Home / Romansa / IMAM UNTUK NIRMALA / 3. PEMUJA RAHASIA

Share

3. PEMUJA RAHASIA

Author: Faziharin
last update Last Updated: 2021-06-10 13:39:33

Alif menepati ucapannya. Pagi itu, saat Mala berangkat kuliah dan hendak keluar dari gang kost mereka, tampak Alif sedang duduk di pinggir jalan, kelihatannya sedang menunggu seseorang. Begitu melihat Mala  dan rombongannya, lelaki itu mendekat, meminta izin pada Lusi dan yang lainnya agar duluan.

"Gimana kabarmu, Mala?" Alif memulai percakapan setelah teman-teman Mala duluan.

"Kamu gila banget ya. Teman-temanku semua mengira kita benar-benar pacaran. Padahal kita aja baru ketemu kemaren."

"Kamu percaya cinta pandang pertama kan? Dan begitulah aku. Mungkin bagimu ini terlalu cepat, tapi tidak denganku. Aku sudah lama menyimpan rasa padamu. Aku selalu berjalan di belakangmu saat pergi kuliah semenjak setahun yang lalu, kamu saja yang tidak menyadarinya. Aku sudah lama mengagumimu, Aku tahu kamu selalu berjalan menunduk, buru-buru, atau membaca buku sambil berjalan. Tapi yang aku tidak tahu adalah, kalau kamu nge-kost di sini dan tinggal di rumah bibiku."

Mala hanya diam. Dia tidak punya kata-kata untuk diucapkan, disamping mood nya yang tiba-tiba buruk bertemu lelaki narsis itu.

"Jika aku tahu dari dulu, kamu tinggal dirumah bibi, pasti aku akan sering-sering kesana. Tapi mulai hari ini, aku akan kesana, kalau perlu tiap hari."

Mala masih diam. Dia masih bingung, bagaimana cowok yang kelihatan pendiam dan angkuh di mata teman-temannya, Malahan sangat cerewet di depannya.

"Mala, katakanlah sesuatu. Jangan diam-diam seperti ini. Kamu kelihatan tidak senang jalan denganku."

Kali ini Mala tersenyum sambil menunduk. Lalu dengan sedikit sungkan menoleh kesamping, menatap Alif yang juga tengah menatapnya. Tak bisa dipungkiri, lelaki disampingnya ini benar-benar tampan. Mana mungkin dia tidak senang jalan dengan cowok setampan itu, tapi entahlah, mungkin karena dia memang tidak terbiasa dekat dengan lelaki, sehingga otaknya menjadi buntu menemukan kata-kata. Padahal selama ini, dia bukanlah tipe gadis pendiam, cerewet malah.

"Senang berkenalan denganmu, Alif. Semoga Kita bisa dekat." akhirnya hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulutnya. Itupun setelah merangkai dengan sangat lama.

"Aku juga mengharapkan itu, Mala. Semoga ada tempat untukku."

"Tempat apa?"

"Tempat di hatimu. Semoga belum ada penghuninya, sehingga aku bisa tinggal disana."

Mala terkekeh. "Ternyata selain narsis, kamu gombal juga ya?"

"Bukan gombal, tapi memang begitulah kenyataannya. Aku ingin mendapatkan tempat di hatimu. Mungkin, menurutmu ini hanyalah gombalan, tapi aku mengungkapkan ini dari hati."

Mereka kembali diam, larut dalam pikiran masing-masing, sampai tak terasa mereka sudah sampai di gerbang Fakultas Ekonomi tempat Mala kuliah. Saat hendak pamit Alif menatap dengan tatapan hangat. Dibiarkannya punggung Mala menghilang dibalik bangunan itu sebelum dia melanjutkan langkahnya menuju Fakultasnya yang tidak terlalu jauh dari sana. Seulas senyum menghiasi wajah itu.

Ditempat lain, Mala bersikap santai seperti biasa dan memasuki ruangan perkuliahan dengan senyum meenghias bibirnya.  Lusi yang melihat kedatangan Mala, ikut tersenyum. Kali ini, mereka kuliah umum, sehingga mereka bisa berada di ruangan yang sama.

"Lusi, ada apa dengan Mala? Dia bahagia banget kayaknya?" tanya salah satu teman kuliahnya yang duduk tidak jauh dari Lusi.

