Share

Bab 8. Niat busuk calon ibu mertua

Ratih mengamati wajah Miko, yang terlihat sedang serius saat mengobati luka di jari tangannya. Ratih tersenyum tipis, sungguh ia merasa sangat beruntung mendapatkan Miko, lelaki itu terlihat sangat menyayanginya. Walaupun keluarganya memperlakukannya dengan tidak baik, namun Ratih tidak begitu mempermasalahkannya, yang terpenting baginya adalah, dirinya selalu bisa bersama dengan Miko, sang kekasih hati.

"Lain kali kamu hati-hati," ucap Miko setelah selesai mengobati luka goresan ditangan calon istrinya tersebut.

"Iya Mas, lain kali aku akan lebih hati-hati lagi," jawab Ratih.

"Harus itu, lagian kamu tadi ngapain berada di dapur sih? Apa Ibu yang menyuruhmu? Kamu itu calon istriku, aku tidak mau kamu merasa terbebani dengan tinggal di sini, dan melakukan semua pekerjaan di rumah ini," ucap Miko, yang merasa keberatan jika kekasihnya itu ikut turun ke dapur, ada saatnya nanti, pikir Miko.

"Tidak apa-apa Mas, aku juga tidak ada kerjaan, tidak masalah jika aku ikut membantu Ibu di dapur," jelas Ratih.

"Baiklah kalau itu mau kamu, tapi untuk saat ini jangan dulu, karena aku mau mengajakmu mengelilingi desaku ini," ucap Miko.

"Sepagi ini?"

"Iya, ya sudah ayo!" ajak Miko.

"Tunggu, aku mau ambil jaket dulu di kamar," ucap Ratih, lalu segera beranjak menuju kamarnya.

"Loh, Bu,coba lihat mereka! Mau pergi kemana sepagi ini?" ucap Yati, saat melihat Miko dan Ratih keluar dari rumah.

"Biarkan sajalah, nanti kita pikirin lagi bagai mana cara membuat wanita itu pergi dari rumah ini," ucap Bu Mirna. Mereka lupa, jika masih ada seseorang di dapur tersebut.

'Jadi mereka ingin menyingkirkan Ratih? Tetapi kenapa? Bukankah Ratih gadis yang baik,' batin hati orang tersebut, yang tidak lain adalah Andi.

"Ekhem ..." Andi berdehem, untuk memberitahukan keberadaannya di ruangan tersebut.

"Loh, kamu ada di sini juga Ndi?" ucap Bu Mirna sedikit kaget, karena sama sekali tidak menyadari keberadaan menantunya tersebut. Karena memang Andi berada cukup jauh dibelakang Miko, karena memang dirinya tidak ingin terlalu ikut campur.

"Bang Andi sudah lama di sini Bang?"tanya Yati sedikit gugup, sebab ia tidak ingin kalau sampai suaminya tersebut berpikiran buruk tentang dirinya, karena selama ini, Yati tidak pernah menunjukan sikap buruk di depan Andi.

"Lumayan, sampai Ibu bilang cara untuk menyingkirkan seseorang, memangnya siapa orang yang Ibu maksudkan itu Bu?" tanya Andi. Lelaki berusia 23 tahun tersebut berpura tidak tahu siapa orang yang sedang mereka bicarakan.

Bu Mirna sejenak melirik ke arah putrinya Yati, wanita paruh baya itu tampak memberikan isyarat untuk Yati, agar memberikan penjelasan atas jawaban suaminya itu, sedangkan Yati yang paham langsung menganggukan kepalanya.

"Oh, itu bukan hal yang penting Bang, ya sudah kalau begitu kita ke depan saja, yuk!" ajak Yati sambil mengajak Andi meninggalkan dapur.

Sedangkan Bu Mirna langsung berdecak kesal, dengan kelakuan Yati, yang malah meninggalkan pekerjaan yang belum selesai tersebut.

"Astaga, ujung-ujungnya aku juga yang harus membereskan semua ini," gerutu Bu Mirna.

DI TEMPAT LAIN

Terlihat sepasang sejoli sedang berjalan menyusuri jalanan desa. Meskipun tinggal di pedesaan, namun di sana bukanlah tempat yang terpencil, sebab banyak juga sebagian penduduk desa yang memiliki kendaraan pribadi. Begitu pula dengan Miko, almarhum ayahnya, memiliki sebuah kendaraan roda empat yang terparkir di garasi, namun sayangnya semenjak ayahnya meninggal, kendaraan tersebut tidak pernah lagi digunakan, karena selain mobil tersebut sudah tua, Bu Mirna juga melarang anak-anaknya untuk menggunakan kendaraan peninggalan suaminya tersebut.

Bukan tanpa alasan wanita paruh baya itu melarangnya, namun ada sesuatu yang membuat Bu Mirna trauma saat melihat mobil tersebut. Maka jadilah mobil yang sebenarnya masih layak digunakan itu, hanya tersimpan dan terbungkus rapi di dalam garasi.

Sepanjang perjalanan Ratih hanya diam, Miko yang menyadari itu langsung menghentikan langkahnya, membuat Ratih otomatis juga ikut berhenti.

