POV Alya "Sin, hari ini aku mau ke swalayan, beli kebutuhan Kayla ya. Kamu mau titip apa, Sin? Nanti aku belikan?" tanyaku keesokan harinya setelah kejadian lamaran kerja yang berakhir dengan Pak Arga mentransfer sejumlah uang sebesar sepuluh juta rupiah ke dalam rekening milikku. Pertolongan Allah memang bisa datang melalui siapa saja. Tak terkecuali melalui tangan seorang Pak Arga yang membuatku sangat terharu. Aku tak pernah mengira setelah kesusahan dan kesulitan panjang yang harus aku lalui selama ini selama tinggal di rumah suami dan mertua, sekarang ini berakhir dengan kebaikan yang aku dapatkan dari Sinta dan Pak Arga. Sinta tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Kamu beli aja untuk keperluan kamu dan Kayla, Al. Aku beli sendiri nanti kalau week end. Biasa aku seminggu sekali ke supermarket kok. Uang dari Pak Arga dihemat saja untuk keperluan kalian berdua ya, kebutuhan di rumah ini biar aku saja. Tenang, tabunganku masih banyak kok. Selama ini aku tinggal sendiri, jadi
POV Rudy Aku menatap kaget saat mataku tak sengaja melihat penampakan perempuan yang sampai saat ini secara hukum masih berstatus sebagai istriku itu yang tiba tiba tengah berada dalam antrean sebelah menuju kasir swalayan di mana aku berada saat ini.Sejenak aku ingin tertawa melihat keberadaan nya. Ya, bagaimana bisa dia memborong begitu banyak makanan dan memenuhi isi troli nya dengan belanjaan yang saling banyaknya bahkan hendak keluar dari keranjang besi yang tengah dia pegang itu.Mataku seketika mencoba menelusuri apa saja barang yang dia beli itu. Ada bermacam produk susu untuk kesehatan tulang perempuan aktif seumur dirinya, yang aku taksir harganya tidak murah itu. Ada aneka makanan yang sudah jadi yang tadi sempat mau aku beli juga, niatnya ingin menyenangkan istriku Soraya, agar dia tak perlu lagi menanyakan soal gajiku yang hendak aku berikan pada ibu, tapi karena harganya yang ternyata cukup mahal, membuatku urung memasukkan nya dalam keranjang belanjaan kecil yang teng
POV Rudy"Bu, aku tadi ketemu Alya di pasar ...," lirihku pada ibu saat akhirnya pulang ke rumah.Ibu yang sedang menyuap nasi, sontak menoleh ke arahku dengan wajah mengernyit."Ketemu Alya? Ngapain lagi perempuan miskin itu ketemu kamu? Minta uang kamu untuk nafkah dia dan anaknya?""Jangan dikasih! Belum tentu juga Kayla itu anak kamu! Kamu lihat sendiri kan, dia nggak mirip kamu sama sekali! Jadi nggak usah terpengaruh sama tangisan mengiba nya kalau dia menjadikan anaknya sebagai senjata untuk meminta uang dari kamu?" jawab ibu sembari melanjutkan kembali suapan nya.Aku menaikkan sudut bibir mendengar perkataan ibu. Beliau mungkin tak tahu kalau Alya sekarang tak seperti Alya yang kemarin tak punya uang, lusuh, jelek, bau dan gendut.Alya sekarang telah berubah menjadi wanita yang lebih cantik dan anggun.Tubuhnya mungkin masih berisi, tapi penampilannya, out fit yang melekat di tubuhnya menampakkan kalau mantan istriku itu tampaknya tak kekurangan apa apa.Justru saat hidup ber
POV Arif."Ya ampun, Arif ....ini benar benar Alya? Rasanya Ibu kok nggak bisa percaya ya! Gimana mungkin mantan istri kamu itu bisa berubah secepat ini? Dia nggak seperti Alya biasanya, Rif!" Ibu menggeleng gelengkan kepalanya nyaris tak percaya sembari menatap takjub pada layar ponselku yang memperlihatkan gambar Alya yang tengah menyerahkan uang pada kasir."Bener bener nggak bisa dipercaya. Dari mana dia punya uang sebanyak itu sehingga bisa mengubah penampilannya seperti ini? Ck ... ck ... ck ....""Kamu harus selidiki ini, Rif. Kalau dia memang Alya, Ibu ... rasanya ingin kalian balikan lagi aja. Ibu nyesel sudah ngusir dia dari rumah ini, Rif!""Padahal dia sudah bilang kalau dia akan bekerja lagi. Tapi karena terlalu merendahkan kemampuannya, Ibu jadi menghina dia dan nggak percaya kalau perusahaan tempat dia bekerja dulu bersedia menerima dia kembali bekerja di sana.""Ibu terlalu gegabah, Rif! Tapi ini belum terlambat. Kamu kan belum mendaftarkan ikrar talak di pengadilan ag
