Share

6. BERTEMAN LEBIH BAIK

Hari itu adalah hari pertama Masa Orientasi Siswa. Mereka dibagi dalam beberapa kelompok, dan dari pembagian itu, Mala berada di kelompok tiga. Karena hari itu adalah hari pertama, maka panitia yang terdiri dari kakak-kakak kelas menyuruh bergotoroyong membersihkan kelas masing-masing. Mala ambil bagian menyapu lantai bersama empat orang lainnya. Beberapa orang murid cowok membantu menaikkan kursi ke atas meja.

Mala tidak menyangka kalau ternyata dia tidak benar-benar kehilangan. Hampir sebagian besar teman-teman semasa SMP-nya melanjutkan ke sekolah yang sama dengannya. Dan, hal yang sama sekali tidak disangka-sangkanya adalah, Bian. Ya, ternyata  Bian juga ada di sekolah yang sama dengannya.

Flash back

Dengan buru-buru Mala melangkah memasuki gerbang sekolah barunya. Ini MOS hari pertama dan dia tidak boleh telat. Gadis itu terus berjalan cepat, dan...

BRUKK

Mala menabrak seseorang yang sepertinya sengaja menghalangi langkahnya. Dengan kesal, gadis itu menoleh pada penghalang itu dan bersiap memakinya. Namun, makiannya tinggal di tenggorokan. Seseorang yang akhir-akhir ini selalu menganggu pikirannya sedang berdiri dan menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Bian? Benarkah ini dirimu? Aku tidak mimpi kan?" Mala mendekat dan mengamati anak itu lekat-lekat.

Bian tersenyum dan menjawil hidung Mala sedikit keras hingga gadis itu mengaduh kesakitan. "Ini aku. Your Prince. Jadi jangan nangis lagi! Sekarang aku sudah sekolah di sekolah yang sama denganmu. Kamu bisa bertemu aku tiap hari."

Mala melotot. Wajahnya memerah. Dia baru tahu kalau anak laki-laki yang dikaguminya itu begitu percaya diri. Your prince, apa maksudnya.

"Kamu kepedean. Pangeran apaan. Pangeran kodok kali."

Mala memalingkan wajanya menyembunyikan senyuman manis tanda kebahagiaan. Dia benar-benar bahagia mendengar pengakuan Bian. Andai saja tidak ada orang, pasti dia sudah melompat-lompat saking bahagianya.

 "Dan, aku tidak pernah menangis karena tidak bisa satu sekolah denganmu. Aku juga tidak menangis karena tidak akan bertemu denganmu lagi."

Bian terkekeh...

"Jangan berbohong!" Jeda sejenak. "Hari itu, aku melihatmu menangis. Aku langsung tau kalau kamu menangis karena tidak bisa satu sekolah denganku."

Mala berusaha menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sungguh dia sangat malu.

" Mari, kita mulai sekolah baru ini dengan cerita yang manis. Aku bahagia karena akhirnya aku bisa bersamamu, Mala. Aku tidak perlu repot-repot lagi menanyakan kabarmu pada Dito." Bian menggenggam tangan Mala erat, dan mengajaknya melangkah bersama menuju papan pengumuman, melihat pembagian kelas untuk kegiatan baru di sekolah baru mereka.

“Aduh!, Woi! bisa hati-hati nggak sih?” seorang cowok menghardiknya dengan suara lantang saat Mala menyapu sambil melamun. Mala keheranan. Pasalnya ia tidak merasa telah berbuat salah padanya.

“Emang kenapa? Apa ada yang salah?” serangnya kemudian.

“Sapu  itu mengenai sepatu baruku.”

“Idih, baru kena sepatu juga udah belagu banget.” Mala cuek lalu memukulkan sapu ke sepatu kanannya. “Nah, puas?”

“Kamu itu ya, sayang aja cewek, coba kalo cowok. Sekarang bersihin nggak sepatuku. Kotor banget  kena debu dari sapumu itu.”

“Apa? Bersihin? Emang kamu siapa?”

“Ada apa, Di?” seorang cowok muncul dan berdiri disamping cowok yang barusan berdebat dengan Mala.

“Ini Al, cewek genit. Coba-coba cari perhatian dengan mengotori sepatu ku. Nggak dimana-mana murid cewek itu sama, ya. Mencari perhatian cowok tampan dengan berbagai cara”

“Apa Kamu bilang? Aku genit? Emang siapa yang mulai duluan sih? Kamu kan?” Mala kesal banget.

Mala berpaling pada cowok yang berdiri disampingnya yang terus memandanginya. Cowok itu tersenyum manis. Manis sekali. Keningnya berkerut, dan mengalihkan tatapan pada kedua cowok itu bergantian. Hal itu dilakukannya berkali-kali.  Kedua cowok itu sangat mirip. Bedanya yang satu lebih pendek, hitam manis, dan kelihatan lebih berwibawa. Sedangkan yang bermasalah dengannya sedikit lebih tinggi, kulitnya kuning, dan di bibirnya ada tahi lalat. Pantas saja cerewet. Tapi harus diakuinya, mereka ganteng banget. Jauh lebih tampan dari Pangerannya. Bian-nya.

