Share

Bab 3

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2024-11-02 16:06:01

[Target sudah kami amankan, Nyonya! Tolong kirim pelunasannya!] Anesya tersenyum ketika membaca sederet kalimat itu. Lalu tampak foto seorang perempuan dengan lengan terikat dan foto tahi lalat pada punggungnya. Meskipun tak terlihat jelas wajah itu, tetapi Anesya cukup puas.

[Oke, habisi! Jangan sampai suamiku bisa menemukannya!] Anesya cepat mengirim pesan itu. Senyum pada bibirnya tersungging. Tak rugi dia membayar mahal para sindikat itu. Rupanya, mereka bekerja jauh lebih hebat dari pada yang dia perkirakan.

[Perjanjiannya, pelunasan dulu, Nyonya! Setelah itu baru action!] Pesan masuk, kembali diterima.

Anesya menghela napas kasar. Dia pun mau tak mau bergegas mengirimkan uang. Sejumlah nominal yang cukup besar dia gelontorkan. Tak apa, yang penting langkah pertama sudah dijalankan.

Andaipun langkah ini tak berhasil. Dia sudah mengantisipasinya dengan mendekati Gavin. Bukankah mudah saja, tinggal buat semua hasil test DNA untuk peserta sayembara terpilih digagalkan. Jika Gavin berpihak padanya, maka semua akan jadi mudah.

“Anesya memang pintar,” batinnya sambil tersenyum puas. Lekas dia kirimkan bukti transfer pada para penculik yang dipesannya.

[Sudah lunas. Lekas selesaikan pekerjaan kalian! Hilangkan jejak!]

Anesya mengirim pesan dengan cepat.

Tiga orang penculik yang masih berada di dalam mobil tertawa senang.

[Bos, uangnya sudah masuk!] Suara Pardi, yang sedang menyetir terdengar. Dia baru saja mendapat notifikasi m-banking pada ponselnya.

[Oke, lekas kita selesaikan tugasnya!] Lelaki yang dipanggil Bos situ bicara sambil tertawa riang. Dia duduk di kursi belakang mengapit Ameera bersama Boba.

Mobil baru mengarah ke pintu tol. Mereka akan menghabisi Ameera di Bandung sana agar tak terendus jejaknya. Hanya saja, tiba-tiba sebuah mobil avanza melaju cepat dan beberapa detik kemudian sudah melintang menghadang jalan.

“Ck, beg*, ya!” bentak Pardi seraya membuka kaca mobil dan melongokkan kepala. Namun, sial, lelaki itu malah mengarahkan kamera sekilas, lalu berlari ke arah beberapa orang polisi yang kebetulan tengah berjaga.

“Mogok kayaknya! Mundur saja, masuk jalur sebelah!” titah Boba yang diam-diam masih menodongkan pistol pada Ameera.

Pardi menurut. Hanya saja area belakang sudah semakin padat. Dia mendengus sebal. Dia mengulangkan tangan mengisyaratkan pengendara yang belakang untuk berhenti dan mundur sedikit. Pada saat dia tengah berusaha memutar arah, terlihat lelaki bertubuh jangkung bersama tiga orang polisi mendekat. Namun, sialnya bukan mobil Avanza yang melintang itu yang dihampirinya, tetapi justru mobilnya.

“Selamat siang! Mohon turun sebentar! Kami mendapat laporan dan harus memeriksa mobil kalian!” tutur polisi itu dengan tegas.

“Gak ada apa-apa di mobil kami, Pak. Kami mau liburan! Iya ‘kan Ji?” tutur Pardi memanggil asal pada dua rekannya yang duduk di kursi belakang.

“Iya, Pak! Kami mau liburan ke Bandung!” jawab Boba sambil memasang wajah dengan senyuman.

“Itu, Pak Polisi! Perempuan yang di tengah itu pacar saya! Turunkan dia bajingan!” Suara lelaki yang tak lain adalah Ardi itu, memekik, seraya memukul kaca mobil bagian belakang dengan benda keras.

Suara pecahan kaca terdengar bersama serpihan yang berjatuhan.

“Mas Ardi! Tolongin Meera!” Ameera memekik kaget dan senang. Sebuah pertolongan akhirnya datang dan tiba-tiba ketiga polisi itu mengeluarkan senjata.