POV Alya"Sin, menurut kamu gimana kalau aku mengurus perceraian hari ini juga? Nunggu nunggu dari Mas Arif kayaknya kok belum ada kabar ya? Aku takut dia nggak jadi ngurus karena barangkali dia sibuk, Sin?" tanyaku meminta pertimbangan dari Sinta saat kami tengah sarapan pagi.Sinta menganggukkan kepalanya lalu tersenyum."Ya bagus lah itu, Al. Makin cepat kamu urus perceraian makin bagus. Supaya status hukum kamu juga jelas. Jadi kalau ada apa apa, Arif nggak bisa nuntut kamu lagi, karena kamu udah bener bener berpisah dan nggak ada ikatan apa apa lagi dengan dia. Kita nggak tahu lho apa yang akan terjadi nanti.""Contoh nya saja seperti cerita kamu semalam. Kamu nggak sengaja ketemu mantan suami kamu itu di swalayan terus dia kelihatan kaget waktu lihat kamu. Apalagi waktu kamu bayar belanjaan banyak banget, katamu dia melotot lebar. Bisa jadi 'kan dia shock lihat kamu sekarang punya banyak uang?""Dan dia pasti nggak akan nyangka kalau ada Pak Arga yang sangat bermurah hati memban
POV Alya "Jadi, kamu mau diantar ke mana, Alya? Langsung pulang atau ... mau mampir ke mana dulu, biar saya anterin?" tanya Pak Arga saat laki laki tampan itu telah kembali mengemudikan kendaraannya."Hmm ... langsung pulang aja, Pak. Bapak kan harus ke kantor lagi," jawabku yang masih merasa tak enak hati merepotkan laki laki itu. Apalagi niatku tadi memang ingin langsung pulang segera usai mendaftarkan gugatan sebab aku ingin menghindari keluar uang lagi bila terlalu sering cuci mata karena rencananya aku ingin segera buka usaha toko pakaian kecil kecilan usai surat cerai dari pengadilan agama keluar."Kamu sudah sarapan? Kalau belum, kita makan dulu yuk. Mau?" tanya Pak Arga lagi sembari melihat ke arahku.Sesaat aku terpana melihat tatapan lembut Pak Arga lalu kemudian menggelengkan kepalaku."Saya sudah sarapan, Pak tadi sama Sinta. Tapi kalau Bapak belum sarapan, sarapan aja dulu Pak, saya ... temani ..." jawabku lagi dengan suara kikukPak Arga tersenyum lalu melanjutkan kemba
POV ArifSepeninggal Alya dan Pak Arga, dengan mengepalkan buku tinju kuat kuat segera aku meninggalkan kedai sarapan pagi yang baru saja aku tuju itu.Saat ini selera makan ku mendadak hilang entah kemana digantikan rasa kesal, benci, dan emosi yang membumbung tinggi karena baru saja melihat mantan istriku itu sedang bersama dengan laki laki lain. Padahal sekarang ini aku tiba tiba saja mengharapkan kehadirannya kembali untuk mengisi hidupku yang mulai kacau setelah kehilangan dirinya.Aku pun segera mengarahkan kemudi menuju pulang ke rumah. Teringat pesan ibu untuk mengambil uang yang beliau sembunyikan di dalam lemari pakaian di dalam kamar beliau.Aku ingin menggunakan uang tersebut untuk membeli kemeja baru dan merawat wajahku yang sudah lama tak perawatan agar kembali bersih dan kinclong seperti dulu lagi supaya kalau aku bertemu Alya kembali, wanita itu tak mengejek dan akan kembali jatuh hati padaku serta sadar kalau aku juga tak kalah tampan dan menariknya dari laki laki yan
POV Arif"Ada uang nya, Rif?" tanya Ibu dengan wajah berbinar saat aku kembali ke rumah sakit.Aku menggelengkan kepala lalu menghembuskan nafas gundah."Nggak ada, Bu. Apa Ibu salah taruh nggak? Barusan Arif cari sampai capek tapi kok nggak ketemu juga ya, Bu," jawabku apa adanya karena memang tak berhasil menemukan uang tersebut.Sementara bertanya dengan Soraya pun aku tak mendapatkan jawaban yang memuaskan hati karena wanita itu tak mau mengakui sedikit pun kalau dia lah yang telah mengambil uang tersebut saat aku tanyai.Soraya malah balik menyalahkan aku yang katanya kena karma karena telah salah tempat memberikan uang belanja, makanya uang tersebut bisa hilang.Dan dari pada aku semakin jengkel padanya lalu melakukan yang tidak tidak, aku pun akhirnya memutuskan untuk balik lagi ke rumah sakit ini dan mengatakan terus terang pada Ibu kalau uang tersebut tak berhasil aku temukan."Kok bisa nggak ada sih, Rief?" Ibu tampak kaget."Jelas jelas uang itu Ibu taruh di bawah tumpukan