Home / Urban / ISTRI KEDUA AYAHKU / Bab 4. Cucu kesayangan

Share

Bab 4. Cucu kesayangan

Author: Yazmin Aisyah
last update Last Updated: 2022-08-16 09:05:14

ISTRI KEDUA AYAHKU 4

Jleb. Kata kata itu menusuk hatiku demikian dalam, hingga tembus ke jantung rasanya. Sakit sekali. Jika aku saja sesakit ini, bagaimana dengan Bunda. Kugenggam tangan Bunda yang terasa dingin. Aku tahu betapa perih hatinya. Namun di depan semua orang, wajah Bunda yang cantik tetap setenang telaga.

Tiba-tiba kudengar Mama bertepuk tangan. Dia merasa menang dengan keputusan Eyang barusan.

"Nah. Tunggu apa lagi? Segera hubungi gadis itu, Elisa. Dan tawarkan dua ratus juta padanya? Cukup kan?"

Mama sumringah. Aku menatap Ayah. Akankah terjadi lagi untuk kesekian kalinya? Tidak. Aku telah bertekad bahwa ini adalah yang terakhir. Aku menoleh pada Eyang, hendak membantah kata-kata nya meski aku tahu akan berujung murka. Tapi sebelum itu, suara Ayah lebih dulu terdengar.

"Maaf Ibu. Sekali ini biar kujalankan fungsi ku sebagai seorang Ayah." Ayah lalu menatap Huda. "Besok bersiap siap, kita akan menemui keluarga Saksia."

"Apa?!" Huda bahkan berdiri dari kursinya. Dia membanting sendok ke atas piring hingga menimbulkan suara berisik. Eyang dan Mama yang selama ini memanjakan dan selalu menuruti apapun keinginannya menyulap Huda menjadi pribadi yang semaunya sendiri.

"Aku tidak mau menikah sekarang. Jangan paksa aku Ayah!" Dia bahkan berteriak pada Ayah.

"Huda! Jangan berani berteriak di depan Ayah!" Seruku.

Huda tampaknya tersadar. Dia duduk lagi dengan wajah keruh. Meja makan ini kerap menjadi saksi pertengkaran kami. Dan makanan tak berdosa yang tersaji di atasnya, yang terkadang menjadi dingin lalu tak lagi disentuh.

"Kalian selalu meributkan hal tak penting. Bukankah Ibu sudah memutuskan bahwa Huda tak akan menikahi Saskia." Suara Mama tajam.

"Aku Ayahnya. Dan aku yang akan memutuskan." Ujar Ayah tenang.

Namun tiba-tiba, Eyang memegangi dada. Aku mendesah. Ini sungguh bukan yang pertama kalinya terjadi. Drama itu akan terulang lagi. Mama berlari memburu ke arah Eyang dan berteriak.

"Berhentilah memaksa Huda! Kalian hanya membuat Eyang sakit!"

"Kalau begitu silahkan Mama dan Huda selesaikan sendiri masalah Saskia. Aku tak mau lagi ikut campur." Ujarku getas.

Suasana mendadak hening. Tentu saja, menghadapi wanita korban rudapaksa yang dilakukan Huda bukan hal menyenangkan. Karena itu, akulah yang selalu mereka sodorkan untuk menyelesaikan semua masalah ini.

"Kak Elisa…"

Aku menggeleng. Menatap Mama yang masih mengurut urut dada Eyang, lalu berpaling pada wajah Eyang, yang entah bagaimana masih terlihat cantik.

"Aku akan memanggil dokter lagi siang ini. Aku ingin tahu kenapa Eyang hanya sakit setiap kali Ayah menolak permintaan Huda yang tak masuk akal itu."

Aku tak peduli lagi akan rekasi Eyang. Dua puluh lima tahun lamanya aku dan Amira hidup dalam diskriminasi. Menjadi cucu kelas dua. Setelah mengangguk dan pamit pada Ayah dan Bunda, aku kembali ke kamar. Bersiap berangkat ke kantor. Biarlah mereka menyelesaikan sendiri masalah ini, Eyang, Mama dan Huda. Biar mereka tahu rasanya.

***

"Kau kelihatan lesu sekali. Seharusnya istirahatlah satu atau dua hari."

