“Memberi hormat kepada ketua agung!” seru seluruh anggota sekte Bintang Api yang berdiri di depan bangunan utama itu serentak seraya berlutut memberi hormat.
“Bangunlah!” ucap Chang Wu Tian lirih.
Serentak semua orang bangkit. Namun tiba-tiba saja dua orang murid utama sekte Bintang Api yang berada di belakang sang ketua maju lalu berlutut.
“Guru, semua ini kesalahan kami, tidak ada sangkut pautnya dengan sekte ini. Kami berdua siap mempertanggung jawabkan apa yang sudah kami lakukan. Sekte ini tidak perlu menanggung dosa-dosa yang kami perbuat.”
“Hmmm.. Apakah kalian sudah menentang keputusanku. Apapun yang terjadi dengan kalian juga menjadi tanggung jawab kami orang-orang sakta bintang api. Bahkan sekalipun yang berada di posisi kalian itu adalah orang-orang sekte di tingkat bawah, tetap orang-orang sekte Bintang Api akan membelanya,” sahut Chang Wu Tian dengan suara bergetar.
“Guru, kejadian yang menimpa keluarga Liong di kota Hongye memang dikarenakan kebodohan kami yang tidak bisa melihat keadaan sehingga turut serta dalam tragedi berdarah itu. Dendam itu memang sepatutnya kamilah yang mempertanggung jawabkan,” ucap salah satu murid yang masih berlutut itu.
Nama kedua murid itu adalah Yuan Chao yang berbicara, dan Yuan Ming yang berada di sampingnya. Mereka merupakan dua murid yang terlibat dalam pembantaian keluarga Liong di kota Hongye. Meskipun keterlibatan mereka dikarenakan sebuah ketidaksengajaan, tetap saja mereka merasa harus bertanggung jawab.
"Sudah kau putuskan meskipun sekte ini rata dengan tanah, sampai titik darah penghabisan ku akan membela kalian berdua. Bagi kalian yang tidak sependapat denganku, silahkan tinggalkan tempat ini dan keluar dari sekte," tegas Chang Wu Tian.
"Kalian berdua tidak perlu khawatir, aku masih memberikan waktu kalian untuk hidup selama satu pekan. Kelak aku akan mengambil nyawa kalian setelah satu pekan kedepan. Aku tidak akan membawa-bawa orang lain kecuali yang memang terlibat dalam kejadian di kota Hongye menimpa keluarga Liong. Tetapi apabila mereka mau mencampuri urusan ini, aku tidak segan meratakan Sekte Bintang Api dengan tanah!"
Tiba-tiba saja terdengar suara pelan seperti berbisik namun terdengar sangat jelas di telinga orang-orang sekte Bintang Api. Kata-katanya lembut namun terselip ancaman yang tegas.
“Ba-bagai mana orang ini bisa ada di dalam tanpa ku rasakan keberadaannya.” gumam Chang Wu Tian berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
Seorang Pemuda berpakaian serba merah dengan kain jubah tergantung di punggungnya berdiri tegap. Rambutnya terurai riap-riapan dengan mata terpejam. Ia berdiri tepat di altar tempat berdo’a orang-orang sekte bintang Api. Di dinding yang disandari meja altar itu terdapat bekas telapak tangan berwarna merah darah.
“Telapak Dewa Darah!”
Chang Wutian tidak dapat lagi menyembunyikan keterkejutannya. Jejak telapak darah yang menempel di dinding tempat berada di atas altar merupakan sebuah ciri pukulan legendaris yang sangat ditakuti oleh orang-orang dunia persilatan baik dari aliran lurus maupun aliran sesat.
“Sobat dari mana yang datang berkunjung? Maaf kalau kami tidak memberi sambutan,” sapa Chang Wu Tian berusaha mencairkan suasana.
Tiba-tiba saja pemuda berpakaian serba merah itu menghilang. Tak ada yang tahu bagaimana cara dia meninggalkan tempat. Bahkan Chang Wutian yang merupakan satu dari Malaikat Dunia Persilatan tidak dapat mengetahui dengan cara apa pemuda itu meninggalkan tempat.
Semua wajah menjadi tegang. Sebuah tulisan kini terpampang di bawah telapak tangan merah itu. Sebuah tulisan yang berbunyi ‘Sepekan lagi penggal kedua orang itu, atau Sekte Bintang Api hanya tinggal nama.’
“Guru laksanakan lah kemauan orang itu. Kalau guru tak tega kami bisa melakukannya sendiri.”
