LOGINArumi Liturahayu, wanita berusia 30 tahun, harus menghadapi kejamnya dunia bersama anaknya yang masih balita. Rumah tangga yang ia jaga sepenuh hati justru retak ketika sang suami, Leonard Argen, diam-diam berselingkuh dengan tetangga barunya. Yang lebih menyakitkan, wanita itu ternyata adalah sahabat lama Leonard sendiri. Lalu, apa yang akan terjadi pada pernikahan Arumi? Apakah ia akan tetap bertahan demi anak-anaknya, atau memilih mengakhiri segalanya sebelum luka itu semakin dalam?
View MoreAroma masakan perlahan memenuhi dapur, bercampur dengan uap hangat yang mengepul dari panci di atas kompor. Arumi bergerak cekatan, tangannya terampil mengolah bahan-bahan yang telah ia siapkan sejak tadi. Di luar, langit tampak kelabu, awan menggantung rendah seolah menahan hujan agar tak jatuh. Hari itu terasa lebih tenang dari biasanya, terlebih karena suaminya sedang tidak bekerja.
Leonard memang memutuskan untuk tinggal di rumah. Tidak ada jadwal kantor, tidak pula panggilan mendadak. Hari itu, mereka sepakat menghabiskan waktu bersama, seperti pasangan rumah tangga pada umumnya. Arumi menjalani perannya, membereskan rumah sambil sesekali melirik jam dinding, memastikan semuanya berjalan seperti biasa. Ia melangkah ke ruang tengah, meletakkan segelas kopi hangat di atas meja. "Mas, hari ini ada rencana mau keluar nggak?" tanyanya pelan. Leonard menggeleng sambil menyandarkan punggungnya. "Nggak deh. Kayaknya mau di rumah aja." Arumi mengangguk kecil, lalu bertanya lagi, "Kerja kamu memang libur atau ambil cuti sih?" Leonard menoleh, alisnya sedikit terangkat. "Kenapa emangnya kalau aku ambil cuti?" Nada bicaranya naik tipis. "Kamu nggak suka lihat suamimu di rumah?" Dengan cepat Arumi menggeleng. "Nggak, Mas. Bukan gitu maksudnya. Aku cuma nanya." Ia tersenyum tipis. "Ya sudah, kalau memang mau cuti." Suasana kembali sunyi, hanya suara televisi yang menyala tanpa benar-benar mereka perhatikan. Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar. "Mundur! Mundur dikit lagi!" Arumi refleks menoleh ke arah jendela. "Loh?" Ia bangkit dan berjalan mendekat. "Mas, kayaknya ada yang pindahan deh." Di sebelah rumah mereka, rumah yang cukup lama kosong sebuah mobil berhenti. Beberapa kardus dan perabot tampak diturunkan satu per satu. "Mau ada tetangga baru, ya?" gumam Arumi. Ia memberanikan diri keluar. Seorang wanita berambut sebahu tengah mengatur barang-barangnya. Arumi menghampiri dengan senyum ramah. "Mbak pindah ke sini?" tanyanya. Wanita itu menoleh dan mengangguk. "Iya, Mbak. Sekarang aku yang tinggal di rumah ini." "Wah, akhirnya ada yang nempatin juga." Arumi tersenyum lebih lebar. "Kenalin, aku Arumi." "Aku Indah," jawabnya hangat. "Mudah-mudahan kita bisa jadi tetangga yang akrab, ya, Mbak." "Amin," balas Indah singkat, tapi senyumnya terasa tulus. Sore menjelang ketika Arumi kembali duduk di sofa, jemarinya sibuk memainkan ponsel. Pikirannya masih memutar ulang kejadian hari itu tentang tetangga baru, tentang rumah yang kini tak lagi kosong. "Aku mau bantuin tetangga baru kita, Arumi." Ucapan Leonard membuatnya tersentak. Arumi menoleh cepat, menatap suaminya dengan raut heran. "Hah? Memangnya kamu udah kenal dekat sama tetangga baru kita, Mas?" Leonard mengambil