“Diam!” bentak Boba gugup. Sambil mencengkeram lengan Ameera.

“Cari aman!” Sang Bos yang terlihat tetap tenang, membisikkan kalimat pada Pardi. Pardi paham dan mengangguk.

Tanpa aba-aba, mobil pun menggunakan celah yang sempit itu untuk kabur. Bahkan beberapa mobil yang tadi memang diminta mundur, tetap saja terbentur. Pardi memutar balik dan melaju kencang membabi buta. Ketiga polisi itu sigap berlari pada mobilnya yang terparkir di tepi jalan. Ardi pun turut juga.

“Sial, jalanan macet, Bos!” Pardi berdecak. Mengemudi zigzag pun, tetap butuh celah.

“Pecah konsentrasi mereka!” titah lelaki yang mereka panggil bos itu.

“Caranya?” Boba bingung.

“Lempar saja perempuan itu! Jadi mereka akan fokus menolong dia!” tuturnya santai.

“T—tapi, Bos?” Pardi tercekat.

“Kita sudah dapatkan uangnya! Jadi, sudah aman!” kekeh sang Bos sambil menyeringai.

“Baik, Bos!” Boba tak menunggu waktu lama. Dia mendorong daun pintu, lalu melempar tubuh Ameera.

Suara jeritan kaget dan decita rem dari pengendara mobil di jalanan terdengar. Beberapa sepeda motor ikut terjatuh karena ngerem mendadak dan tertimpa tubuh Ameera. Suasana jalanan yang hingar bingar, menjadi kacau. Strategi mereka untuk memecah konsentrasi, berhasil. Sementara itu, Pardi langsung melesat mencari jalan pintas untuk menghilang.

Rupanya perhitungan bos mereka benar. Mobil polisi yang mengejar, lebih memilih menolong Ameera. Ardi terburu-buru turun memburu tubuh Ameera yang meringkuk. Untung saja, Pak Polisi sigap menginjak rem. Jika tidak, mungkin mobil polisi itu yang akan melindas Ameera.

“Ra, kamu gak apa-apa?” Ardi memburu Ameera. Gadis itu masih meringis. Kepalanya terbentur pada benda keras, entah sepeda motor atau mobil, tak terlalu jelas. Bahu dan pinggangnya terasa mau patah.

Ketiga polisi yang tadi dimintai tolong, bergegas turun dan memburu Ardi dan Ameera.

“Sebaiknya si Mbaknya di bawa ke rumah sakit terdekat dulu, Mas! Setelah ini bisa melapor ke bagian kriminal dengan laporan penculikan!”

“Baik, Pak Polisi! Terima kasih banyak!” Ardi mengangguk hormat. Dia membopong tubuh Ameera menepi. Lalu ditatapnya manik cokelat terang yang sangat ia kagumi itu.

“Untung aku tadi ngikutin kamu, Ra! Kalau enggak … aku gak tau apa yang akan terjadi,” lirih Ardi dengan raut ketakutan. Dia sibuk membuka ikatan pada lengan Ameera.

Ameera memandang nanar wajah rupawan yang berada beberapa senti di dekatnya. Dia tahu, sangat tahu, Ardi tulus padanya. Namun, tidak dengan keluarganya.

“Makasih, Mas!” Hanya itu kalimat singkat yang dia ucapkan.

Ardi pun lekas mencari ojek online untuk mengambil mobilnya yang ternyata membuat kemacetan panjang. Dia pun membawa Ameera ke rumah sakit.

***

Sasha menatap nomor asing yang menelponnya.

“Selamat siang! Betul dengan Ameera Syahnaz Hafiza?”

“Siang, Pak! Maaf ini Sasha temennya, ini siapa, ya?”

“Saya Gavin, asisten pribadi Tuan Rivaldo. Mau menginformasikan kalau Ameera menjadi peserta sayembara terpilih. Undangan pertemuannya sudah dikirim by email.”

“Oh, maaf Pak Gavin! Apa bisa telepon ke nomor satunya! Saya ada cantumkan dua nomor di link kemarin!”

“Mohon maaf, nomor itu tidak aktif! Bisa bantu sampaikan pada yang bersangkutan? Waktu pertemuannya terbatas dan undangan ini hanya bersifat sekali! Jika tak datang, maka akan gugur!”