"Sedang jatuh cinta mungkin." jawab Lusi masih sedang tersenyum memperhatikan gerak gerik Mala yang sedang mengeluarkan buku dari tasnya.

"Lusi, tolong bilang sama Mala. Berhentilah jatuh cinta pada Bima . Dia sekarang jalan bareng Fani. Bahkan kemarin kabarnya, ada yang memergoki mereka sedang berbuat tak senonoh di Sekretariat HIMA. Karena berita itu mereka sekarang menjadi pasangan paling fenomenal di Jurusan kita."

Via, teman satu jurusan Mala, yang kebetulan juga mengikuti mata kuliah kali ini, memandangi Mala dengan rasa iba, disampingnya Lusi mencoba fokus pada ucapannya. "Ternyata mereka sudah berpacaran sejak dua bulan lalu. Yang aku dengar, Fanilah yang mengejar-ngejar Bima dan memohon-mohon untuk menerima cintanya. Tadi aku bertemu dengan teman seangkatan Kak Bima, mereka semua membicarakan itu, dan mengungkapkan rasa kasihan pada Mala. Selama ini orang tahu kalau Mala juga  menyukai Bima."

"Udahlah, Via!  Lihat sendiri kan, Mala tidak terpengaruh dengan berita itu. Dia tidak pernah menyukai Bima. Kita saja yang selama ini suka mengerjai dia. Dan sekarang dia sedang berbunga-bunga, karena baru jadian dengan cowok yang jauh lebih ganteng dari Bima. Namanya Alif. Mahasiswa Fakultas Tekhnik. Keren habis tu cowok"

"Kamu serius?"

"Kalau kamu tidak percaya, nanti pulang kuliah lihat saja, pasti Alif menunggu Mala. Aku bisa melihat, kalau Alif tidak main-main dengan perasaannya. Sepertinya dia sudah sangat lama menyimpan rasa sukanya pada Mala."

Apa yang dikatakan Lusi memang terbukti. Hari ini Mala hanya ada dua jadwal mata kuliah, sehingga sebelum tengah hari gadis itu berencana untuk balik ke kost. Kebetulan hari ini tidak ada kegiatan di HIMA makanya dia bisa melanjutkan menyelesaikan tugas-tugas kuliah lain yang belum dikerjakan.

Setelah mengumpulkan semua buku-bukunya, Mala berpamitan pada teman-temannya dan melangkah keluar ruangan sendirian. Teman-temannya yang tadi pura-pura sibuk segera menyusul dan menguntit dari belakang. Dari arah lain, tampak Lusi juga baru keluar dari ruangan kuliahnya, dia sengaja tidak menyamperin Nirmala. Dia ingin melihat bagaimana reaksi teman-temannya saat melihat Alif yang hari ini berencana menjemput Mala.

Terus terang, sebagai orang yang paling dekat dengan Mala, yang menganggap Mala seperti saudaranya sendiri, Lusi benar-benar geram dengan fonis teman-teman kuliahnya yang tak henti-henti mengira Mala menyukai cowok  yang menurutnya tidak ada ganteng-gantengnya sama sekali itu. Lusi percaya seratus persen, kalau Mala benar-benar tidak pernah menyukai Bima. Setahu Lusi, sampai sekarang Mala masih belum bisa menghapus cinta pertamanya, entah siapa nama cowok itu, Lusi juga lupa. Bian, kalau tidak salah.

Di taman, tidak jauh dari ruangan dimana Mala barusaja keluar, tampak Alif sedang berdiri dengan mata terus mengawasi gerak gerik gadis cantik yang berjalan santai mendekatinya. Seulas senyum muncul di bibirnya saat Mala semakin dekat dengannya. Tidak jauh dibelakang Mala, dilihatnya beberapa orang mahasiswi yang berdiri mengamati wanita itu. Tidak terlalu mempedulikan keadaan sekitarnya, Alif segera mendekati Mala dan berdiri menghalangi jalannya.

Tatapannya begitu hangat dan bisa diartikan begitu dalam pada Mala. Dari tempatnya berdiri Lusi bisa melihat Mala yang sedikit salah tingkah di depan Alif. Gadis itu lebih banyak menunduk daripada menatap lawan bicara di depannya. Entah apa yang sepasang anak manusia itu bicarakan, tidak lama kemudian mereka berjalan bersisian meninggalkan lingkungan kampus.

