Marisa benar-benar tidak akan membiarkan Dani dan Diana bersama lagi. Hatinya merasakan sakit luar biasa. Setelah diceraikan oleh Doni begitu saja hanya karena lelaki itu ingin kembali pada Diana. Istri pertama Dani."Marissa, Dari mana saja kamu? Kenapa Andien kamu biarkan begitu saja di rumah sendirian. Apa kamu punya hati?" tanya Dani yang tiba-tiba saja sudah berada di hadapan Marissa.Sejak kemarin Dani sengaja menunggu di kantor mereka. Dia ingin menanyakan kabar Andien yang sudah lama tidak bertemu dengannya. "Mau apa Mas nyari aku? Kita sudah tidak ada hubungan. Apa Mas ingat?" tanya Marissa sambil berlalu dari hadapan Dani.Marisa benar-benar membenci Dani dan berharap tidak akan bertemu dia lagi. Walaupun dihatinya masih ada cinta untuk lelaki itu. Tapi dia memilih untuk bersikap jual mahal di hadapan lelaki itu. Dia kenal Dani luar dalam. Dia berharap bisa mendapatkannya kembali suatu saat nanti. Tapi dia juga tidak mau menggadaikan harga dirinya hanya demi cinta."Sopan se
Diana menatap jalanan yang sepi. Hatinya kacau sejak tadi siang. Semua gegara Dani yang datang dan membuat harinya berantakan luar biasa. "Mau apa sebenarnya laki-laki kurang ajar itu? Kenapa dia suka sekali berbuat seenak hatinya. Menyebalkan!" Diana menghapus bekas ciuman Dani yang masih terasa di bibirnya. "Sialan!" Rutuk Diana dengan kesal.Sepanjang jalan dia terus mengingat setiap adegan yang terjadi antara dirinya dengan Dani. Diana juga tidak melupakan apa yang dia lihat saat Dani mendekati Marissa, "dasar buaya darat! Menyebalkan! Beraninya dia mempermainkan hati wanita seperti ini. Awas kamu, Mas! Aku pasti akan memberikanmu pelajaran yang sangat setimpal!" Geram Diana tak ada habisnya.Diana Langsung masuk ke dalam apartemntnya begitu sampai. Diana mendatangi putrinya yang sudah tidur lelap di kamarnya. Diana memang sudah membiasakan untuk putrinya tidur sendiri. Dia tidak mau jika Raisa kelak menjadi anak manja dan tak mandiri. "Anak mama cantik sekali. Maafkan Mama kare
"Pagi sayang!" Sapa Dani ketika dia terbangun pagi-pagi dan melihat Diana sedang memasak di dapur.Raisa matanya langsung berbinar ketika melihat ayahnya berada di apartemen yang sama dengannya. "Papa? Wah, senangnya!! Papa kembali Kapan dari perjalanan bisnis?" tanya anak kecil itu terlihat begitu bahagia melihat ayahnya berada di sana.Hati Diana sangat senang sekali dengan kehadiran Dani yang sudah lama dia rindukan. "Papa pulang tadi malam, Sayang. Bagaimana kabar Raisa?" tanya Dani sambil memeluk Putri kecilnya yang sudah dia rindukan.Diana berembun matanya melihat pemandangan itu. Hatinya sedih dan juga bimbang. Apakah dia akan rela memaafkan suami yang sudah membuat hatinya terluka demi Raisa? Diana bisa melihat kebahagiaan di wajah putrinya setelah melihat Dani ada di antara mereka."Sayang, biarkan dulu Papa sarapan. Kamu juga habiskan makanan kamu. Nanti kamu telat sekolahnya." Pesan Diana yang berusaha untuk bersikap biasa di hadapan putrinya.Raisa mengerucutkan bibirnya
"Mah, cepat! Kenapa lama sekali? Dani bisa terlambat ini!" Sungut Dani pada Halimah yang begitu rempong dengan dandanan cetar membahana. Halimah keluar, membuat Dani terkesiap melihat penampilan ibunya. Tapi untuk protes pun dia merasa tak tega apalagi waktu sudah semakin mepet."Mama ini kebiasaan sekali!" Protes Dani ketika mereka sudah berada di dalam mobil.Halimah hanya menanggapi ucapan putranya dengan senyum manisnya,"yang mama dengar, pemilik perusahaan tempat kamu kerja itu seorang wanita cantik. Mama mau ambil hati dia. Siapa tahu dia bisa jadi istri kamu, setelah kamu resmi bercerai dengan Diana." Jawaban Halimah dengan senyum yang tanpa dosa.Dani terkejut mendengar ucapan ibunya. Dia sampai mengerem mobilnya dengan tiba-tiba."Mama apaan sih?? Kenapa berdoa begitu buruk untuk pernikahanku dengan Diana? Dani sudah bilang pada Mama kalau aku tidak akan pernah menceraikan Diana. Dani sangat mencintai dia, mah. Apalagi Raisa masih berharap bapaknya ini bisa kembali bersama d
