Share

Tika vs Feni 2

Aku mengikuti para petugas keamanan Mall yang membawa Tika dan Feni ke kantor. Sebenarnya aku bingung mau membela siapa? Kalau aku membela Tika, kasian Feni. Sebaliknya begitupun aku membela Feni, aku yakin Tika akan semakin membenciku. 

Akhirnya mereka tiba di kantor keamanan Mall. Tika dan Feni di hadapkan oleh Robi--manajer Mall--. Aku jadi tahu namanya karena dia memakai pin nama di bajunya. Aku melihat dari depan pintu sambil sedikit menyembunyikan badanku. Aku takut kalau mereka menyadari keberadaanku. Ingin sekali aku ikut menengahi mereka. Tapi nyaliku jadi menciut.

"Pak Robi, mohon maaf tadi dua orang gadis ini membuat keributan di halaman Mall." Satpam 1 mulai menjelaskan.

"Ada apa sebenarnya? Kalau kalian mau berkelahi jangan di lingkungan Mall kami. Bikin malu saja. Kalian bisa memperburuk citra Mall kami. Cari aja sana area tinju. Sekalian biar kalian puas adu jotos," jawab si Robi dengan ketus. Aku yang pria saja kaget mendengarnya. Ini orang tidak ada lembutnya sama sekali dengan wanita.

"Dia duluan yang mulai. Dia menarik kalung berlian yang kukenakan," balas Feni geram. Oh ya, jelas saja Feni berhak marah. Soalnya Tika yang mengaku-ngaku duluan kalau kalung itu milik Mamanya. Tapi memang benar juga sih. Yang aku heran kok bisa sih Tika begitu mengenali barang Mamanya. Padahal sewaktu hidup Gina jarang memakainya. 

"Tetapi kalung yang dia kenakan itu milik Mamaku, Pak!" Tika mencari pembenaran. "Berarti dia yang sebenarnya maling. Kok bisa ada kalungnya di dia."

"Ya bisa aja, dong! Kan Papamu yang memberikannya kepadaku sebagai tanda kalau dia akan menjadikan aku istri." Feni terlihat membenahi pakaiannya dan rambutnya yang terlihat berantakan.

"Hah? Nggak salah denger tuh! Papaku nggak akan nikahin wanita nakal macam kamu!" Tika melipatkan kedua tangannya di dadanya sambil membuang muka.

"Hei, kalian ini mau lanjut bertengkar atau mau damai sih! Kalau masih mau bertengkar saja, lebih baik kalian kami bawa ke kantor polisi!" tegas Satpam 2.

"Oke. Kami nggak akan lanjut bertengkar. Asalkan dia mengembalikan kalung berlian yang dia tarik tadi dari leherku!" Feni menunjuk tas kecil yang dikenakan Tika. Dia memang sedari dulu hobi memakai tas kecil karena praktis. Tidak seperti Feni yang suka memakai tas branded berukuran sedang.

"Kalau begitu mana barang yang telah kamu ambil? Bisa tunjukkan kepada kami?" bujuk Satpam 2 kepada Tika.

"Nggak mau! Itu punya Mamaku, Pak! Aku nggak akan mau menyerahkan kepada pelakor ini!" Tika tetap kekeuh tak mau menunjukkan kalung berliannya.

"Tetapi kalau kamu nggak mau menunjukkan kalungnya. Terpaksa nanti kamu kami amankan ke pihak kepolisian. Biar mereka yang menyelesaikan kasus kalian," tegas si Robi.

"Baik aku akan tunjukkan kepada kalian semua! Namun kalau sampai kalian ambil atau kalian berikan kepada wanita jal*ng ini, kalian semua yang akan kutuntut balik!" Tika semakin berapi-api.

"Kalau itu benar milik Mama kamu, emang ada buktinya?" tanya Satpam 1 semakin memojokkan Tika. 

"Tapi aku nggak bawa buktinya, Pak! Surat kalungnya ada di rumahku. Nanti akan kutelepon Nenekku agar beliau membawakannya kemari." Tika menjawab dengan tenang.

Waduh, gawat! Kalau sampai beneran si tua bangka itu kemari! Bisa-bisa aku habis nanti di omelin! Masalah yang kemarin saja belum kelar. Ini mau di tambah lagi dengan masalah baru. 

Ya, memang semua ini salahku. Jujur ku akui kalau aku terlalu cepat memberikan kalung berlian itu untuk Feni. Tetapi Feni terus saja memintaku untuk membelikan kalung berlian. Rencanaku, aku akan memberikan Feni kalung dengan uang dari penghasilan di butik. Tetapi karena uang yang ada untuk menutupi membayar hutang cicilan di bank dan juga rumah Feni. Jadinya aku belum sanggup untuk membelikannya. Namun Feni terus saja mendesakku. Katanya malu kalau tidak memakai perhiasan mewah ketika berkumpul dengan teman-teman. Jadi terpaksa aku mencuri kalung koleksi milik Gina. Hal itu kulakukan semasa Gina masih hidup.

Aku tidak ada pilihan lain. Waktu itu di putuskan Feni adalah hal yang aku takutkan. Aku nekat mencuri kalung milik Gina. Sebenarnya Gina mengetahui kalau kalungnya hilang. 

****

Flashback mulai.

"Mas, kamu tahu nggak kalung berlian yang kutaruh di kotak ini?" tanya Gina ketika dia mau menyimpan perhiasan yang dia kenakan. Aku yang sudah mencurinya dan memberikannya untuk Feni tidak menyangka bahwa Gina akan mencarinya. Padahal koleksi kalung dia banyak. Hampir setengah lusin! Belum lagi yang emas putih saja. Kenapa kalung itu tetap di carinya? Heran aku. Padahal dia mau beli lagi kalungnya kan juga bisa. Nggak perlu panik mencari-cari begitu.

"Kalung berlian yang mana?" tanyaku balik namun tetap tenang seraya menutupi kegugupanku.

"Kalung berlian yang bentuk liontinnya love. Yang kita beli sewaktu kita liburan di Singapura," balas Gina yang sibuk mencari-cari di kotak perhiasan miliknya. 

"Loh, kok kamu tanya sama aku! Yang mengutak-atik dan tahu isi perhiasan itu kan kamu," jawabku dengan ketus.

"Aku kan hanya bertanya, Mas. Kali aja kamu tahu." 

"Jadi kamu menuduh aku maling dan mengambil kalung berlian milik kamu." Aku memasang wajah judes dan marah. Aku tidak terima di katakan maling. Kan belinya juga bersama-sama. Jadi aku punya hak juga dong atas kalung itu. Mau kuberikan dengan siapa itu juga terserah aku.

"Bukan begitu, Mas. Maaf kalau aku jadi menuduh kamu dan membuatmu tersinggung atas perkataanku tadi," bujuk Gina dengan lembut.

"Ya," jawabku singkat. Aku tidak mau menjawab panjang lebar lagi. Aku takut dia semakin curiga.

Flashback selesai. 

****

Aku harus segera menengahi perkelahian Feni dan Tika. Aku takut nanti Ibu bakalan ke sini. Urusannya bisa panjang! Tapi aku bingung. Aku mau membela siapa ya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status