Karena tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dariu kampus, Alif sengaja memilih berjalan kaki. Dia ingin lebih berlama-lama didekat gadis yang sudah mencuri hatinya sekian lama.

Lagi-lagi sepanjang jalan Mala lebih banyak diam. Mulutnya yang biasanya cerewet, seakan kehilangan kata-kata tiap kali berhadapan dengan Alif. Disampingnya, Alif pun begitu. Lebih banyak diam. Namun, di dalam hatinya sedang belonjak gembira karena gadis yang selama ini diam-diam dikaguminya, sekarang ada di sampingnya. Begitu dekat. Andai tidak menjaga etika dan tidak ingin membuat Mala menganggapnya berniat jahat, ingin rasanya Alif menggenggam tangannya erat-erat. Tidak akan dilepas lagi.

Yach. Alif adalah seorang lelaki yang selama ini menjadi pemuja rahasia Mala. Rasa sukanya berawal dari pertemuan pertama mereka dipagi hari saat  ia hendak berangkat kekampus. Kebetulan, hari itu motornya rusak, sehingga ia terpaksa berjalan kaki. Dipertengahan jalan, dilihatnya seorang perempuan berjilbab hijau sedang berjalan menuju arah yang sama dengan arah yang ditujunya. Gadis itu berjalan sambil terus membaca buku yang ada di gengamannya, tak peduli pada orang yang lalu lalang di jalan komplek itu. Alif terus mengamatinya. Sampai di persimpangan jalan raya, gadis itu menoleh ke arahnya, bermaksud menyeberang jalan, dan saat itu Alif melihat wajahnya. Cantik, membuat jantung Alif bertalu-talu.

Semenjak hari itu, Alif selalu bertemu gadis itu tiap kali berangkat kuliah. Entah kebetulan, tapi setiap kali Alif keluar dari halaman rumahnya, tidak jauh dari sana dilihatnya juga gadis itu keluar dari sebuah gang sebelum rumahnya. Kadang sendirian, dan lebih sering bersama teman-temannya.

Akhirnya Alif berusaha mencari tahu dimana gadis itu tinggal. Melihat wajahnya, Alif sangsi kalau gadis itu adalah penduduk asli, karena selama 20 tahun umurnya, Alif cukup kenal dengan warga sekitar tempat tinggalnya. Dan, pada hari itu, hari dimana ia bertemu dengan Mala di depan rumah bibinya adalah hari yang tak akan pernah dilupakannya. Hari itu ia pertama kali ia berhadapan langsung dengan gadis itu, menatap mata yang tajam dan wajah yang selalu membuat hatinya tidak menentu. Dan entah itu kebetulan lagi atau bukan, gadis itu tinggal dirumah bibinya.

Alif tersenyum  dan kembali menatap Mala yang masih berjalan disampingnya. Mereka sudah sampai di depan pagar rumah. Alif melangkah mendahului Mala dan membuka kaitan kunci pagar, menyilahkan masuk dengan mata tak bisa lepas dari gadis itu. Sementara itu, Mala masuk ke dalam tanpa mau lagi menoleh. Entahlah, ia merasa malu. Dia tidak pernah begitu dekat dengan lelaki. Sikapnya kepada teman lelaki di kampus pun biasa-biasa saja, tidak terlalu dekat dan juga tidak terlalu menjaga jarak.

"Mala. Besok kita bareng lagi ya." Alif berucap sambil menatap punggung Mala yang mendadak berhenti  tidak jauh di depannya.

 Perlahan gadis itu menoleh dan tersenyum."Makasih banyak Alif..." usai mengucapkan kata-kata itu Mala  berjalan cepat dan segera membuka pintu kostnya. 

Alif masih berdiri di sana, seakan enggan meninggalkan tempat itu. Sampai wanita itu menghilang di balik pintu penghubung kost-nya, dia masih tetap berdiri di pagar itu. Dia merasa telah membuang waktu sia-sia dengan hanya berdiam-diam selama perjalanan dengan Mala. Harusnya dia lebih gencar lagi mendekati wanita itu. Wanita yang sangat pemalu.