“Baik, Pak Gavin! Dengan senang hati!”

“Terima kasih, Sasha!”

“Kembali kasih, Pak!”

Suaranya macho sekali, pikir Sasha. Sosok lelaki yang menelpon dari seberang sana langsung tergambar di kepalanya. Sasha menutup panggilan. Senyum pada bibirnya tersungging. Rupanya Ameera terpilih.

“Ra, semoga kamu beneran putri kandung Tuan Rivaldo! Lalu aku ikut, bisa ketemu sama si Pak Gavin tadi, pasti keren orangnya.” Sasha tersenyum dan lekas mencoba menghubungi Ameera. Dia tak tahu jika ponsel Ameera terlempar di tengah jalan dan kini sudah hancur terlindas bergantian oleh kendaraan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 60B-END

    “Saya harus extra kuat sekarang, Ra. Ada dua perempuan rapuh di rumah. Beruntung Mbak Maria sudah pindah rumah, Marina juga sudah menikah dan ikut suaminya. Seenggaknya, saya dan Papa berbagi tugas untuk mengawasi dua orang itu saja.” Ameera mengangguk-angguk paham. Pantas saja, Ardi tampak jauh cepat lebih tua. Rupanya beban hidup yang dialaminya cukup membuat Ameera turut prihatin.“Salam buat keluarga, ya, Mas! Maaf gak bisa ngobrol lama, ada acara lagi setelah ini.” “Iya, Ra. Sukses terus, ya! Seenggaknya saya bangga pernah menjadi orang yang berarti dalam hidup kamu, meski itu dulu.” Ardi tersenyum kecut dan bicara lirih. Sorot matanya tetap menatap Ameera dengan pandangan yang masih sama, seperti dulu.“Ya, Mas!” Ameera tersenyum, lalu berpamitan dan meninggalkan Ardi yang mengusap rambutnya yang sudah ramai ditumbuhi uban.***Setelah kegiatan perusahaan banyak diambil alih kembali oleh Ameera. Perlahan kesibukkan Gavin mulai terbagi lagi. Kini, dia memiliki sedikit waktu lon

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 60A

    Tuan Rivaldo langsung terdiam ketika mendengar persyaratan yang disampaikan Arsyla. Bahunya melorot, lalu dia meminta Parjo mendorong kursi rodanya kembali ke teras menemani Ameera. Selera makannya mendadak menguap begitu saja.“Mama kamu itu, Ra. Apa gak kasihan sama Papa? Masa iya ngasih syarat diluar nalar kayak gitu.” “Hah, syarat apa, Pa?” Ameera yang baru selesai membalas email bertanya tanpa menoleh pada sang Papa. “Masa iya, dia bilang … Papa jangan pernah menemui dia lagi selama setahun kalau mau dipertimbangkan balikan lagi. Mana mungkin bisa gak ketemu, Papa ‘kan pasti ke sini tiap hari.” Ameera terkekeh, lalu dia berbisik ke telingan Tuan Rivaldo. Lelaki paruh baya itu tampak menautkan alis. Lalu setelahnya menatap Ameera sambil tersenyum sumringah.“Oke, Papa temuin mama kamu dulu! Papa sanggupin saja, ya! Kamu pinter sih, Ra. Papa ‘kan bisa temuin kamu di kantor, jadi gak akan ketemu Mama kamu, walau berat, sih! Setahun, Ra,” tutur Tuan Rivaldo dan segera beranjak ke

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 59

    Kabar kehamilan Ameera diterima dengan suka cita. Arsyla memeluk haru putri semata wayangnya dengan buncah bahagia. Bahkan, demi memastikan Ameera cukup istirahat dan terjaga pola makannya. Arsyla memutuskan untuk tinggal sementara waktu di kediaman putrinya itu. Aksa merasa senang, setidaknya ditengah kesibukannya, sang istri ada yang memberi ekstra perhatian. Hanya saja, mau tak mau, Gavin yang kini menjadi tumbal. Karena kehamilan Ameera, rencana bulan madunya yang awalnya akan ke Bali dalam beberapa pekan, harus dibatalkan. Aksa meminta Tuan Rivaldo agar Ameera tak terlalu menerima beratnya beban pikiran. Alhasil, Gavin pun bisa memakluminya. Beruntung, Sasha bukan perempuan dengan tipe manja. “Gak apa, kok, Mas! Bulan madu bisa di mana saja! Di kantor juga bisa,” tukas Sasha sambil mengerling jahil. Dia sedang mengeringkan rambut basahnya. Semalam baru saja keduanya berpetualang hebat. Gavin yang baru selesai mandi, menoleh pada sang istri dengan ekor matanya. “Bulan madu? D