"Apa sih, Mah? Aku tidak peduli lagi dengan Marissa. Terserah dia melakukan apa dengan siapapun bukan urusanku lagi!" Sengit Dani yang merasa kesal luar biasa kepada Halimah yang terus saja tidak mau memahami kesulitannya saat ini.Hatinya sedang diamuk cemburu karena melihat kedekatan Bryan dan Diana yang menurutnya sudah melampaui batas kewajaran. Padahal Diana memang sengaja melakukan itu untuk membuat Dani sadar dengan kenyataan yang ada di hadapan mereka. Diana sudah muak terus di kejar Dani bahkan dipaksa untuk melayani hasratnya di atas ranjang. Diana langsung minum pil anti kehamilan setelah Dani memaksa dirinya pada malam itu. Diana benar-benar tidak mau berurusan lagi dengan Dani."Diana, kenapa kamu bisa datang ke acara bergengsi begini?" tanya Marissa yang merasa kesal karena rencananya untuk menyingkirkan Diana gagal total.Diana awalnya hendak mengacuhkan Marissa yang sedang mencari gara-gara dengannya. Tapi Diana pantang dihina. "Kamu siapa, ya? Aku yang sudah mengundan
"Mama kenapa sih, benci banget sama Diana. Dia itu salah apa sih sama mama? Suka heran deh!" kesal Dani pasa akhirnya karena merasa tidak tahan dengan ibunya yang masih saja hobi menjelek-jelekkan istrinya. Halimah berdecak kesal. Dia tidak menyukai jika Dani selalu saja membela Diana. "Awas saja kalau kau berani mendekat Diana, siap-siaplah untuk melihat mayat mama keluar dari rumah kita!" Ancam Halimah dengan penuh amarah. Sementara Dani makin frustasi dengan kelakuan ibunya yang seperti setan di telinganya. Karena selalu menghembuskan keburukan dan menginginkan perceraian nya dengan Diana. Entah apa yang ada di dalam pikiran wanita paruh baya itu. Kenapa dia tidak menginginkan kebahagiaan anaknya sendiri? Aneh sekali! Dani sejak tadi hatinya sudah panas melihat Diana yang terus bersama dengan lelaki lain. Gesture tubuh mereka menunjukkan bahwa hubungan diantara mereka bukanlah hanya sekedar teman biasa seperti yang selalu diagungkan oleh mereka.Dani mengepalkan kedua tangannya.
Hendry menegang saat melihat istrinya kini berjalan mendekat padanya dengan wajah garang dan penuh emosi. Diana hanya tersenyum penuh kemenangan melihat Marissa yang kini bahkan telah di jambak rambutnya oleh Hamidah. Wanita cantik yang baru saja mengetahui kecurangan suaminya atas bantuan Diana yang mengirim undangan dan foto-foto kebersamaan Marissa dan suaminya."Eh, kurang ajar! Apa yang kamu lakukan sama aku? Lepas!! Mas Hendry! Tolong aku Mas. Kenapa kamu diam saja melihat aku dianiaya oleh perempuan ini?" rengek Marissa dengan suara menghiba.Hendry memilih mendekati Hamidah alih-alih menolong Marissa dari amukan sang istri."Sayang, udah dong! Malu dilihatin orang lain!" Akan tetapi Hamidah tidak memperdulikan semua perkataan Hendri. Dia terus saja menyerang Marissa dengan membabibuta dan mempermalukannya di hadapan semua tamu yang ada di pesta itu.Setelah puas Hamidah mendekati Diana dengan nafas ngos-ngosan."Terima kasih ya, Jeng! Karena sudah memberikan informasi kepada
"Marissa? Astaga! Kenapa mereka tega sekali sama kamu?" Hendry yang merasa iba kepada Marissa akhirnya menolongnya untuk keluar dari semak. Dia memakaikan jas miliknya ke tubuh Marissa. Hatinya tiba-tiba merasa iba kepada wanita itu."Kenapa nasib kita sama kayak gini? Dibuang dan dicampakkan setelah melakukan kesalahan. Marissa, apakah ini tanda kalau aku akan bersama kamu?" monolog Hendry yang membopong Marissa menuju sebuah kursi yang ada di taman.Dia menyenderkan tubuh Marissa dan memeluknya. Hendry berkali-kali mencoba untuk memeriksa. Apakah Marissa masih hidup ataukah sudah meninggal. Dia merasa lega karena nafas wanita itu masih ada walaupun masih tak beraturan.***Dari kejauhan terlihat Hamidah terus memperhatikan mereka. Ada air mata yang menetes di kelopak matanya. Cemburu? Entahlah! Hamidah merasa sudah mantap untuk menggugat sang suami yang secara terang-terangan lebih memilih wanita selingkuhan dia. "Bu, kita mau tetap disini? Apa kita mau jemput tuan? Ini sudah malam,