Sementara itu, setelah melewati pintu penghubung, Mala tidak langsung menuju kamarnya. Gadis itu, mengintip dari sebuah lubang kecil yang ada ditengah-tengah pintu itu. Dilihatnya, Alif masih berdiri di pagar seperti belum ada niat meninggalkan kost itu. Mala hanya menggeleng kepala. Dia bukan mahasiswa yang tidak tau apa-apa. Dia tau, dari sikap dan cara Alif bicara padanya, lelaki itu menyukainya. Tapi menurutnya ini terlalu cepat.

Mala tidak ingin buru-buru menanggapi perasaan lelaki itu. Dia harus ingat pesan ayah dan ibunya. Sebagai seorang wanita, harus pandai-pandai menjaga diri. Jangan sampai salah memilik kawan. Begitu pula dengan Alif, Mala belum terlalu mengenalnya, jadi tidak secepat itu dia akan menanggapi perasaannya.

Selain itu, hatinya masih belum bisa menghapus nama Bian. Cinta pertamanya yang kini entah dimana.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • IMAM UNTUK NIRMALA   61. HARI MILIK KITA

    "Mala..."Mala menoleh dan mendapati seorang lelaki tampan sedang menatapnya sendu. Bian yang juga berdiri disampingnya mengenggam erat tangan Mala. Dia masih mengenali orang itu. Kalau tidak salah ingat lelaki itu dulu pernah dekat dengan istrinya. Bukankah mereka dulu pernah bertemu saat masih kuliah? Rahang Bian mengeras."A...Alif..." ujar Mala pelan."Ternyata kamu masih mengenaliku." Lelaki yang ternyata adalah Alif itu tersenyum pahit. "Selamat atas pernikahanmu, Mala. Semoga bahagia. Apa kita bisa bicara sebentar, hanya berdua." pinta Alif menatap Mala harap.“Jika ada yang ingin dibicarakan, maka bicara disini saja, Lif.” Jawab Mala halus.Alif menatap Mala memohon, lalu ditatapnya Bian yang masih mengenggam erat tangan Mala."Mala adalah istriku. Jadi apapun masalahnya, juga masalahku. Tidak ada rahasia diantara kami." potong Bian cepat. Genggamannya pun semakin erat. Mala tersenyum dan menatap Bian hangat."Suamiku benar, Lif. Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?” ucap Ma

  • IMAM UNTUK NIRMALA   60. IMAM UNTUK NIRMALA

    Mala bersenandung riang sambil melangkah kesana kemari di dapur. Seperti biasanya, setelah sepuluh hari lebih mereka menikah, ia selalu membuatkan sarapan untuk suaminya. Namun, pagi ini ada yang tak biasa, karena dari tadi tak henti hentinya bibirnya tersenyum lalu senandung cinta tak berhenti mengalun dari mulut itu. Menggambarkan suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga.Akhirnya, setelah 10 hari menikah, semalam ia berhasil melaksanakan tugas sepenuhnya sebagai seorang istri. Melawan segala trauma yang selalu menghantuinya.Masakannya hampir selesai, saat deru suara motor terdengar di halaman depan. Itu adalah suaminya pulang dari masjid. Bahkan disaat beratnya godaan untuk kembali memeluk istrinya, lelaki itu tetap bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Lalu setelah menunaikan shalat sunat sebelum shubuh dua raka'at ia pamit untuk menunaikan shalat Shubuh berjamaah ke masjid. Mala yang saat itu masih uring-uringan, merasa sangat malu pada suaminya itu. Hingga walau dengan sedikit

  • IMAM UNTUK NIRMALA   59. MENGGENAPKAN RASA

    Bian menghela nafas lega setelah mobilnya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari kota B. Disamping nya Mala tertidur dengan pulas. Diputarnya tubuh dan menatap sang istri yang tengah tertidur. Tangannya perlahan mengelus pipi halus itu dan merapikan anak rambut yang dengan nakal mengintip dari balik jilbabnya."Sungguh, kehadiranmu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Aku janji akan menjaga anugerah itu dengan sebaiknya. Aku tak bisa menjanjikan bahwa kamu akan selalu bahagia denganku, tapi aku usahakan bahwa dalam kondisi apapun aku akan selalu ada untukmu."Tak tahan hanya memandang, Bian akhirnya tergoda untuk mengecup singkat pipi itu. Dan untuk beberapa saat dibiarkan bibirnya menempel pada pipi halus yang terasa dingin, mungkin karena suhu dalam mobil sehingga membuat istrinya kedinginan.Mala mengeliat karena merasa tidur nyenyaknya terusik. Perlahan dibukanya mata, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan suami yang berada tepat dide