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 58B

    Tuan Rivaldo hanya tersenyum kaku. Dia seperti kehabisan kata-kata. Seorang asisten yang menggantikan Gavin, duduk juga di sampingnya. Sementara itu, kedua orang tua Gavin dan Sasha duduk membersamai pengantin di depan sana.“Arsyla … sepertinya jarak yang kamu bentangkan semakin hari, semakin lebar saja … apa tak ada kesempatan untukku menebus segalanya?” batin Tuan Rivaldo. Perempuan yang sudah melahirkan buah hatinya itu tampak begitu ceria mengobrol dengan anak menantunya. Sesekali perempuan paruh baya itu tertawa. “Bodohnya aku,Syla … bodohnya aku yang menyia-nyiakanmu dulu,” batin Tuan Rivaldo dipenuhi sesal. Seorang panitia datang dan mengantarkan pesanan makanan. “Wah, bakso, ya!” Sumringah Bu Uti ketika mencium wangi yang menguar. Rupanya Aksa tadi yang memesan. Hanya saja, Ameera tiba-tiba menutup hidung dan terlihat tak nyaman. “Duh, bau banget, sih, Bang!” rengeknya sambil menjauhkan mangkuk bakso dari depannya.Aksa mengernyit. Pasalnya, biasanya Ameera adalah orang y

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 58A

    Suara deheman Gavin, membuat Sasha mencubit perut Johanes. Lelaki yang dicubitnya itu mengaduh. Lalu, mau tak mau melepas pelukannya.“Masih saja galak! Kuwalat lo sama abang sendiri!” ejek Johanes. Wajahnya tampak datar lagi dan kini dia beralih menyalami Gavin. Sepasang mata elang Gavin seolah tengah melayangkan protes atas kelakuannya tadi.“Biasa aja lihatinnya, Dek! Lo sekarang adek gue juga!” kekeh Johanes tersenyum masam. Dia menepuk pundak Gavin dua kali. “Gue gak perlu nitipin dia ke elo! Gue yakin, elo bakal jagain dia jauh lebih baik dari gue!” Johanes melepas jabatan tangannya dengan Gavin. Lalu menoleh pada perempuan yang berjalan dengan pelan karena perut yang sudah membesar. “Pasti, Bang!” Gavin menjawab singkat. “Berasa tua gue dipanggil Abang,” kekeh Johanes. Tak ada sedikitpun raut bahagia di wajahnya. Dia pun meraih jemari perempuan yang sejak tadi seperti tak diacuhkannya itu. Entah perempuan mana lagi yang dihamilinya. Perut yang besar dengan high heel yang ag

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   BAB 57B

    Hanya saja, pesan Sasha pun tetap diabaikan juga. Karena penasaran, Sasha pun mencoba melakukan panggilan. Namun, tak ada satu pun panggilan darinya diterima Johanes.“Ngambeknya kayak anak kecil,” oceh Sasha. *** Resepsi pernikahan, akan diadakan besar-besaran. Apalagi Antoni pun tak mau ketinggalan. Dia tetap tebal muka dengan penolakan Sasha. Bahkan dia sudah mendeklarasikn kepada rekan bisnisnya tentang keberadaan putri kandungnya. Karena itu, pernikahan Sasha terbilang dirancang dengan cukup megah. Di mana ada tiga pendonor utama yaitu dokter Subarkah, Anotni dan juga Tuan Rivaldo. Waktu bergerak merangkak. Persiapan pernikahan yang dilakukan sudah hampir rampung. Johanes, belum memberikan kabar keberadaan hingga sekarang. Hanya saja, ada sedikit kemajuan. Jika Ibunya mengirim pesan, setidaknya dibalas. Dia selalu bilang, kalau sekarang dia berada di tempat yang aman. Butuh waktu untuk lelaki itu mengobati luka yang menganga cukup besar. Hanya dua orang yang pesannya dibalas.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status