jaketnya. "Emangnya harus kenal dekat dulu?" ucapnya ringan. "Arumi, mau bantu orang itu nggak perlu lihat kenal dekat atau nggaknya." Sebelum Arumi sempat menjawab, Leonard sudah melangkah pergi. Pintu terbuka, lalu tertutup kembali, meninggalkan sunyi yang tiba-tiba terasa berat. Arumi menghela napas panjang. Ia tahu, tak ada yang salah dengan membantu sesama. Namun entah kenapa, perasaannya tak sepenuhnya tenang. Pikirannya berkelana, mengaitkan kejadian ini dengan cerita-cerita yang akhir-akhir ini sering ia baca tentang perselingkuhan, tentang tetangga baru, tentang rumah tangga yang perlahan retak tanpa disadari. Ia mengusap wajahnya pelan. "Haduh… jauh-jauh deh pikiran jahatku," gumamnya, meski hatinya tak sepenuhnya yakin bisa menyingkirkan rasa itu begitu saja. **** "Mbak Arumi!" Arumi menoleh, "Eh, Ika!!" Arumi langsung memeluk tubuh wanita itu. Ika, adik kelasnya dahulu. "Mbak, aku kangen banget tau sama kamu." Ika tampak begitu senang bertemu dengan Arumi, "Wah Mbak, ini anak kamu?" "Iya Ika, namanya Cella. Masih 2 tahun umurnya, Minggu depan dia ulang tahun loh!" Ika tersenyum senang, "Wah! Aku usahakan datang deh Mbak, oh ya sebelah rumah Mbak ada tetangga baru ya?" "Ada, kenapa memangnya? Kamu kenal sama dia?" "Namanya Indah? Aku nggak terlalu dekat, tapi tau. Mbak saran aku hati-hati." Arumi mengerutkan keningnya, kali ini ia tampak lebih serius. "Hati-hati kenapa? Memangnya dia kenapa sih, jangan nakut-nakutin." "Bukan bermaksud nakut-nakutin Mbak, tapi dia punya riwayat yang nggak bener. Suaminya udah menikah, dia itu janda. Anaknya masih umur 5 tahun." "Indah aja pisah sama suaminya karena ketahuan selingkuh. Pokoknya harus hati-hati sama Indah Mbak." Arumi menelan ludahnya, ia semakin parno sekarang. "Gitu ya, terima kasih ya. Kalau gitu aku bakalan lebih hati-hati." Ika mengangguk, "Iya Mbak, aku pamit duluan!" ---- Malam tiba, Arumi tampak gelisah. Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu. Sementara Leonard bekum juga pulang, suaminya itu juga tak menjawab teleponnya sama sekali. "Haduh, ada apa ya?" guman Arumi, ia terus mondar-mandir. Ting! Sebuah pesan masuk, Arumi buru-buru melihatnya. Ternyata itu adalah pesan dari suaminya. Leonard: [Aku masih ada rapat, tidur aja duluan.] Arumi menghela napas panjang, disisi lain ia lega karena suaminya baik-baik saja. Namun ia juga terus merasa gelisah. "Mudah-mudahan semua baik-baik saja.." guman Arumi.Dada Arumi terasa sesak, matanya panas hingga perih. Ia tak lagi mampu menahan air mata yang luruh begitu saja. Dunianya hancur hari ini, detik ini, pada waktu yang bahkan tak sempat ia siapkan. Semua yang selama ini ia pertahankan runtuh dalam satu kenyataan pahit yang menghantam tanpa ampun. Dua insan itu masih belum menyadari kehadiran Arumi. Mereka bercumbu mesra, seolah tak ada batas, seolah tak ada dosa yang sedang mereka lakukan. Tanpa memikirkan dengan siapa mereka berbuat, dan tanpa peduli akibat yang akan mereka tinggalkan. Tangan Arumi bergetar hebat. Ia menutup mulutnya dengan sekuat tenaga, menahan isak yang hampir lolos dari bibirnya. Tangan itu, yang dulu mengusap lembut air mata Arumi kini mengusap perempuan lain. Tawa itu, yang selama ini akrab di telinga Arumi kini menjadi milik orang lain. Semua itu seharusnya milik Arumi. Hanya miliknya. "MAS LEONARD!" Dengan langkah penuh amarah, Arumi maju sambil menggenggam segelas air di tangannya. Byurr! Air itu