Chang Wu Tian menarik nafas berat. Ia yang tadinya berapi-api ingin melakukan perlawanan kini semuanya menjadi surut. Melakukan perlawanan terhadap pemuda yang memiliki kesaktian yang tak bisa diukur itu tentu hanya sebuah kebodohan yang akan mengantarkan nyawa. Tentu ia tidak tega mengorbankan seluruh anggota Sekte Bintang Api dengan sia-sia.
“Kita kesampingkan dulu masalah itu. Orang itu memberikan kita kesempatan satu pekan. Tiga hari lagi orang-orang sekte Beruang Merah akan menyerang kota Xianghe. Mari kita bantu pemimpin kota menghadapi mereka. Setelah itu biarlah kita serahkan kepada langit apa yang akan terjadi,” ucap Chang Wu Tian ketua sekte Bintang Api.
Tiga hari kemudian semua persiapan telah dilakukan oleh pemimpin kota untuk menghadang orang-orang sekte Beruang Merah yang hendak menguasai kota. Banyak kalangan yang membantu terutama para pendekar aliran lurus yang kebetulan berada di tempat itu. Bahkan sekte bintang api menurunkan seluruh anggotanya tanpa tersisa untuk turut bertarung menghadapi Sekte Beruang Merah.
“Apakah ketua sekte kalian tidak turut ke tempat ini?” tanya pemimpin kota yang ikut turun langsung menjaga di pintu gerbang kota.
“Ketua mungkin akan turut bergabung, tapi mungkin ia akan datang belakangan, tuan pemimpin!” sahut Yuan Chao murid utama tertua sekte Bintang Api.
Pemimpin kota mengangguk-anggukkan kepalanya. Perhatiannya kemudian di tujukan ke depan ke sebuah gurun pasir yang menjadi penghubung kota Xiang He ke kota selanjutnya. Sekilas terlihat kepulan kabut pasir bergerak cepat menuju ke arah kota. Kepulan kabut pasir itu bercampur dengan hamparan warna kemerahan membentang.
“Mereka datang!” ucapnya dengan suara bergetar melihat jumlah orang-orang Sekte Beruang Merah yang jumlahnya begitu banyak.
Mereka adalah Dewa Tangan Sakti, Dewa Pedang Kilat, Dan Raja Harimau Putih. Tanpa ragu ketiganya langsung bergabung di samping Lin Lian Xue, menghadapi keempat Naga Pelindung. Dengan kehadiran mereka, serangan yang awalnya mengancam nyawa kini berhasil dilawan dengan serangan balasan yang sama ganasnya.Pertarungan pun mulai berbalik. Dalam sekejap, Lin Lian Xue berhasil melancarkan pukulan telak pada Naga Selatan, membuatnya terjatuh dengan nafas terputus-putus sebelum akhirnya terkapar tak bernyawa. Ketiga Naga Pelindung lainnya mulai kewalahan menghadapi serangan dari empat pendekar yang begitu kuat.Di tengah kekacauan pertempuran, Kaisar Naga Hitam yang menyaksikan kehancuran pasukannya tak dapat lagi menahan amarah. Dengan wajah merah padam, ia melesat ke arah Lin Lian Xue, bertekad untuk menghabisinya. “Beraninya kau!” teriaknya dengan penuh kebencian.Namun, tepat sebelum Kaisar Naga Hitam berhasil menyentuh Lin Lian Xue, kilatan cahaya putih menyilaukan memotong jalannya, diir
Pagi yang dinanti pun tiba, hari kesembilan di bulan kelima. Langit di atas perbatasan Kekaisaran Utara tampak kelabu, seolah alam turut merasakan ketegangan dari kedua belah pihak yang akan segera terlibat dalam peperangan hidup dan mati. Pasukan gabungan dari Kekaisaran Selatan dan Timur, dipimpin oleh Majikan Pulau Naga, bergerak dalam formasi yang rapi. Di kejauhan, mereka melihat pasukan Kekaisaran Naga Hitam yang telah bersiap di seberang lembah, dipimpin langsung oleh Kaisar Naga Hitam bersama empat Naga Pelindungnya, formasi jabatan baru yang dibentuk setelah kematian banyak petinggi sekte di tangan Liong Yun.Pasukan Kekaisaran Naga Hitam berbaris dengan disiplin. Para prajurit mengenakan jubah hitam dan topeng menyeramkan, diiringi oleh para ahli aliran hitam yang terkenal kejam dan tidak segan-segan mengorbankan nyawa. Sorakan keras terdengar dari barisan mereka, seolah ingin mengguncang keberanian lawan.Majikan Pulau Naga berdiri di atas sebuah bukit kecil, memandang ked
