Share

Bab 9. Bayangan Maut Bertamu

“Memberi hormat kepada ketua agung!” seru seluruh anggota sekte Bintang Api yang berdiri di depan bangunan utama itu serentak seraya berlutut memberi hormat.

“Bangunlah!” ucap Chang Wu Tian lirih. 

Serentak semua orang bangkit. Namun tiba-tiba saja dua orang  murid utama sekte Bintang Api yang berada di belakang sang ketua maju lalu berlutut.

“Guru, semua ini kesalahan kami, tidak ada sangkut pautnya dengan sekte ini. Kami berdua siap mempertanggung jawabkan apa yang sudah kami lakukan. Sekte ini tidak perlu menanggung dosa-dosa yang kami perbuat.”

“Hmmm.. Apakah kalian sudah menentang keputusanku. Apapun yang terjadi dengan kalian juga menjadi tanggung jawab kami orang-orang sakta bintang api. Bahkan sekalipun yang berada di posisi kalian itu adalah orang-orang sekte di tingkat bawah, tetap orang-orang sekte Bintang Api akan membelanya,” sahut Chang Wu Tian dengan suara bergetar.

“Guru, kejadian yang menimpa keluarga Liong di kota Hongye memang dikarenakan kebodohan kami yang tidak bisa melihat keadaan sehingga turut serta dalam tragedi berdarah itu. Dendam itu memang sepatutnya kamilah yang mempertanggung jawabkan,” ucap salah satu murid yang masih berlutut itu.

Nama kedua murid itu adalah Yuan Chao yang berbicara, dan Yuan Ming yang berada di sampingnya. Mereka merupakan dua murid yang terlibat dalam pembantaian keluarga Liong di kota Hongye. Meskipun keterlibatan mereka dikarenakan sebuah ketidaksengajaan, tetap saja mereka merasa harus bertanggung jawab.

"Sudah kau putuskan meskipun sekte ini rata dengan tanah, sampai titik darah penghabisan ku akan membela kalian berdua. Bagi kalian yang tidak sependapat denganku, silahkan tinggalkan tempat ini dan keluar dari sekte," tegas Chang Wu Tian.

"Kalian berdua tidak perlu khawatir, aku masih memberikan waktu kalian untuk hidup selama satu pekan. Kelak aku akan mengambil nyawa kalian setelah satu pekan kedepan. Aku tidak akan membawa-bawa orang lain kecuali yang memang terlibat dalam kejadian di kota Hongye  menimpa keluarga Liong. Tetapi apabila mereka mau mencampuri urusan ini, aku tidak segan meratakan Sekte Bintang Api dengan tanah!"

Tiba-tiba saja terdengar suara pelan seperti berbisik namun terdengar sangat jelas di telinga orang-orang sekte Bintang Api. Kata-katanya lembut namun terselip ancaman yang tegas. 

“Ba-bagai mana orang ini bisa ada di dalam tanpa ku rasakan keberadaannya.” gumam Chang Wu Tian berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

Seorang Pemuda berpakaian serba merah dengan kain jubah tergantung di punggungnya berdiri tegap. Rambutnya terurai riap-riapan dengan mata terpejam. Ia berdiri tepat di altar tempat berdo’a orang-orang sekte bintang Api. Di dinding yang disandari meja altar itu terdapat bekas telapak tangan berwarna merah darah.

“Telapak Dewa Darah!”

Chang Wutian tidak dapat lagi menyembunyikan keterkejutannya.  Jejak telapak darah yang menempel di dinding tempat berada di atas altar merupakan sebuah ciri pukulan legendaris yang sangat ditakuti oleh orang-orang dunia persilatan baik dari aliran lurus maupun aliran sesat. 

“Sobat dari mana yang datang berkunjung? Maaf kalau kami tidak memberi sambutan,” sapa Chang Wu Tian berusaha mencairkan suasana.

Tiba-tiba saja pemuda berpakaian serba merah itu menghilang. Tak ada yang tahu bagaimana cara dia meninggalkan tempat. Bahkan Chang Wutian yang merupakan satu dari Malaikat Dunia Persilatan tidak dapat mengetahui dengan cara apa pemuda itu meninggalkan tempat.

Semua wajah menjadi tegang. Sebuah tulisan kini terpampang di bawah telapak tangan merah itu. Sebuah tulisan yang berbunyi ‘Sepekan lagi penggal kedua orang itu, atau Sekte Bintang Api hanya tinggal nama.’

“Guru laksanakan lah kemauan orang itu. Kalau guru tak tega kami bisa melakukannya sendiri.”

Chang Wu Tian menarik nafas berat. Ia yang tadinya berapi-api ingin melakukan perlawanan kini semuanya menjadi surut.  Melakukan perlawanan terhadap pemuda yang memiliki kesaktian yang tak bisa diukur itu tentu hanya sebuah kebodohan yang akan mengantarkan nyawa. Tentu ia tidak tega mengorbankan seluruh anggota Sekte Bintang Api dengan sia-sia. 

“Kita kesampingkan dulu masalah itu. Orang itu memberikan kita kesempatan satu pekan. Tiga hari lagi orang-orang sekte Beruang Merah akan menyerang kota Xianghe. Mari kita bantu pemimpin kota menghadapi mereka.  Setelah itu biarlah kita serahkan kepada langit apa yang akan terjadi,” ucap Chang Wu Tian ketua sekte Bintang Api.

Tiga hari kemudian semua persiapan telah dilakukan oleh pemimpin kota untuk menghadang orang-orang sekte Beruang Merah yang hendak menguasai kota. Banyak kalangan yang membantu terutama para pendekar aliran lurus yang kebetulan berada di tempat itu.  Bahkan sekte bintang api menurunkan seluruh anggotanya tanpa tersisa untuk turut bertarung menghadapi Sekte Beruang Merah.

“Apakah ketua sekte kalian tidak turut ke tempat ini?” tanya pemimpin kota yang ikut turun langsung menjaga di pintu gerbang kota.

“Ketua mungkin akan turut bergabung, tapi mungkin ia akan datang belakangan, tuan pemimpin!” sahut  Yuan Chao murid utama tertua sekte Bintang Api.

Pemimpin kota mengangguk-anggukkan kepalanya. Perhatiannya kemudian di tujukan ke depan ke sebuah gurun pasir yang menjadi penghubung kota Xiang He ke kota selanjutnya. Sekilas terlihat kepulan kabut pasir bergerak cepat menuju ke arah kota. Kepulan kabut pasir itu bercampur dengan hamparan warna kemerahan membentang. 

“Mereka datang!” ucapnya dengan suara bergetar melihat jumlah orang-orang Sekte Beruang Merah yang jumlahnya begitu banyak.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Jaxa Ximenes
alur ceritanya mantap
goodnovel comment avatar
Norma Yunita
keren thor
goodnovel comment avatar
Parta Basmely Siregar
mantap cerita nya Gan.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status