Arumi buru-buru mencari kontak dengan nama "Tetangga" ia membuka semua pesan-pesannya.Dada Arumi bergemuruh, emosinya naik-turun. Napasnya tersengal-sengal, ia tak tahan lagi menahan ini semua. Pesan yang Arumi baca membuatnya tak bisa menahan tangis, ternyata dugaannya benar. Leo berselingkuh dengan Indah.Arumi buru-buru meletakkan handphone Leonard kembali, setelah itu ia kembali tidur. Tak mau ia ketahuan jika sedang membuka handphonenya."Arumi, bisa kamu masakan aku sup ayam?" Sapu lantai yang dipegang Arumi hampir lepas dari genggamannya, setelah sekian lama akhirnya Leonard kembali meminta menu makanan. "Eh, sup ayam?"Leonard mengangguk, "Iya sup ayam, tapi buatkan yang sama persis seperti masakan Indah ya."Hampir saja Arumi senang, kini ia kembali merasa kesal. "Memangnya harus banget Mas, kan beda orang beda rasa. Walau resepnya sama.""Makanya itu kamu belajar sama Indah, buat sup ayam yang enak!" seru Leonard.Arumi terdiam, ia sebenarnya ingin membantah suaminya itu s
Suara itu bak petir di siang bolong, jantung berdegup kencang, napasnya tersengal-sengal. Tangan Arumi bergetar hebat, ia memegang pipinya yang terasa panas. Tamparan itu, adalah tamparan pertama kalinya ia rasakan. Selama ini Leonard tak pernah bermain tangan dengannya, namun kali ini ia sepertinya sudah benar-benar emosi. Mata itu berkaca-kaca, perlahan bulir bening mengalir membasahi pipi Arumi. "Mas..." ucapnya bergetar. "Kamu keterlaluan Arumi, kesabaran ku sudah benar-benar habis. Akhir-akhir ini kamu buat aku emosi." "Di mana salahku, Mas?" "Di mana? Kamu seharusnya berpikir Arumi, kamu tadi mau buka handphone aku kan? Itu privasi, aku juga mau dihargai. Jangan asal-asalan." Leonard berkata dengan tegas. Arumi mencoba menenangkan dirinya, ia kembali menarik napasnya dalam-dalam. "Mas aku cuma mau pinjam sebentar, apa salahnya? Aku cuma mau minta hotspot." "Kenapa nggak bilang? Kenapa lancang banget, tiba-tiba mau buka handphone aku?" "Bukannya kamu yang selalu bilang Mas
Sama seperti yang telah direncanakan Arumi, kali ini ia sengaja meminta bantuan Indah untuk memasak di rumahnya. Sebenarnya Arumi bisa saja menyelesaikan semua masakan sendiri, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun kali ini Arumi ingin lebih dekat dengan Indah, bukan untuk lebih akrab, tapi ingin membuka perlahan-lahan apa yang sebenarnya terjadi."Arumi, anak kamu lucu banget sih!" Indah berjongkok, ia mencubit pelan pipi Cella. "Dia gemas, mirip kayak kamu."Arumi terkekeh, "Hahah bisa saja, oh ya anak kamu mana? Kenapa nggak diajak ke sini?""Kay sama neneknya, dia lebih nyaman tinggal di sana. Jadi di rumah aku sendiri.""Oh kamu sendirian? Suamimu memangnya ke mana Ndah, kok aku nggak pernah lihat." Ini adalah kesempatan bagi Arumi, ia benar-benar penasaran dengan kehidupan Indah sebenarnya."Dia.. pergi merantau, suamiku jarang banget pulang. Dia mungkin pulang dua tahun sekali."Arumi manggut-manggut mendengar ucapan Indah, namun ia baru teringat kembali. Postingan Indah d






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.