Dua hari kemudian, pasukan dari Kekaisaran Timur dan Kekaisaran Selatan tiba di perbatasan Kota Kekaisaran Utara. Deru langkah ribuan prajurit terdengar bergemuruh, membelah kesunyian pagi di perbatasan yang dingin. Di tengah barisan, sosok-sosok yang menjadi simbol harapan itu bergerak dengan tenang. Kaisar Selatan, didampingi oleh Panglima Guo dan Majikan Pulau Naga, memimpin langsung pasukannya, sementara di sisi lain, Kaisar Timur yang kharismatik tampak maju bersama para jenderal terkuatnya.Kaisar Selatan dengan karisma dan pengalamannya sebagai kaisar nampak berwibawa, sementara kaisar Timur yang dulunya merupakan seorang pendekar sakti menunjukkan kegagahannya. Dua sosok pemimpin pasukan besar yang akan menyerang Kekaisaran Naga Hitam.Menyadari dua pasukan besar ini sangat beresiko terjadi bentrokan dan akan merugikan kedua belah pihak, Kaisar selatan dan Kaisar timur sepakat untuk mengadakan pertemuan.Di tengah-tengah perkemahan pasukan, tenda pertemuan megah didirikan. Pan
Dengan kekuatan yang kini telah ia kerahkan hingga setengah dari kekuatannya, Lo Hao menghantam tanah dengan satu tinju kuat, dan guncangan hebat seketika merambat, membuat retakan-retakan besar merayap ke arah Lin Lian Xue. Pepohonan di sekitar mereka bergetar, beberapa akar tua mencuat dari tanah, membuat medan pertempuran semakin kacau. Lin Lian Xue menghindari retakan itu dengan lompatan gesit, tetapi Lo Hao sudah berada di hadapannya, siap menebasnya dengan tangan yang kini berubah menyerupai cakar hitam tajam.Benturan antara cakar Lo Hao dan pedang Lin Lian Xue memicu kilatan energi yang menyilaukan. Udara di sekitar mereka berdesis seperti terbakar, memancarkan percikan-percikan api dari hantaman yang saling bertarung tanpa henti. Setiap jurus Lin Lian Xue yang berbalut cahaya bak bayangan naga terus mengarah pada titik vital Lo Hao, namun Lo Hao kini bukan hanya bertahan, ia mulai melancarkan serangan-serangan balik yang lebih ganas. "Inilah akhir dari darah Pendekar Naga L
Kegelapan hutan di sekeliling Lin Lian Xue semakin pekat, seperti menggulungnya kabut misterius yang menyelimuti pepohonan dan membuat setiap langkah terasa berat. Pohon-pohon tua dengan akar menjalar seperti makhluk hidup mengintai, dan suara malam yang biasanya tenang kini bergema dengan getar aneh, seakan hutan itu bernafas dengan irama yang seram. Lin Lian Xue tetap bergerak lincah, mengikuti bayangan hitam yang sebelumnya ia kejar di perkemahan, tapi perlahan ia menyadari bahwa ia telah terpisah jauh dari pasukan kekaisaran.Tiba-tiba, sosok itu berhenti di tengah hutan, tepat di sebuah tanah lapang yang disinari temaram cahaya bulan. Di sana, ia berdiri tegak dengan pakaian yang kasar, terbuat dari bulu-bulu hitam yang bercampur darah. Wajahnya keras dan garang, bibirnya melengkung dalam senyuman yang memperlihatkan gigi bertaring.“Selamat datang di kediamanku, Nona Manis,” ucapnya dengan suara berat yang bergaung dalam kegelapan. “Serahkan diri, dan kau akan hidup senang seba
Pasukan besar dari Kekaisaran Selatan terus bergerak menuju utara. Ribuan tentara gagah berderap bersama di bawah kibaran bendera dengan lambang harimau emas, simbol kekuatan dan keberanian Kekaisaran Selatan. Di antara pasukan itu, terlihat sosok Panglima Besar Guo, berdiri kokoh di atas kudanya. Matanya tajam memandang ke depan, seolah membaca setiap rintangan yang akan mereka hadapi. Tubuhnya yang besar dan berotot memancarkan wibawa seorang pemimpin tangguh, dengan wajah yang tampak siap menghadapi apapun demi keselamatan dunia.Di sampingnya, Majikan Pulau Naga, seorang pria tua berambut putih yang tetap tangguh dan penuh kewibawaan. Wajahnya tegas, dengan mata yang memancarkan ketenangan seorang pendekar yang telah melewati banyak pertempuran. Putrinya, seorang pendekar wanita berparas cantik namun memiliki keteguhan yang tak kalah dari ayahnya, mengiringi di sisinya, memegang gagang pedang pusaka keluarga yang dipercayakan padanya sejak kecil. Wajahnya tegas namun tersirat ke