LOGINKematian istrinya, menjadikan hati Haikal Jabbar hancur. Ditambah lagi dia harus merawat ketiga anaknya, yang sangat membutuhkan bimbingan orang tua. Permintaan terakhir istrinya menyebabkan Haikal bimbang. Dia akhirnya meminta nasihat dari orang-orang yang disegani, sebelum mengambil keputusan untuk menikahi Lula Faida, Adik sepupu istrinya, sesuai wasiat almarhumah Isnindar. Haikal menikahi Lula dengan separuh hati. Dia juga tidak menyentuh sang istri dan bersikap dingin. Hal itu membuat Lula sedih, karena dia berusaha menjadi istri dan Ibu sambung yang baik. Apakah rumah tangga Haikal dan Lula bisa bertahan?
View More01
"Bang, ayo, kita pulang," ajak Alvaro Gustav Baltissen, sembari memegangi lengan kiri seniornya.
Haikal Jabbar bergeming. Direktur utama Baltissen Grup tersebut masih termangu, sambil memandangi gundukan tanah yang dipenuhi banyak bunga di hadapannya.
Tatapan nanar Haikal menjadikan rekan-rekannya saling melirik. Mereka memahami jika salah satu pengawal PBK lapis satu tersebut, masih berat untuk meninggalkan makam istrinya, Isnindar Herawati.
Alvaro menghela napas berat dan mengembuskannya perlahan. Dia beradu pandang dengan Hamid Awaluddin, direktur utama PG, yang berada di sebelah kanan Haikal.
Keduanya seolah-olah tengah berbincang dengan menggunakan bahasa batin, kemudian mereka sama-sama mengangguk.
Alvaro mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia memberi kode pada asistennya, untuk memanggilkan orang-orang yang sangat disegani Haikal.
Tidak berselang lama, beberapa pria menyambangi kelompok tersebut. Alvaro dan teman-temannya bergeser untuk memberikan tempat pada mereka.
"Kal, kita harus pulang. Ini sudah gerimis," bujuk Sufyan, Kakak tertua Haikal.
"Kamu bisa datang ke sini kapan pun kamu mau, tapi, sekarang kita mesti pulang," sahut Fahar, Ayah mertua Haikal.
Akan tetapi, Haikal tetap bergeming. Dia seolah-olah tidak mendengar ucapan kedua keluarganya tersebut, yang masih terus mencoba membujuknya.
Pria tua asli Spanyol, merangkul pundak Haikal dari samping kanan. "Iis tidak akan senang, jika kamu melupakan tugas untuk merawat anak-anak kalian," tutur Gustavo Demetrio Baltissen, dengan lembut.
"Gustavo benar. Kamu sudah berjanji pada Iis, untuk fokus merawat anak-anak," sela Sultan Pramudya. "Kamu tidak akan bisa menuntaskan janji, jika kamu tetap di sini dan hujan-hujanan," lanjutnya.
Haikal tetap diam. Bulir bening luruh dari kedua matanya. Haikal menunduk dan terisak-isak, hingga menimbulkan kesedihan semua orang yang melihatnya.
Gustavo berpindah ke depan Haikal. Dia memeluk anak angkatnya tersebut, yang akhirnya sesenggukan dalam dekapannya.
Selama beberapa saat suasana hening. Tidak ada seorang pun yang urun suara. Mereka turut terharu dan bisa merasakan kesedihan Haikal ditinggal istri tercinta, untuk selama-lamanya.
Rinai hujan kian membesar. Puluhan payung dikembangkan untuk melindungi diri. Satu per satu pelayat jalan menjauhi tenda hijau yang menaungi makam Isnindar Herawati.
Panggilan seorang perempuan menjadikan tangisan Haikal berhenti. Dia mengurai pelukan dan menjauhkan diri dari Gustavo, lalu mengambil tisu yang diberikan perempuan tersebut, untuk mengusap wajahnya yang basah.
"Mari kita pulang, Bang. Anak-anak sudah capek," ungkap Mayuree Fitriachara Pramudya, putri kedua Sultan Pramudya, sekaligus istri Alvaro.
Haikal mengalihkan pandangan pada ketiga anaknya yang tengah duduk di dekat Ummi dan Ibu mertuanya. Haikal akhirnya mengangguk mengiakan ucapan Mayuree, karena dia tidak mau anak-anaknya kelelahan.
Haikal berjongkok dan mengusap nisan bertuliskan nama istrinya. "Ayah pulang dulu, Bu. Besok Ayah datang lagi," bisiknya.
