Seorang pria jangkung menyerahkan selembar dokumen berisi data diri lengkap pada Martin. Data diri Randu sesungguhnya yang hanya mereka tahu. Martin menerimanya, "Kau sudah mengirimkan hadiah spesialnya?""Sudah, pak.""Bagus. Kita tinggal menunggu mangsa menangkap umpan""Tapi, pak-""Kenapa?""Sebelumnya Randu menerima sebuah buket bunga dari seseorang. Bunga mawar biru, lambang organisasi."Pria itu menyerahkan beberapa foto hasil membuntuti Randu. Kening Martin mengkerut. "Randu punya pacar?" Martin tidak menangkap maksud si pria. Bisa jadi seseorang dari mereka rupanya ikut menginginkan putra dari petinggi Lost dulu. "Sejauh ini, Randu tidak pernah dekat dengan wanita mana pun." Jawabnya lugas. Martin terdiam sejenak, "Mungkinkah pengagum rahasia?" lantas pria itu bergumam. Si pria menahan napas, mengatupkan bibirnya sedikit kesal, kenapa Martin mendadak menjadi tidak peka?"Pak, maksud saya. Mungkinkah seseorang di organisasi ini juga menginginkan Randu? Mengingat tidak ada
Memang benar, bahwa pergi untuk melawan penjahat tidak boleh sendirian. Karena bahaya akan selalu mengintai. Dan dengan senantiasa menghampiri ketika lengah.Begitu dengan Randu, pria itu tergugu ketika bangun dia mendapati dirinya di posisi yang sama dengan Dika. Dia salah, karena memasuki kandang serigala tanpa rencana apa pun. Jangankan rencana, mempersiapkan diri untuk berbagai hal saja tidak. Selain itu, Randu sadar bahwa dirinya tidak berada di tempat yang sama. Dia mengamati sekitar, di atas kepalanya ada 3 tali yang tergantung. Ruangan dengan dinding yang lembab dan berjamur, bau amis menyengat, serta senjata seperti cambuk, tali, pisau, mau pun belati bergantung disetiap sudut ruang. Randu bergidik ngeri, apa mungkin ini tempat penyiksaan? Pemuda itu menyenggol Dika yang masih belum sadar. "Dika!" panggilnya pelan. Dika tidak merespon, ada segaris luka di dahinya, memanjang, hampir menyentuh mata. Randu benar, Dika dipukuli oleh orang-orang itu. "Dika!" Panggilnya la
Ada yang janggal, Riana menyadari ada sesuatu yang hilang. Dia melirik sekitar, tidak ada Randu di sana. Ke mana anak itu? Batinnya. "Apa maksudnya ini? Kenapa kamera ini bisa ada di tangan orang lain." Gean berujar, mengalihkan perhatian istrinya."Seseorang mencurinya." "Bagaimana bisa?" Riana menggeleng, namun ada sesuatu yang masih mengganjal. Dia meraba tempat tidurnya, mencari benda kecil yang jatuh saat membuka bungkusan paket tersebut.Tidak ada, hard-disk nya hilang. Riana juga tidak menemukan Randu. Sejenak wanita itu berpikir, jika isi kameranya kosong, maka seseorang menghapusnya, atau bisa jadi orang itu menyalinnya sebelum menghapus semua.Tapi, kenapa? Apa yang diinginkan orang itu? Lalu, apa isi hard-disknya? Kenapa tiba-tiba... tunggu!Riana membelalak, dia bangkit dari duduknya. Gegas wanita itu pergi ke kamar sang putra, tidak menemukan yang dicari di sana. Riana mengelilingi rumah. Gean tidak mengerti hanya mengikuti sang istri yang kelimpungan mencari sesuatu.