Aku menatap William, pemuda keturunan yang menjadi tunanganku selama setahun terakhir ini. Aku memang lelah sekali. Tapi pekerjaan menumpuk sementara Ayah tengah dipusingkan oleh masalah Huda. Anak itu sendiri tadi sudah kembali ke rumah bersama Mamanya. Rumah Mama cukup jauh dari rumah Bunda, sekitar satu jam perjalanan. Ayah sengaja memisahkan rumah kedua istrinya demi menghindari konflik. Tapi Huda dan Mama punya seribu cara menciptakan masalah.

Aku tersenyum, meneguk air dalam gelas dan mengelap bibir dengan tisu.

"Terima kasih sudah menemaniku makan siang. Aku harus kembali ke kantor sekarang." Ujarku tanpa menanggapi kata katanya tadi.

"El…" William memegang tanganku. "Aku masih menunggu kesediaanmu. Aku… hanya ingin berdua denganmu meski sehari saja."

Dia mengungkit hal itu lagi. William mengajakku liburan ke Bali meski hanya satu hari. Tapi aku selalu menolak. Aku takut, pergi berdua saja sementara kami sama sama tengah kasmaran, akan membuka celah bagi kami melakukan hal yang tak seharusnya.

"Maaf Will, kita harus menikah dulu sebelum bisa pergi berdua."

"Apa bedanya El? Toh enam bulan lagi kita akan menikah."

Aku tersenyum.

"Tentu saja berbeda. Saat itu akan menjadi saat yang tak akan kita lupakan. Sementara jika kita pergi sekarang, kita akan berusaha melupakan apa yang terjadi di sana. Will, aku tak yakin kita bisa menahan diri."

William mendesah. Dia bersandar di kursinya. Aku berdiri dan pamit. Kantorku, kantor utama Wijaya Group berada selemparan batu dari tempat kami makan siang. Jadi aku hanya berjalan kaki datang ke sini. Sementara William seorang arsitek lepas yang punya kantor sendiri.

Memasuki lobby kantor, ponselku berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Anika sahabatku. Aku mendesah dan berusaha menghapus gambar yang baru saja dikirimkan Anika dari ingatan. Foto Will sedang berpelukan dengan seorang gadis cantik berbaju merah di lobby sebuah hotel.

(Semalam Will ke hotelku. Maaf baru kukirimkan sekarang. Aku berperang dengan diriku sendiri antara memberi tahu atau membiarkan kau tahu sendiri.)

Aku tersenyum getir. Dia sepertinya tak sabar mencicipi rasa seorang gadis. Tapi jelas itu bukan aku. Aku meneruskan langkah. Otakku sibuk berpikir, memilah lebih dulu masalah mana yang harus kuselesaikan. Tapi rupanya masalah itu telah menanti di sana.

"Mbak Elisa…"

Saskia telah menunggu di depan resepsionis. Dia langsung berdiri melihatku. Matanya sembab dan wajahnya makin pucat. Aku menelan ludah. Entah apa yang dilakukan Huda dan Mama padanya.

"Ikut aku."

Aku tak mungkin mengajaknya bicara disini. Saskia mengikuti masuk ke dalam ruangan pribadiku.

"Huda dan Mamanya datang. Mereka memaksaku menggugurkan kandungan." Ujarnya langsung.

Aku telah menduga hal itu. Eyang tetap berpegang teguh pada kemauannya menikahkan Huda dengan gadis pilihannya, entah siapa. Dan dokter yang kubawa memberi pesan bahwa Eyang tak boleh mendapat tekanan meski sedikitpun. Lagi lagi, kami terpaksa mengalah. Ayah membiarkan Mama dan Huda datang ke rumah Saskia karena aku menolak menjadi juru damai. Kami hanya bisa berharap, setelah dinikahkan, dia akan berubah.

"Maafkan aku Saskia. Aku tidak punya kekuatan lebih untuk membantumu."

"Mereka memberiku ini." Dia menyorongkan tas yang aku yakin berisi uang. "Tapi aku tidak butuh. Yang aku inginkan, Huda bertanggung jawab."

Aku terdiam. Sebagai seorang perempuan tentu aku mengerti perasaannya.

"Pulangkan dulu, dan bawa uang ini. Aku akan tetap membujuk adikku."

Saskia berdiri, mengusap air matanya keras keras.