Haikal menatap makam itu sesaat, sebelum dia mengambil sekuntum bunga dan menggenggamnya erat. Pria berbaju koko hitam itu berdiri. Dia membaca doa agar istrinya bisa tenang di alam kubur.
Haikal mendengkus pelan, lalu dia memutar tubuh dan jalan mendatangi keluarganya. Haikal mengambil putra bungsunya dari pangkuan sang nenek, kemudian dia menggendong lelaki kecil tersebut yang telah terlelap.
Haikal memegangi tangan kiri putrinya, sembari meminta agar putra sulungnya ikut dengannya menuju mobil. Haikal jalan sembari memastikan anak-anaknya tetap bersama. Keluar dari tenda, mereka langsung dipayungi beberapa ajudan muda.
Sekian menit berlalu, Haikal dan ketiga anaknya telah berada di mobil Jeep Mercedes-Benz hitam, yang dikemudikan pemiliknya sendiri.
Haikal menyandarkan badannya sambil memeluk Baadal Syarifian yang berusia 2 tahun. Haikal memejamkan mata sambil membayangkan paras istrinya, yang mengembuskan napas terakhir kemarin malam.
Runutan peristiwa dari awal perjumpaan mereka belasan tahun lalu, kembali berputar dalam benak Haikal. Dia masih mengingat jelas sosok Isnindar yang merupakan perempuan tangguh.
Semenjak menikah 13 tahun silam, Isnindar nyaris tidak pernah mengeluh akan kesibukan suaminya. Isnindar juga menjadi pendukung terkuat Haikal, sejak merintis karier sebagai pengawal keluarga Pramudya.
Bulir bening kembali luruh dari sudut mata Haikal. Dia membiarkan lelehan air itu dan tidak berniat mengusapnya.
Alvaro yang melihat hal itu, mengerjap-ngerjapkan matanya yang mengabut. Alvaro memahami kesedihan senior kesayangannya tersebut, karena dia tahu jika Haikal sangat mencintai istrinya.
Isakan pelan Haikal terdengar keempat penumpang di belakang. Hamid mengeratkan pelukan pada Ghazwa Sabiqah, putri kedua Haikal. Sedangkan Darma Suhendar memeluk Bariq Khalaf Mahdi, putra tertua Haikal, yang turut menangis.
***
Malam harinya, acara takziah pertama dilaksanakan di kediaman Haikal, di kawasan Cilandak. Rumah besar itu nyaris tidak mampu menampung banyaknya tamu yang hadir, untuk mendoakan almarhumah Isnindar Herawati.
Tenda besar yang dipasang menutupi halaman depan, juga tidak bisa menaungi seluruh tamu. Banyak dari mereka yang mengikuti takziah, sambil duduk bersila di karpet yang dihamparkan di jalan depan rumah dua lantai bercat gading.
Hadirin terlihat serius mengaji sambil memegangi buku Yaasin, yang telah dibagikan panitia. Hal serupa juga dilakukan seluruh anggota keluarga Haikal dan Isnindar, yang memenuhi area dalam rumah.
Puluhan menit terlewati. Acara takziah telah usai. Para tamu sebagian besar sudah pulang. Hingga tersisa keluarga dan kerabat Haikal.
"Abang, dimakan dulu," cakap Lula Faida Annaila, Adik sepupu Isnindar, sembari memberikan piring pada Haikal.
"Abang nggak lapar," jawab Haikal.
"Abang belum makan dari siang."
"Beneran nggak lapar, La."
Lula memandangi lelaki berkumis tipis, yang matanya bengkak. "Oke, piringnya kutaruh di sini. Dicemil aja lauknya, kalau Abang nggak mau makan nasi."
Haikal tidak menyahut. Dia memandangi piring tanpa berniat menyentuhnya. Lula mendengkus pelan, lalu dia berdiri dan jalan menjauh.
Tidak lama kemudian, Ghazwa menghampiri ayahnya dan duduk di depan Haikal. Tanpa mengatakan apa pun, Ghazwa menyendok nasi dan menambahkan sedikit daging semur. Lalu dia mendekatkan sendok itu ke depan mulut sang ayah.
"Makan, Yah. Kakak suapin," bujuk gadis kecil berusia 8 tahun tersebut.
"Ayah makan sendiri aja," tolak Haikal.
Ghazwa menggeleng. "Kalau Ayah nggak makan, Kakak nangis, nih!" ancamnnya sembari memandangi Haikal saksama.