"Kamu kenapa Sayang? Masih kepikiran ucapan Ibu tadi ya? Maaf ya sayang, kalau perkataan ibu menyinggung perasaanmu, tapi sebenarnya ibu baik kok, hanya saja sedikit cerewet, tapi yakinlah, kalau kamu bisa mengambil hati ibu, pasti ibu akan sangat sayang denganmu, kalian berdua hanya butuh waktu untuk saling lebih dekat satu sama lain," jelas Miko panjang lebar.

"Iya Mas, aku akan berusaha untuk lebih dekat dengan Ibu," jawab Ratih.

"Terimakasih ya Sayang, Mas tahu, kalau kamu itu orang yang sabar," ucap Miko tersenyum. Lelaki itu mengelus lembut wajah sang kekasih, lalu kembali membawanya untuk menikmati pemandangan desa tersebut.

Saat ini Miko dan Ratih sudah berada di persawahan yang berada dipinggir jalan desa, udara pagi di desa tersebut sangat sejuk, walaupun hawa dingin di pagi itu cukup menusuk sampai ke tulang, namun tidak membuat sepasang kekasih itu mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat tersebut.

"Kamu kedinginan ya?" tanya Miko, saat melihat Ratih mengusap kedua lengannya.

"Sedikit Mas, tapi tidak masalah. Karena sudah terbayar dengan pemandangan indah dan udara yang sejuk seperti ini," ucap Ratih. Matanya terus memperhatikan hamparan padi yang sudah mulai menguning, terlihat juga orang-orangan sawah, yang terbuat dari jerami, diantara tanaman padi tersebut. Dengan tujuan untuk menghalau atau sekedar menakut-nakuti burung, agar tidak merusak tanaman padi para petani tersebut.

"Mas, coba lihat di sana?" tunjuk Ratih, ke arah matahari yang baru saja muncul dengan malu-malu, dengan warnah kuning keemasan. Sangat indah di pandangan mata, biasanya orang-orang menyebutnya dengan 'sunrise.'

"Sangat indah ya Mas," sambung Ratih lagi, gadis itu menyandarkan tubuhnya di dada bidang Miko, sedangkan Miko sendiri merangkul pinggang ramping sang kekasih, hingga keduanya tidak berjarak.

"Ya, itu sangat indah, aku sangat bahagia kita bisa bersama seperti ini Sayang," ucap Miko. Lelaki itu mengecup lembut pucuk kepala kekasihnya, sambil menghirup dalam aroma shampo yang menguar dari rambut gadisnya itu.

Tidak jauh dari keduanya, terlihat seorang gadis, yang terus memperhatikan keduanya sejak tadi. Tangan gadis itu terkepal, memperlihatkan urat halus di pergelangan tangannya.

***

Setelah puas berkeliling, dan menikmati sejuknya udara pagi di desa tersebut. Akhirnya Miko dan Ratih memutuskan untuk segera kembali ke rumah. Setelah menempuh kurang lebih tiga ratus meter berjalan kaki, akhirnya pasangan tersebut sampai juga di rumah.

"Assalamu'alaikum ..."

Miko dan Ratih memberi salam secara bersamaan, namun tidak ada jawaban dari dalam rumah, membuat Miko dan Ratih saling pandang.

"Sepertinya tidak ada orang deh," ucap Miko.

"Tidak mungkin Mas, ini pintunya terbuka, kalau Ibu pergi pasti pintunya di tutup kan?" jelas Ratih,

"Benar juga kamu, ya sudah ayo kita masuk saja, mungkin Ibu lagi di dapur," ajak Miko sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, di susul oleh Ratih dibelakangnya.

"Loh, Ibu ada di dalam ternyata," ucap Miko setelah melihat Bu Mirna yang sedang duduk bersandar di atas sofa ruang tamu.

"Kenapa tadi Ibu tidak menjawab salam kami, Bu?" sambung Miko lagi.

"Jawab, tapi tanpa suara." ucap Bu Mirna, sekilas ia melirik ke arah Ratih yang berada disamping Miko, lalu kembali pandangannya ia tujukan pada anak kesayangannya tersebut.

"Kamu pasti laparkan? sebaiknya kamu sarapan dahulu, ibu sudah masak untuk kamu, tetapi maaf ya, ibu tidak masak ikan, soalnya ibu belum sempat belanja di pasar, sedangkan ikan yang tinggal satu-satunya gosong, saat di goreng sama calon istri kamu itu," ucap Bu Mirna, dengan nada menyindir, sedangkan Ratih yang merasa tersindir, hanya menundukkan kepalanya karena merasa bersalah dengan kecerobohannya.

Sebelum menjawab, Miko sempat melirik ke arah Ratih. Dirinya tahu, jika gadisnya itu pasti merasa bersalah. "Sudahlah Bu, tidak masalah kok, lagi pula, kebetulan pagi ini Miko tidak ingin makan ikan, lagi pula masih ada ayam dan juga sayurkan?" ucap Miko. Lelaki itu meraih tangan kekasihnya, membuat Ratih yang tadinya menunduk, langsung mengangkat wajahnya, dan menoleh ke arah Miko. "Ayo kita sarapan," ajak lelaki itu sambil tersenyum ke arah kekasihnya tersebut.

Bu Mirna mendengus, sambil mencibir dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status