“Hai, kenalkan, namaku Alfa. Dan ini temanku, namanya Adi.” Cowok hitam manis itu mengulurkan tangan dengan senyum manis yang masih tersungging di bibirnya.

“Kalian, kembar ya?” tanya Mala.

“Kembar? Kembar dari Hongkong.” Sanggah cowok bernama Adi sambil tertawa lepas.

“Habisnya kalian mirip.”

"Kamu bukan orang pertama yang mengatakan itu. Aku dan Alfa emang mirip, tapi kami bukan saudara. Apalagi kembar. Kami sepupuan"

Mala mengangguk mendengar jawaban Alfa.

“Jadi kamu berasal dari desa yang sama dengan Bian?”tanya Adi kemudian. Mala mengangguk dengan sangat bersemangat.

"Kami berasal dari desa yang sama, tapi sekolah kami berbeda. Di desaku ada beberapa sekolah dasar, karena sangat luas dan penduduknya juga lumayan ramai.

Adi manggut-manggut. Dia ingat, tadi melihat Mala berjalan bersama Bian. Mereka kelihatan akrab. Saat berkenalan dengan Bian, dia tidak lupa menanyakan tentang anak cewek yan bersamanya, yang ternyata adalah Mala.

"Kirain satu sekolahan. Akrab banget kelihatannya. Sudah kenal lama?" tanya Adi lagi.

"Kepo banget sih kamu." Alfa menarik Adi. "Ayo, sekarang kita lanjutkan bersih-bersihnya. Aku tau banget modusmu yang tidak bisa tenang sebelum menganggu cewek-cewek."

Mala terkikik melihat Adi yang ditarik paksa oleh temannya. Berhubung tugasnya sudah selesai, bersama teman-teman yang lain Mala segera bergabung ke lapangan untuk mengikuti rangkaian kegiatan yang lain.

 Disana ternyata para siswa yang lain sudah pada berkumpul. Dan selama berkumpul di lapangan itu, tak henti-hentinya Adi berceloteh disampingnya, sedangkan Mala mendengarkan antara iya dan tidak karena matanya tak henti-hentinya mengamati setiap gerakan sekecil apa pun itu dari salah seorang siswa yang ada dikelompok satu. Siapa lagi kalau bukan Bian.

Walau dalam kegiatan itu mereka tidak berada di kelompok yang sama, tapi ia sudah bahagia. Bian akan selalu menunggunya untuk pulang sekolah bersama. Disaat istirahat pun, Bian akan menyempatkan diri untuk menemuinya, kadang hanya untuk memberikan sepotong kue atau sebuah permen. Mala yakin, dia akan selalu melalui hari-hari di sekolah ini dengan sangat bersemangat.

****

Mala berdiri tidak jauh dari papan pengumuman. Di sana terlihat teman-teman kelas 1 berduyun-duyun melihat pengumuman. Hari itu akan diumumkan pembagian kelas untuk  siswa baru setelah melewati MOS selama tiga hari. Hari itulah Mala akan tahu, dikelas mana ia belajar selama satu tahun kedepan. Dengan langkah pelan,  ia menuju keramaian itu ikut berdesak-desakan melihat pengumuman.

Tanpa waktu lama Mala berhasil menemukan namanya, nomor tiga paling atas. Ternyata Mala masuk kelas unggul.

“ Yess…..!”

Mala berlonjak kegirangan. Lalu dibacanya nama-nama yang masuk kelas  unggul itu. Di bawah namanya, urutan sesudahnya ada sebuah nama yang membuat kebahagiaannya semakin membuncah, FEBRIAN PUTRA.  Ya, itu adalah nama Bian. Itu artinya mereka akan menjadi teman sekelas selama satu tahun kedepan. Rasanya ia benar-benar tidak  percaya.

Mala berbalik dengan hati bahagia. Tanpa peduli keadaan sekeliling, ia melangkah ringan mencari kelasnya.

“Ehemm, bahagia banget.” Adi muncul tiba-tiba dihadapannya.

“Eh Adi. Kirain siapa tadi. Ya, bahagia dong. Kamu tahu kenapa?”

“Selamat ya, masuk kelas unggul.”

“Kok kamu tahu?”

“Yaa, tahu lah, orang nama kamu di atas. Pasti kebaca lah.”

“Begitu ya? “ Mala manggut-manggut. “ Oiya, kamu di kelas mana?”

“Jangan cemas, aku nggak akan jauh-jauh kok dari kamu karena aku tahu kamu mulai naksir sama aku. Kita akan menjadi tetangga. Adi mengacak-ngacak rambut Mala dan beranjak memasuki kelasnya. Mala mencibir melepas kepergiannya. Kepedean banget tuh anak.