"Tolong jangan kecewakan saya. Mbak tahu apa yang bisa dilakukan seorang wanita yang sedang sedih dan sakit hati."

Saskia lalu meninggalkan ruanganku. Aku memijat kepala yang terasa pusing. Masalah yang bertumpuk, dan tubuh lelah setelah perjalanan jauh, membuatku jatuh tertidur dengan kepala berada di atas meja. Dering ponsel-lah yang kemudian membangunkanku.

"Bunda?"

"Elisa? Pulanglah sekarang Nak. Keluarga Saskia datang. Mereka menuntut Huda menikahi Saskia sekarang juga."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KEDUA AYAHKU   Bab 51 (ekstra part)

    ISTRI KEDUA AYAHKU (Ekstra part)PoV HUDASatu tahun kemudianRumah terasa demikian sepi setelah Kak Elisa menikah dan tinggal terpisah. Meski hanya Kak Elisa yang pergi, pengaruhnya ternyata begitu besar. Tak ada lagi yang sibuk membangunkanku dan Amira. Tak ada yang melotot memarahiku jika aku terlambat pulang hingga larut malam. Dan tak ada yang memeluk setiap kali aku murung karena rasa ingin tahu ku pada keluarga kandung yang tak terbendung.Aku kehilangan Kak Elisa, seperti aku kehilangan jejak pada orang tua kandung yang entah dimana. Sekian lama kucoba ikhlas dan melupakan, tetap saja, ada rasa tak nyaman di dalam hati. Seharusnya, aku bukan bagian dari keluarga terhormat ini. Bagaimana jika ternyata, aku adalah anak seorang pelacur? Seorang penjahat? Atau pembunuh?"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci Huda. Tak peduli siapa orang tua kandungmu, kau tetap anak Ayah, dan adikku."Kak Elisa telah benar-benar melupakan diriku yang dulu kerap membuat onar. Padahal aku tak pe

  • ISTRI KEDUA AYAHKU   Bab 50

    ISTRI KEDUA AYAHKU 50 (ENDING)PoV ELISAAdakah hari yang lebih dinantikan setiap wanita selain hari ini? "Kamu cantik banget pakai jilbab El. Auramu makin bersinar."Bunda menangkup wajahku dengan lembut. Aku tersenyum ketika beliau menghela tubuhku ke depan cermin sementara sang make up artist yang baru saja selesai memoles wajahku menunggu dengan wajah sedikit tegang. Dia dulu pernah merias kami sekeluarga saat Huda wisuda dan protes dari Mama yang mau ini dan itu terus bertubi-tubi.Ah, Mama. Rasanya masa itu telah jauh tertinggal. Apapun kesalahanmu dimasa lalu, kami semua telah memaafkanmu dan berdamai dengan takdir. Semoga dirimu tenang setelah mendapat pengampunan dari orang-orang yang pernah kau sakiti.Dan aku tetap saja takjub melihat diriku sendiri. Make up flawless yang membuat wajahku tetap tampak seperti diriku. Dengan kebaya putih panjang hingga menyentuh lantai dan jilbab putih terbuat dari sutera, aku tak bisa memungkiri bahwa benar kata orang-orang bahwa aku cantik

  • ISTRI KEDUA AYAHKU   Bab 49

    ISTRI KEDUA AYAHKU 49PoV HUDAAku melangkah dengan cepat keluar dari kamar super VIP, dimana mereka semua berkumpul. Sungguh, mendengar penjelasan Eyang tadi, meski gemetar dan tak menyangka, sebagai sisi hatiku tak menyangkalnya. Sejak dulu aku merasa begitu berbeda. Mungkin secara fisik, aku mirip mereka. Tapi banyak orang berkata, sedikitpun aku tak punya aura bangsawan. Tapi, bagaimana aku bisa mirip Ayah dan Akak Elisa? Tapi ah, Bukankah seorang anak angkat saja bisa menjadi mirip orang tua angkat yang mengasuhnya penuh cinta. Apa lagi aku, yang lebih banyak menghabiskan masa kecil di rumah Bunda.Di salah satu sudut halaman parkir, aku berhenti. Kakiku yang lelah membuatku tak mampu lagi melangkah. Aku duduk di salah satu bangku semen yang teduh oleh pohon akasia. Bangku ini tampaknya memang sengaja dibuat sebagai tempat istirahat.Selama ini, aku menghabiskan begitu banyak uang, menciptakan begitu banyak masalah di keluarga ini. Padahal aku sama sekali bukan bagian dari merek