Pria berbaju koko putih itu terkesiap. Haikal seakan-akan tengah melihat Isnindar kecil, karena paras Ghazwa yang mirip dengan ibunya.
Haikal tertegun ketika menyaksikan sepasang mata Ghazwa berkaca-kaca. Haikal memaksakan diri untuk membuka mulut dan membiarkan Ghazwa menyuapinya.
Hamid dan seluruh sahabat Haikal, serentak menghela napas lega. Mereka sangat mengkhawatirkan Haikal yang menolak makan sejak pulang dari makam.
"Cukup, Kak. Ayah sudah kenyang," tukas Haikal.
"Baru lima suap. Nggak mungkin kenyang," sanggah Ghazwa.
Haikal mengeluh dalam hati, karena putrinya mewarisi sifatnya yang keras hati. "Satu suap lagi. Setelah itu, Ayah mau makan jeruk."
Ghazwa mengangguk mengiakan. Dia menyuapi sang ayah, kemudian hendak berdiri, ketika Bariq datang sambil membawakan beberapa buah jeruk.
Hadirin memerhatikan kala kedua bersaudara tersebut mengupas jeruk dengan cepat. Kemudian Bariq dan Ghazwa bergantian menyuapi ayahnya.
Haikal tidak kuasa menolak dan membiarkan dirinya disuapi, hingga semua jeruk habis. Haikal memaksakan senyuman untuk menghibur kedua anaknya. Kemudian dia maju dan mendekap Bariq serta Ghazwa, yang balas memeluknya erat.
90Waktu terus berjalan. Kehidupan rumah tangga Haikal dan Lula kian harmonis. Meskipun sama-sama sibuk, tetapi mereka selalu menyisihkan waktu berdua saja pada saat-saat tertentu.Pagi itu, Haikal dan Lula berpamitan pada Bariq serta Ghazwa. Mereka akan berangkat ke Bali untuk menghadiri acara resepsi salah satu klien kantor, yang dilakukan di Pulau Dewata. Baadal dan Zefa diajak serta. Begitu pula dengan kedua ajudan, dan Nana. Sedangkan Bariq dan Ghazwa akan menyusul esok sore, bersama Titin dan Darian, Adik bungsu Dimas, yang merupakan anggota tim lapis 17. Haikal dan keluarganya berangkat bersama tim Pramudya dan Baltissen, menggunakan pesawat milik Sultan. Sedangkan para bos lainnya menumpang di pesawat milik keluarga Adhitama. Haikal menggeleng pelan ketika melihat perdebatan Yanuar versus Marley, yang sama-sama ingin menguasai Zefa. Perdebatan itu kian sengit, karena Alvaro, Prabu, dan Panglima, berlakon sebagai tim kompor. "Papi, diam!" desis Malanaya, sebelum menyeret sua
89Hari berganti hari. Haikal menunaikan janjinya pada Felix. Sore itu Haikal mendatangi mantan musuhnya itu bersama Lula, Zefa, Rita, Daisaq, Tio, Sultan, Alvaro, dan Gustavo. Serta Yazan, Restu, Emryn, Righa, Gunandar, dan Ghea.Kehadiran mereka disambut hangat Anita dan kedua keponakannya. Mereka berebutan untuk menggendong Zefa, hingga bayi itu tertidur dalam gendongan Anita. Felix yang sudah bisa berbicara lebih lancar, sangat senang bisa bertemu dengan Gustavo dan Sultan. Felix menyampaikan permohonan maaf dirinya dan mendiang Sandro, yang disambut antusias Sultan serta Gustavo. "Kamu kuliah jurusan apa?" tanya Tio sembari memandangi Stefan dengan saksama. "Bahasa Jerman, Om," terang Stefan."Itu bahasa yang sulit, dan masih jarang dikuasai orang kita." "Ya. Aku dari dulu kepengen kuliah di sana. Tapi, karena nggak bisa, akhirnya aku belajar bahasanya aja. Siapa tahu, suatu saat aku bisa kerja sambil kuliah S2 di sana." "Betul. Itu rencana yang bagus." Tio mengalihkan panda