Sehari sebelumnya. "Ini rumahnya?" Pemuda itu menengadah, memperhatikan bangunan dua lantai dengan cat putih gading dari jarak 2 meter. Dengan pagar tinggi yang menjadi salah satu sumber keamanan.Dia tersenyum, permen karet yang sedari tadi dikunyahnya dia buang begitu saja. Sebelum melompat untuk memanjat pagar, dia lebih dulu memperhatikan sekitar. Memastikan tidak ada cctv ataupun satpam yang sedang berjaga. Setelah dirasa aman, dia memanjar pagar setinggi satu dua meter. Mendarat sempurna dengan satu kaki bertumpu di tanah.Dia mengayunkan langkah dengan tenang. Memutar-mutar sebuah kawat di tangan. Bersiul riang. Riana tidak mungkin menerapkan sistem keamana ketat di rumahnya, karena itu akan membuat suaminya curiga. Ada satu cctv yang terpasang di halaman rumah. Dengan menghindari titik yang tertangkap cctv, dia memutarnya ke arah tembok. Sehingga yang terlihat hanyalah tembok putih. Tanpa ragu, dia membuka pintu menggunakan kawat. Jika tidak bisa, dia akan membobol jende
Pemuda itu mendengkus keras-keras. Martin sialan! Batinnya kesal. Lantas pemuda itu beranjak dari sana, membuka laci meja Martin dan menemukan foto seseorang. Matanya menyipit, sesaat mengingat siapa orang di foto ini. Rupanya, dia adalah teman dekat Randu. Pemuda berambut ikal, bernama Dika. Yang selalu berada di sisi Randu bak ajudan setia. Dia kembali mendengkus, malas beranjak. Padahal tugasnya mudah, hanya membawa Dika untuk menjadikannya sebagai umpan. Jika temannya dalam bahaya, bisa dipastikan Randu akan datang. Pemuda itu akan melakukan banyak cara untuk menyelamatkan temannya.Lagipula, segala informasi yang berkaitan dengan Randu sudah ada dan menyatu dalam satu berkas. Termasuk informasi mengenai orang-orang terdekatnya. Lengkap beserta data diri. Jadi, dia tidak perlu repot-repot mengorek informasi tentang pemuda berambut ikal itu.Dia hanya perlu beranjak dari sana, dan menjalankan tugas seperti yang diperintahkan. Membawa Dika tanpa menimbulkan curiga. Sesaat ken
Beberapa jam sebelum meloloskan diri "Nah, anak-anak bagaimana jika kalian mulai menjalani ujian kedua?" Pria itu tersenyum. Dan, orang-orang yang mengelilingi mereka mulai bersiap dalam posisi bertarung. Randu menyuruh Dika mundur, ketika seseorang maju dan melayangkan pisau padanya. Randu berkelit, dia juga menghindar dari tendangan seseorang yang hampir mengenai rahangnya. Pemuda itu balas menyerang mengayunkan belati yang digenggam, namun tidak ada satu pun serangannya yang mengenai lawan. Seseorang kembali mengayunkan pisau, hampir menusuk perut Randu. Pemuda itu sigap menahan, menendang pria yang menyerangnya. Dia kewalahan. Dika mencoba membantu, namun usahanya sia-sia. Pemuda itu malah jatuh terduduk dan menyerah.Kali ini, Randu lebih banyak menghindar seraya menghalau serangan yang hendak mengenai temannya. Sebisa mungkin Randu melindungi Dika, meski dia harus merelakan tubuh dan wajahnya terkena pukulan. Kedua pemuda itu tersudut, mereka dipukuli dengan brutal. Tan
Pagi-pagi buta, Riana sudah berjongkok di depan gerbang rumahnya. Dia menggunakan kacamata pembesar, satu tangannya memegang senter kecil. Wanita itu menyisir gerbang dari atas hingga bawah, dari ujung satu ke ujung lain. Tidak ada tanda-tanda kerusakan pada gerbang rumahnya. Kala itu, waktu baru menunjukkan pukul 4 pagi, ayam-ayam belum berkokok, dan para manusia yang super sibuk di lingkungan rumahnya, masih memejamkan mata, berada di alam mimpi. Riana perlu sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk, siapa yang dengan lancang telah mengambil kameranya. Kamera itu memang bukan kamera mahal, tapi isinya, bisa menghancurkan hidup dan keluarganya. Dia kembali menyisir dari sudut hingga sudut. Tapi, tidak menemukan apa pun. Cahaya dari senter mulai menyisir jalan, sudut-sudut tembok, dan beralih pada taman. Jika orang itu mengetahui letak cctv, maka yang diincar adalah titik buta. Dan, taman buatan Riana ini tidak tertangkap cctv. Seharusnya, ada jejak kaki di sana. Atau setidaknya, a
Pukul 01.15, Riana kembali menyelinap ke luar. Wanita itu memastikan sang suami tertidur pulas, dan tidak akan terbangun untuk mencarinya sebelum menyambar semua perlengkapannya.Berjalan-jalan mengendap-endap agar tidak menimbulkan suara, wanita itu memasukkan kantung plastik berisi keset ke dalam tas. Riana bahkan tidak sadar bahwa putranya sudah kembali ke rumah. Fokus utamanya adalah menangkap si pencuri. Entah ini ada kaitannya dengan Lost atau tidak, dia harus tetap menemukan bedebah itu. Riana memacu motornya dengan kecepatan penuh, jalanan lengang memudahkannya untuk lebih cepat sampai tanpa harus menyalip sana-sini. Dia mencoba menghubungi Paul, selama beberapa detik wanita itu menunggu, hingga suara parau Paul terdengar di sebrang sana. "Ya, Nona?" "Aku butuh bantuan." "Apa yang bisa kubantu?" Riana diam sejenak, "Aku akan sampai dalam lima menit." Dia memutus telponnya. Riana semakin mempercepat lajunya. Lima menit kemudian dia sampai di tempat persembunyian orang-