Dengan bersenandung kecil, Mala masuk ke kelasnya. Di sana tampak beberapa orang siswa sudah mulai memilih tempat duduk yang nyaman untuk mereka. Di barisan paling depan, tampak Bian sedang duduk dan bercanda bersama beberapa orang teman laki-laki. Melihat kedatangan Mala, Bian segera berdiri dan bermaksud menghampiri  gadis itu, namun langkahnya terhenti karena Alfa lebih dulu menghadang langkah Mala.

"Hai, Mala. Selamat menjadi teman sekelas. Aku senang karena bisa satu kelas dengan kamu." ucap Alfa dengan melihatkan senyum manisnya. "Oiya, kamu mau duduk dimana?" tanyanya lagi.

"Mmmmm," sejenak Mala berpikir, lalu menoleh pada Bian yang sedari tadi tak lepas menatapnya. "Bian sudah memilihkan tempat duduk untukku. Jadi, dimana yang dipilihkan Bian aku terima saja." ucap Mala berbohong.

Bian yang mendengar ucapan Mala mengerutkan alisnya, tapi melihat senyum dari Mala cowok itu jadi mengerti. Mala melakukan itu karena percaya padanya. Mala tidak ingin menjalin kedekatan dengan orang lain selain dirinya. Mala juga ingin Alfa tau, bahwa Bian lebih bisa diandalkan.

"Aku tau dimana tempat duduk yang paling nyaman untuk Mala." Bian melangkah mendekati mereka dan menatap Mala sejenak. Lalu, mengambil tas gadis itu dan meletakkan di meja paling depan tepat di depan meja guru.

"Serius disana?" tanya Mala dan Alfa bersamaan.

Bian mengangguk yakin. Mala menatapnya dengan bingung. Sedangkan Alfa, meninggalkan mereka berdua, karena dia tidak ingin ikut campur urusan dua orang yang menurutnya cukup  bersahabat itu.

"Kok di sini sih, Bi? Aku maunya duduk dekat kamu." Mala bersungut-sungut.

Bian terkekek. "Kalau kamu duduk di sini, akan lebih konsentrasi, biar kamu tidak bikin ulah di kelas. Aku tau, ada beberapa teman cowok yang sedang menggodamu di sini. Kalau kamu duduk di tengah, mereka akan leluas mengganggumu."

"Kan aku bisa duduk dekat kamu."

"Kalau kamu duduk di dekatku, aku yang tidak bisa konsentrasi belajar. Ingat, tugas kita sebagai anak adalah belajar yang rajin dan wujudkan mimpi-mimpi orang tua kita. Segala sesuatu, yang kira-kira bisa menggangu harus kita minimalisir."

"Jadi, menurutmu, aku ini pengganggu?" Mala mulai sewot.

"Bukan! kamu bukan penganggu, tapi sangat mengganggu" Bian menjewel hidung Mala.

Mala bersungut-sungut.

"Mala, kamu mau kan untuk selalu bersama denganku? Menjadi teman dekatku selamanya?"

Mala mengangguk mantap.

"Nah, kalau begitu, sebaiknya kita belajar yang rajin, jangan sia-siakan pengorbanan orang tua kita. Kita tidak pernah tau, entah bagaimana kerasnya mereka bekerja banting tulang demi mewujudkan cita-cita kita. Jadi, untuk membalas semua itu, kita harus rajin belajar, kita akan bersama-sama mewujudkan cita-cita kita."

"Tapi, bagaimana kita bisa berteman, kalau menurut Bian saja aku ini sangat menganggu."

"Bukannya kita tadi udah sepakat, untuk berteman selamanya? Jadi, dengan begitu kita tidak akan saling mengganggu satu sama lain."

"Aku tidak mengerti."

"Aku juga tidak tau bagaimana cara menjelaskannya padamu, Mala. Yang aku tau aku sangat menyayangimu sebagai sahabatku, tapi aku tidak ingin rasa sayang ku ini mengganggu konsentrasi belajarmu dan kosentrasi belajar ku juga." Bian menarik nafas. Mengapa sulit sekali menjelaskan apa yang ingin hatinya sampaikan pada gadis itu.

"Kalau kita sudah dewasa nanti, aku akan datang padamu sebagai Bian yang dewasa juga, bukan Bian yang masih anak-anak seperti sekarang. Sampai saat itu nanti, berjanjilah, kamu akan tetap menjadi Mala yang kusayang." bisik Bian di telinga Mala.

Mala mengangguk.

"Mau kan menjadi sahabat dekatku? Kesampingkan dulu perasaan yang lain-lain. Kita ini masih kecil, belum saatnya untuk merasakan itu."

Mala mengangguk dengan tatapan berbinar. Bian tersenyum, meninggalkan meja Mala dan kembali ke tempat duduknya yang hanya dipisahkan dua buah meja lain.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status