  • ISTRI KEDUA AYAHKU   Bab 48

    ISTRI KEDUA AYAHKU 48Elisa, begitu banyak dosa yang telah Eyang lakukan pada keluarga ini. Eyang takut, jika Eyang mati sebelum memberi tahumu semua yang sebenarnya terjadi. Satu dosa besar, yang kerap membuat Eyang gemetar setiap malam. Elisa, apakah benar Dia maha pengampun?Aku tercenung sambil memegang kertas berisi tulisan tangan Eyang yang rapi. Dalam sebuah buku novel cetakan lama, di samping kacamata bacanya, kertas ini kutemukan. Eyang sendiri telah berada di rumah sakit, koma tanpa diagnosa. Sungguh aneh. Dirinya seakan hanya tertidur. Tidur yang sangat lama karena hingga seminggu kemudian, Eyang tak juga bangun. Dokter yang heran karena tak menemukan penyebabnya, hanya memintaku menunggu.Apa yang sebenarnya Eyang sembunyikan? Apa yang membuat jiwamu berkelana hingga tak juga kembali? Aku bersandar di bangku ruang tunggu dengan perasaan lelah. Rumah sakit seakan menjadi tempat yang begitu akrab denganku. Orang-orang yang kucintai masuk dan keluar, silih berganti."Tita su

  • ISTRI KEDUA AYAHKU   Bab 47

    ISTRI KEDUA AYAHKU 47Aku menatap Bunda dengan raut terkejut yang tak dapat kusembunyikan. Sakha bergerak cepat. Kemarin, ketika, lagi lagi aku luruh dalam genggaman tangannya, dia memang berkata akan segera melamarku apapun yang terjadi. Dia tak peduli jika harus ditolak atau bahkan dihina. Dia akan berjuang keras dengan satu keyakinan, bahwa cintaku cukup baginya mampu melakukan itu semua."Lalu, Ayah dan Bunda? Emm… maksudku, Ayah menerimanya?""Oh, apa kau ingin Ayahmu menolaknya saja?"Suara Bunda jelas menggoda. Aku tersipu. Bagaimana mungkin aku ingin Ayah menolak, jika hatiku begitu ingin bersamanya. Tiba-tiba saja, kemungkinan bahwa Eyang tidak menyukainya, atau Tita yang cemburu tak lagi kupikirkan. Jatuh cinta membuatku menjadi sedikit egois."Kau tahu apa yang dikatakan calon mertuamu?"Bunda bahkan langsung menyebut Ibunya dengan calon mertua."Sakha mencintai Elisa dengan tulus. Demi Allah, dendam itu telah lama hilang melihat anak gadis kalian yang begitu tulus dan baik

  • ISTRI KEDUA AYAHKU   Bab 46

    ISTRI KEDUA AYAHKU 46"Tumor otak stadium dua."Satu kalimat itu nyatanya mampu membuat suasana dalam ruangan Dokter Annisa mencekam. Dapat ku rasakan jemari Tante Dayana mencengkram lenganku dengan kencang. Aku memegang lengannya, menepuknya perlahan agar dia bisa sedikit lebih tenang."Beruntung kita segera menemukannya. Peluang keberhasilan operasi pada jenis Tumor ini sangat besar. Ibu tidak perlu terlalu cemas." Ujar dokter Annisa sambil menatapku dan Tante Dayana bergantian."Saya minta rujukan tindakan apa yang terbaik untuk Tita dan rumah sakit mana yang paling banyak tingkat keberhasilannya dokter."Dokter Annisa mengangguk."Saya merekomendasikan Saint Mary Mayo Clinic. Rochester, Amerika Serikat."Aku menatap Tante Dayana, meminta persetujuannya. Sepertinya dia sendiri kebingungan. "Bagaimana baiknya menurutmu El." Ujarnya pasrah.Aku kembali menatap dokter Annisa."Tolong siapkan rujukannya dokter. Saya akan membawa Tita kesana."***"El… Tante takut. Takut sekali."Aku m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status