau tak mau melepas pelukannya.“Masih saja galak! Kuwalat lo sama abang sendiri!” ejek Johanes. Wajahnya tampak datar lagi dan kini dia beralih menyalami Gavin. Sepasang mata elang Gavin seolah tengah melayangkan protes atas kelakuannya tadi.“Biasa aja lihatinnya, Dek! Lo sekarang adek gue juga!” kekeh Johanes tersenyum masam. Dia menepuk pundak Gavin dua kali. “Gue gak perlu nitipin dia ke elo! Gue yakin, elo bakal jagain dia jauh lebih baik dari gue!” Johanes melepas jabatan tangannya dengan Gavin. Lalu menoleh pada perempuan yang berjalan dengan pelan karena perut yang sudah membesar. “Pasti, Bang!” Gavin menjawab singkat. “Berasa tua gue dipanggil Abang,” kekeh Johanes. Tak ada sedikitpun raut bahagia di wajahnya. Dia pun meraih jemari perempuan yang sejak tadi seperti tak diacuhkannya itu. Entah perempuan mana lagi yang dihamilinya. Perut yang besar dengan high heel yang ag

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 57B

    Hanya saja, pesan Sasha pun tetap diabaikan juga. Karena penasaran, Sasha pun mencoba melakukan panggilan. Namun, tak ada satu pun panggilan darinya diterima Johanes.“Ngambeknya kayak anak kecil,” oceh Sasha. *** Resepsi pernikahan, akan diadakan besar-besaran. Apalagi Antoni pun tak mau ketinggalan. Dia tetap tebal muka dengan penolakan Sasha. Bahkan dia sudah mendeklarasikn kepada rekan bisnisnya tentang keberadaan putri kandungnya. Karena itu, pernikahan Sasha terbilang dirancang dengan cukup megah. Di mana ada tiga pendonor utama yaitu dokter Subarkah, Anotni dan juga Tuan Rivaldo. Waktu bergerak merangkak. Persiapan pernikahan yang dilakukan sudah hampir rampung. Johanes, belum memberikan kabar keberadaan hingga sekarang. Hanya saja, ada sedikit kemajuan. Jika Ibunya mengirim pesan, setidaknya dibalas. Dia selalu bilang, kalau sekarang dia berada di tempat yang aman. Butuh waktu untuk lelaki itu mengobati luka yang menganga cukup besar. Hanya dua orang yang pesannya dibalas.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status