  • IMAM UNTUK NIRMALA   59. MENGGENAPKAN RASA

    Bian menghela nafas lega setelah mobilnya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari kota B. Disamping nya Mala tertidur dengan pulas. Diputarnya tubuh dan menatap sang istri yang tengah tertidur. Tangannya perlahan mengelus pipi halus itu dan merapikan anak rambut yang dengan nakal mengintip dari balik jilbabnya."Sungguh, kehadiranmu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Aku janji akan menjaga anugerah itu dengan sebaiknya. Aku tak bisa menjanjikan bahwa kamu akan selalu bahagia denganku, tapi aku usahakan bahwa dalam kondisi apapun aku akan selalu ada untukmu."Tak tahan hanya memandang, Bian akhirnya tergoda untuk mengecup singkat pipi itu. Dan untuk beberapa saat dibiarkan bibirnya menempel pada pipi halus yang terasa dingin, mungkin karena suhu dalam mobil sehingga membuat istrinya kedinginan.Mala mengeliat karena merasa tidur nyenyaknya terusik. Perlahan dibukanya mata, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan suami yang berada tepat dide

  • IMAM UNTUK NIRMALA   58. SESUNGGUHNYA MANUSIA DICIPTAKAN BERPASANG-PASANGAN

    Bian melangkah pelan mengikuti rombongan pejabat perusahaan menuju ruang pimpinan. Kepalanya masih celingukan ke belakang menunggu istri tercinta yang masih belum juga tampak. Tadi, mereka terpaksa berpisah karena Mala yang mendadak dihampiri oleh puluhan karyawan yang hendak minta maaf sekaligus mengucapkan salam perpisahan padanya. Sebenarnya ingin sekali menemani, takut jika terjadi hal diluar dugaan lagi, namun tarikan halus di ditangannya mengurungkan niatnya."Sudahlah! Kupastikan dia aman sekarang. Tak akan ada yang berani mengganggunya lagi. Disamping kebenaran yang telah terungkap, semua orang tahu bahwa Mala adalah isteri salah satu pemegang saham di sini, mana ada yang berani usil lagi padanya. Termasuk si Raditya itu" ujar Donny yang membuat Bian tersenyum.Tetap saja dia mencemaskan istrinya."Tetap saja hatiku tak tenang, Bang. Dia masih trauma. Abang tak merasakan bagaimana nelangsanya adikmu ini, walau sudah menjadi istri sah pun, aku sama sekali tak bisa berbuat banya

  • IMAM UNTUK NIRMALA   57. PERGI TANPA DENDAM

    “Saya memiliki semua rekaman cctv kejadian itu, karena kebetulan saat kejadian itu saya berada di hotel yang sama dengan Pak Raditya. Saya bisa saja memutar semua cctv itu di sini, tapi karena permintaan dari istri saya, opss…” Bian pura-pura keceplosan, lalu tersenyum manis pada Mala, “Karena permintaan dari Nirmala, agar rekaman cctv itu tidak diputar karena bisa menyebarkan aib orang lain, makanya saya tidak memperlihatkan cctv itu.”Bian melangkah tanpa canggung dan berjalan didepan semua yang hadir, layaknya seorang dosen yang sedang memberikan kuliah pada semua mahasiswanya. Langkahnya berakhir tetap di depan dua orang wanita yang tadi tidak mempercayai pengakuan Raditya.“Hei, Nona berdua. Mungkin anda adalah penggemar pak Radit, jadi sah-sah saja jika anda tak akan percaya apapun kesalahan yang dilakukan oleh idola anda. Its okey. Tapi coba anda lihat sebagai sisi wanita, saat ini Nirmala, wanita yang sedang anda hujat itu sedang mengalami trauma berat. Trauma atas kejadian na

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status