88 Berita teraktual mengenai Felix Saptaji, mengejutkan Haikal. Dia dan Alvaro beserta beberapa orang lainnya, segera mendatangi RS Polri untuk menjenguk Felix.Haikal dan rekan-rekannya mesti menunggu belasan menit di lorong dekat ruang perawatan Felix, sebelum diizinkan masuk oleh petugas jaga. Sepasang anak muda yang berada di ruangan itu, serentak berdiri dari sofa, saat melihat sekelompok pria berseragam safari hitam yang tengah memasuki ruangan. Seorang perempuan paruh baya yang duduk di kursi dekat ranjang, berdiri dan menyalami semua tamu. Dia menyentuh lengan kanan Felix dan membangunkan pria itu dengan lembut. "Silakan duduk," ujar Anita, sembari mengarahkan tangan kanannya ke set sofa, dan beberapa kursi di sekitar ruangan. "Boleh saya tahu, kalian dari mana?" tanyanya. "Kami dari Baltissen Grup," jawab Alvaro. "Saya, Alvaro Gustav Baltissen, komisaris 5. Yang ini, Bang Haikal Jabbar, direktur utama, sekaligus komisaris 10," lanjutnya. "Sebelah sana, Wirya, komisaris
87Kekisruhan yang terjadi di grup PCT, menjadikan para mentor mereka ikut pusing. Terutama, karena kasus itu akhirnya berkembang menjadi tidak terkendali, dan berimbas ke berbagai proyek bersama. Haikal yang baru beberapa hari lalu pulang dinas dari Eropa, terpaksa menerima permintaan Wirya dan Aswin, untuk ikut menenangkan situasi. Sebab jika masalah intern itu tidak bisa diselesaikan, maka Tio akan mengambil tindakan tegas pada orang-orang yang bersangkutan. Sore itu, Haikal mendatangi kediaman Wirya. Dia ikut menumpang mandi, lalu berbincang dengan ketiga bocah, sembari menunggu Daisaq yang tengah membersihkan diri di toilet kamar tamu. Haikal terkekeh mendengar cerita Marwa tentang teman-teman di sekolahnya, yang pada heboh saat Vanetta datang menjemputnya beberapa hari lalu.Hal serupa juga diceritakan Bayazid. Bahkan, jika Vanetta hendak jalan-jalan, maka Bayazid langsung bersiaga untuk menjadi pengawal perempuan tersebut. "Bang, ikut bentar ke ruang kerja. Aku mau ngomong s
86Waktu terus berjalan. Siang itu, Haikal mendatangi lapas bersama Alvaro, Zulfi, Righa, Ghea, dan beberapa ajudan muda. Mereka hendak menjemput Gunandar yang telah selesai masa hukumannya. Isakan Ghea terdengar ketika memeluk kakaknya. Gunandar turut menitikkan air mata bahagia, karena bisa bebas dari penjara.Seusai berbincang singkat, kelompok itu segera menaiki 2 mobil MPV mewah. Daisaq dan Righa, mengemudikan mobil bos masing-masing menuju kediaman Sultan Pramudya. Setibanya di sana, Gunandar kaget, karena banyak orang telah berada di tempat itu. Termasuk Paman dan bibinya, yang khusus datang dari kampung untuk menyambutnya.Isak tangis mewarnai pertemuan keluarga kecil itu. Gunandar sangat terharu, karena Kakak dan Adik dari almarhumah ibunya, rela jauh-jauh datang hanya untuk menemuinya. Sultan mengajak semua orang memasuki ruang tengah, yang lebih besar dari ruang tamu. Sultan memberikan pidato singkat untuk menyambut kebebasan Gunandar. Kemudian dia meminta Haikal untuk me
85Seorang pria berkemeja putih, duduk di tepi makam bertuliskan nama Isnindar di batu nisannya. Pria itu berbincang satu arah dengan suara pelan. Sekali-sekali dia akan berhenti, untuk menghela napas berat dan mengembuskannya sekali waktu. Daisaq yang duduk di dekat makam area depan, memerhatikan sang bos yang sedang membersihkan makam Isnindar, sembari terus mengoceh sendiri.Hati Daisaq mencelos. Dia akhirnya memahami ucapan Diaz dan Alvaro, jika hanya tampilan fisik Haikal saja yang gagah. Namun, hati pria paruh baya itu sangat lembut.Daisaq memang tidak dekat dengan almarhumah Isnindar, karena saat dia bergabung menjadi pengawal PBK, Isnindar sudah wafat. Namun, Daisaq bisa mengetahui jika istri pertama Haikal itu adalah sosok yang baik, cerdas, tegas, dan rendah hati. Daisaq ingat kala Diaz menceritakan kedekatannya dengan Isnindar. Daisaq tercenung, karena saat mendongeng itu Diaz terisak-isak, sebab sangat kehilangan sosok pengganti ibunya di tempat kerja. Lamunan Daisaq t












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments