Home / Romansa / Im Sorry Mama! / Bab 1: Bahagia Sebelum Petaka!

Share

Im Sorry Mama!
Im Sorry Mama!
Author: Marjani Jani

Bab 1: Bahagia Sebelum Petaka!

Author: Marjani Jani
last update Last Updated: 2021-05-08 16:01:18

Semua yang terjadi pada ZARA berawal dari satu tahun yang lalu. Saat semuanya masih baik-baik saja, juga saat keluarganya dipenuhi cinta, suami juga anak yang baik dan sangat di sayanginya.

Kenapa bisa berakhir menjadi begitu menyakitkan?

***

Jalan hidup tak pernah ada yang tahu, bahagia saat ini tak bisa menjamin akan bahagia selamanya.

Aku hanyalah wanita biasa, wanita yang telah menjadi seorang istri dan kini juga telah menjadi seorang ibu.

Bagi seorang wanita sepertiku, kebahagiaan keluarga adalah hal yang utama.

Bahagiaku adalah keluarga senyumku adalah putriku. Alya Azzura Yusuf , putri kesayanganku dan seluruh keluarga.

Malaikat kecil yang Allah titipkan dalam pernikahanku dengan seorang pria yang sangat baik bernama Mohammad Yusuf Khaidar.

Pernikahan dengannya sudah menginjak usia 8 tahun, kini putri kecil kami juga sudah berusia 7 tahun.

Pernikahan yang kami jalani bukanlah pernikahan yang mudah. Perjodohan yang terjadi antara kami cukup membuat kami menjadi sangat asing di usia pernikahan 1 tahun.

Lalu, aku dan Yusuf berkomitmen untuk serius dalam menjalani pernikahan ini dengan niat ibadah dan mencoba saling mencintai dan membahagiakan.

Tepat satu tahun pernikahan putri kecil kami lahir ke dunia menabur kebahagian bagi seluruh keluarga dan bagiku.

Kehadirannya adalah pelita dalam hidup, senyum dan tawanya selalu bisa menghilangkan rasa sedihku.

Sejak kehadirannya juga Yusuf, suamiku mulai mencintaiku.

Aku bahagia dan sangat bahagia merasakan kasih sayang dan segala rasa cinta suamiku yang tulus untukku. Aku tahu dia mencintaiku, tapi mungkin tak lebih banyak dari aku mencintainya.

"Mama...! Kaos kaki Alya mana?" lamunanku berhamburan saat ku dengar suara putriku yang berteriak dengan rengekan manjanya dari lantai atas kamarnya.

Segera matikan kompor, karena sebelumnya aku menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilku.

"Sebentar, sayang!" teriakku dari dapur. Segera ku lepas celemek dan manaiki tangga menuju kamar Alya.

Aku terseyum geli sambil bersandar di pintu kamar Alya. Menggeleng takjub melihat tingkahnya yang lucu karena kesusahan memakai kerudung kecilnya.

"Sayang," panggilku lembut membuatnya menoleh dengan seluruh wajahnya yang tertutup kerudung putih miliknya, dan kemudian dia mulai merengek.

"Hikkss... Mama! Kerudungnya bikin semua gelap! Huaaaa... Alya benci gelap!" teriaknya setengah menangis sambil berusaha membuka kerudungnya. Namun bukannya terbuka, malah jadi berbentuk tak karuan.

Aku menghampirinya dan berjongkok menyamai tinggi badan kecilnya. "Tenang, sayang! Ada Mama di sini, kamu enggak perlu takut. Oke?" ku tangkup tubuh kecilnya agar berhenti bergerak gelisah.

Menyibak kerudung putih itu dan tampak wajah putriku yang basah dengan air matanya, oh aku sungguh tak tega melihatnya menangis. "Kenapa menangis sayang?" tanya ku lembut membelai pucuk kepalanya.

Aku memakaikan kerudungnya sedang Alya masih diam dengan air mata yang masih menetes.

Putriku tak pernah menangis dengan suara nyaring kecuali sebuah rengekan. Jika menangis dia lebih suka menangis dalam diam. Ya, mungkin itu menurun dariku.

"Sudah ada Mama, kenapa masih takut?"

Dia hanya diam dan hanya menunduk. "Mama? Mama sayang sama Alya kan?" tanyanya tiba-tiba menatapku dengan mata merahnnya. Habis menangis.

Aku mengerutkan dahi bingung, "Tentu saja Mama sayang sama kamu, nak!" ucapku membawanya dalam pelukan hangatku. Dia hanya diam dan mengagguk dalam pelukanku.

"Sudah, sekarang kita harus cepat. Mama harus bantu Papa berkemas juga."

Dengan cekatan aku memakaikan kaos kakinya dan mengoleskan bedak baby di wajahnya yang berantakan karena menangis.

Lalu, mengecup singkat pipi cubby nya. "Sudah, putri Mama udah wanggi! Kamu ke bawah duluan dan makan sarapannya ya, sayang!" perintahku dan dia mengangguk cepat mengambil ranselnya dan berjalan keluar menuruni tangga.

"Baik, Mama!"

Aku menutup pintu kamar Alya dan berjalan menuju kamar di sampingnya. Kamarku dan Yusuf.

Pintu kubuka dan ternyata kosong karena Yusuf pasti sedang mandi karena jelas terdengar suara gemericik air dari kamar mandi.

Segera berjalan menuju pintu lemari pakaian dan mencari setelan jas yang cocok untuknya.

Mencari dasi yang pas untuknya. Sebenarnya suamiku itu memakai apapun akan terlihat tampan. Jelas karena dia keturunan arab dengan hidung mancung dan mata coklatnya.

Langkahku terhenti saat ingin menutup pintu lemari. Aku memindahkan setelan baju itu di siku lengan kiri. Sedang tangan kananku terulur mengambil sebuah album foto pernikahan kami yang terselip di antara lipatan pakaian.

Lalu aku tersenyum dengan mata yang mulai memanas basah, ntahlah saat ini aku merasa sangat melow.

Lembar per lembar ku buka menujukan foto kekakuan dan keasingan kami saat foto di hari pernikahan kami. Namun, semua kekakuan itu berubah saat ku s***k album foto itu menunjukan keceriaan dan kebagiaan serta keutuhan saat kehadiran putri kecil kami.

"Pagi, sayang." Aku terjengkit kaget mendegar sapaan dari arah belakang.

Aku menoleh dan ternyata dia adalah suamiku, "Mas, ih! Ngagetin aja. Kalau aku jantungan gimana?" gerutuku mencubit gemas perutnya yang terbungkus handuk.

"Awww... sakit sayang! Cubit-cubit aja sih?" rajuknya.

Aku memutar badan menghadap ke arahnya.

"Sakit, ya?" tanyaku pura-pura merasa bersalah.

Dia mengangguk dengan bibir manyunnya, "Atit... cayang."jawabnya manja.

Aku melingkarkan kedua tanganku di tengkuknya lalu, mengecup singkat pipinya.

"Morning kiss, udah gak sakit kan?" godaku mengedipan mata padanya yang tersenyum cerah.

"Udah, tapi yang ini belum?" katanya sambil menunjuk bibirnya, ingin rasanya ku tampol saja bibir sexynya itu.

"Rakus!" protesku, menepuk pelan bibirnya.

Yusuf menyengir ala-ala kuda.

"Ehehehe... kurang lengkap kalau gak di bagian situ, lagi dong?" aku memutar bola mata malas, mau tak mau ya harus mau. Kalau tidak bayi besarku ini tak akan beranjak dari hadapanku

"Sudah, kan?"

"Makasih, sayang!" usai sapaan pagi ala ibu rumah tangga terjadi. Aku membantu Yusuf untuk berpakain.

Mulai memakaikan dasi, jas, sepatu. Semua aku lakukan, dia bisa melakukannya sendiri tapi sejak putri kecil kami berumur 2 tahun dia mulai manja padaku.

Katanya sih dia cemburu karena aku terus memanjakan Alya dan ya akhirnya dia meminta pelayanan khusus setiap pagi.

Selama 8 tahun ini aku bahagia dengan keluargaku, dengan Suami dan putriku. Mereka adalah sumber kebahagian. Melihat mereka dengan lahap menyantap sarapan yang aku buat saja bisa membuatku cukup kenyang dan hanya makan secukupnya.

Pekerjaanku seorang dokter, sedang Mas Yusuf, CEO di perusahaan properti yang juga dia bangun dengan kerja kerasnya selagi masih lajang.

Dan sampai menikah hingga punya anak satu, aku juga ikut andil dalam membantunya.

Memberi semangat dan segala cinta dan kasih sayang untuknya. Aku mencoba menjadi istri yang baik dan ibu yang baik bagi mereka.

"Kami pergi dulu ya, Sayang!" ucap Mas Yusuf yang akan mengantarkan Alya ke sekolahnya sedang dia akan berangkat ke kantor.

"Iya, Mas. Hati-hati di jalan." Jawabku mencium tangannya sedang Mas Yusuf mengecup dahiku lama sambil mengucapkan doa agar aku terlindung selama di luar rumah.

Rumah sakit tempatku bekerja lain arah dengan sekolah Alya. Sekolah Alya yang searah dengan kantor Mas Yusuf jadinya mereka selalu pergi bersama.

Tapi terkadang aku menyempatkan diri mengantarnya atau menjemputnya saat Mas Yusuf sibuk.

Ya, kami saling berbagi waktu dan tugas, saling berusaha untuk menjaga keharmonisan keluarga.

Putri kecilku mendekat dan menyodorkan tangannya, "Mama, salam?" katanya dengan nada manja.

Sedikit membungkuk menyamaka tinggi dengan tubuh munggilnya dan memberikan tanganku untuk di salamnya, "Belajar ya rajin ya, sayang?" ucapku sambil mengecup pucuk kepalanya.

"Iya, Mama!"

"Jangan nakal, sayang?"

"Siap, Mama!" serunya memberi hormat layaknya upacara bendera.

Aku dan Mas Yusuf terkekeh geli melihat tingkah lucu Alya, ahh, aku berharap Allah selalu melindungi keluargaku.

Menjaga mereka agar tetap bahagia dan terhindar dari petaka.

Tapi aku tak tahu ternyata petaka itu justru menimpaku. Kebahagiaan tiba-tiba lenyap dari hidupku saat aku tertampar oleh sebuah keadaan yang membuatku benar-benar sakit.

Bukan sakit fisik tapi hati yang tertusuk oleh beribu belati tajam saat putriku mengatakan permintaannya yang begitu menyakitkan.

Aku tak tahu apa yang terjadi padanya selama di sekolah, aku hanya tahu dia anak yang pintar dan baik di sekolahnya.

Ntah hal apa yang mempengaruhinya hingga dia bisa meminta hal itu padaku.

***

Saat malam tiba, kemudian makan malam dan menemani putri tidur, aku biasa membacakan dongeng padanya, namun dia tak tidur lebih cepat dari biasanya. Bahkan 3 buku sudah habi ku baca namun dia tak kunjung tidur.

Aku penasaran dengan isi kepalanya, dan mencoba bertanya. "Anak Mama lagi mikirin apa sih? Kok gak tidur-tidur?" tanyaku yang berbaring miring di sampingnya. Memeluknya erat sambil mengusap punggunya.

Alya mendongak dengan mata yang mulai memerah, "Loh, kok anak Mama nangis? Kenapa heum? Ada yang jahatin Alya di sekolah?" dia menggeleng pelan.

"Trus?"

"Alya minta sesuatu boleh, gak?" ucapnya sambil menatapku sendu.

Aku mengangguk tanpa tahu apa permintaannya. Aku tak tega melihatnya menagis.

Dia menagkup pipiku dengan kedua tangan mungilnya.

"Mama, Alya minta Mama izinin Papa menikah lagi, boleh gak?"

Apa?! Apa yang harus aku jawab?!

Inilah kisahku, seorang ibu dan istri yang rela mengorbakan semua kebahagiaanku untuk keluargaku. Karena mungkin bahagia mereka, bukanlah AKU.

Zara Mahira Anjani.

#Tbc....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Im Sorry Mama!    Bab 32 : Pria Misterius?

    "Kenapa?" Tanya Amar saat melihat raut kebingungan di wajah Zara. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri melihat ke luar jendela. "Kamu nyari apa sih, Za?" Ulang Amar heran."Nggak, tadi kayak ada yang manggil aku deh. Tapi di luar orang-orang udah pada bubar," gumam Zara."Perasaan kamu aja kali. Yang penting temen kamu yang namanya Rose itu sudah ketemukan?"Zara mengangguk singkat. "Sudah sih,""Sekarang kamu mau ke mana? Mau langsung pulang atau ke suatu tempat?" "Hmmm, enaknya kemana ya. Males banget kalau langsung pulang. Masih siang juga," "Ke supermarket? Ke Mekdi?" Saran Amar.Zara mengangguk setuju. "Boleh deh, ke mall aja. Sekalian belanja, kebetulan tadi bibi titip bahan belanjaan yang udah habis,""Oke deh!" Amar memutar kemudinya ke arah yang berbeda menuju mall yang akan mereka datangi. "Oh, iya ngomong-ngomong. Selama kamu di Indonesia, kebutuhan dan biaya mansion di sini siapa yang tanggung?" Tanya Amar."Aku, cuman pakai rekening yang berbeda. Rekening yang atas nama

  • Im Sorry Mama!    Bab 31 : Jangan lakukan apapun!

    Kening Amar mengeryit melihat wajah Zara yang terlihat kebingungan. "Zara, ada apa?" panggil Amar lagi sedikit menaikan suaranya membuat Zara tersadar dari lamunannya."A-Amar, A-aku...ti.."Amar berdecak kesal melihat Zara terbata, "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti! Apa kau habis dapat pesan dari malaikat maut huh?"degus Amar."Aku tidak tahu harus meresepon bagaimana..."ucapan Zara membuat Amar memandangnya serius."Apakah ini masalah serius?"Zara tak menjawab perkataan Amar. Dia hanya mengulurkan ponselnya pada Amar.Amar mengambil ponsel Zara dengan rasa penasaran. Dia membuka pesan yang baru Zara baca. Membacanya begitu serius hingga...Pffttt...."BAHHAHAHAHAHAHAHHAHA...APA INI?! HAHAHHAHAHA....MAM*US" tawa Amar pecah dengan umpatan di akhirnya. Wajahnya terlihat berseri bahagia."Amar, kau ini! Kenapa kau tertawa!"pekik Zara kesal menampol tangan Amar kesal."Buahahhaha... Maaf...maaf. Ini sangat lucu Zara.""Lucu bagaimana? Bagaimana kabar duka kau anggap lucu!"ketus Zar

  • Im Sorry Mama!    Bab 30 : Kebodohan Syifa

    Tak lama setelah itu dua betina yang di tunggu akhirnya pulang dengan banyak kantung belanjaan. Yusuf hanya acuh melihat mereka masuk dan meletakan banyak paper back di atas meja makan. Pria itu yang kini sudah berganti pakaian dengan kaos rumahan. Memeriksa satu persatu bungkusan itu.“Mas, Alya kemana? Aku membelikanya banyak boneka.” Suara Syifa terdengar manja yang di buat-buat membuat Yusuf kesal hingga tak sadar mengepalkan tanganya. "Apa pedulimu? Kalian berdua hanya senang menghamburkan uang saja!" sinis Yusuf.Matanya menangkap satu bungkusan ganji di atas meja. Tangannya menggapai itu. "Apa ini?" tanya Yusuf menuntut."It-itu makanan kesukanku, mas." jawab Syifa gugup memilin ujung jilbabnya.“Bukankah kau punya riwayat alergi kacang?! Lalu kenapa kau tetap membelinya!” geram Yusuf tertahan."Cukup…Cukup! Menyebalkan harus mendengar kalian tiap hari bertengkar. " sinis Erna berlalu pergi meninggalkan dua manusia yang masih terus berseteru.Erna pergi menuju kamarnya dengan m

  • Im Sorry Mama!    Bab 29 : Berusaha Kuat!

    Kota London...."Ada apa denganmu, Zara?"Wanita yang di panggil itu terlonjak kaget akan sebuah suara dari belakangnya. Ponselnya nyaris saja jatuh karena pangilaan mendadak itu.Zara berbalik dan menatap orang itu. Dia hanya memandanya dalam diam dan tak sadar kembali melamun."Zara!"panggil orang itu kedua kalinya dengan setengah berteriak. "Apa pria brengsek itu meneleponmu lagi?""A-Amar, aku..."Zara mendadak gugup dan bingung harus berkata apa pada Amar.Amar berdecak kesal melihat Zara seperti itu. "Ckk, benar - benar laki-laki tidak tahu diri!""Kalau kamu selalu menjawab panggilan darinya, dia akan selalu menganggap kamu lemah dan mudah di takhlukan!"kesal Amar mulai mengomeli Zara. Sedang Zara seperti anak kecil yang hanya bisa menunduk menatap lantai ketika di marahi.Tunggu! Tiba-tiba Amar menghentikan omelnya. Tersadar akan di mana posisi mereka berdua. "Astaga, bagaimana aku bisa berdua saja dengan Zara di kamarnya!" rutuk Amar dalam hatinya.Sedikit berdehem, sembari

  • Im Sorry Mama!    Bab 28 : Maaf Papa!

    ***Selama dalam perjalanan Alya terus diam dengan wajah yang di tekuk lesu. "Kenapa? Tidak senang berangkat sama papa?""Seneng kok." jawabnya singkat. Sembari fokus menyetir Yusuf terus bertanya pada Alya. Hanya saja dia ingin bertanya hal yang sangat penting pada Alya."Kalau seneng kenapa murung terus, hmmm?"Alya menggeleng, enggan menjawab. "Papa perhatikan 3 hari ini kamu banyak diam dan murung. Ada apa sayang? Cerita sama papa."bujuk Yusuf dengan satu tanganya mengelus lembut kepala Alya yang tetutup jilbab.“Hmm, Papa…”“Iya?"Alya meremas roknya gugup, "Mama, kapan pulang?"Ckiittt....Mendadak Yusuf menginjak rem sangkit terkejutnya mendengar pertanyaan Alya. Beruntung jalanan sedang sunyi, kalau tidak ntah bahaya apa yang akan terjadi.Secepat kilat dia menatap Alya, "Kamu tanya apa tadi?" tanyanya dengan menuntut.Alya menoleh ke arah Yusuf yang kini sedang menunggu kelanjutan ucapan Alya. Putri kecil itu mengerjab dengan polos, lalu berkata. "Apa mama tidak akan pulang ke

  • Im Sorry Mama!    Bab 27 : Dukungan?

    ***Seorang pria kini duduk termenung di kursi kerjanya. Tangannya mengetuk-ngetukan pena ke meja. Mata pria itu terpejam dengan jejak air mata yang mengering.Kesepian dan rasa rindu menyiksa dirinya. Dia terus memikirkan, apa yang harus dia lakukan untuk membuat wanita itu kembali.Brakkk...Pintu ruang kerjanya di buka dengan kasar oleh seseorang. Mata Yusuf terbuka mendengar suara itu. Secepat kilat dia tak tahu apapun namun kini ada seseorang yang menarik kemeja.Menatap dirinnya dengan marah. “Katakan padaku! Kemana Istrimu membawa istriku?!” Dia adalah Bram suami dari Ayu. Pria itu juga sama halnya dengan Yusuf. Dia merasa frutrasi saat tak menemukan Ayu di rumah maupun di restorannya. Dia juga begitu terkejut saaf melihat ada orang lain yang mengantikan posisi istrinya di restoran. Para pegawai Ayu juga mengatakan bahwa Ayu izin untuk tidak datang untuk waktu yang tak bisa di pastikan.Bram juga sama menyesalnya dengan Yusuf. Kedua pria itu kini menyadari kebodohan diri merek

  • Im Sorry Mama!    BAB 26 : Perseteruan suami-istri

    "Dari dulu kamu tahu kalau aku tidak bisa membenci siapapun. Aku bisa marah juga kesal. Tapi aku lebih memilih menjauh dari pada perlahan tumbuh rasa benci di hati. Sungguh penyakit hati seperti itu, aku tidak ingin memilikinya."Zara tersenyum masam. "Aku mengabarinya karena status kami masih terikat dengan suci. Pernikahan bukanlah sebuah permainan. Jika dia yang menghianati pernikahan ini. Itu bukan salahku, dan bukan hakku untuk membencinya.""Artinya kamu masih mencintainya?"desak Amar tak sabbar dengan jawaban dari Zara.Zara menatap Amar dengan pandangan yang sulit di tebak. Amar tergugu di pandang begitu oleh Zara."Aku rasa kamu masih mencitainya. Mungkin, ntahlah!" Amar menggaruk tengguknya. Merasa bingung sendiri."Aku rasa cintaku sudah hilang untuknya. Waktu itu masih tersisa sedikit saat dia menikahi Syifa. Tapi ketika dia membentaku pagi itu karena kesalahan yang tidak aku buat. Saat itu cintaku sudah hilang untuknya."Amar mengernyit merasa tak yakin dengan yang dia den

  • Im Sorry Mama!    Bab 25 : Dia kembali!

    Author PoVJakarta ***Pagi ini menjadi kedua kalinya Yusuf harus bekerja tanpa memakai dasi kantornya. Selain Zara, dia tak bisa membiarkan siapapun memakaikan dasi padanya.Yusuf berjalan dengan lesu sambil mengancing ujung lengan bajunya. Melihat pantulan diri di cermin. Jelas terasa bahwa saat ini dia tidak selengkap dulu.Hufftt...Lagi dan lagi pria itu menghembuskan nafas kasar melihat wajahnya sendiri kini terasa menjengkelkan. Pintu kamarnya di ketuk dari luar. Kemudian terdengar suara Syifa memanggilnya. "Mas, sarapannya sudah siap."Yusuf dia tak menjawab. Bibirnya ingin menjawab namun tertahan oleh rasa ragu dalam hatinya."Mass...! Baiklah, jika sudah selesai langsung turun kebawah, ya!"ujar Syifa setengah berteriak. Kemudian terdengar langkah kaki wanita itu yang kian menjauh.Dia sudah pergi...! Yusuf sungguh sangat enggan untuk pergi bekerja. Menghadapi persoalan rumah tangganya sudah sangat memusingkan kepala. Apalagi di tambah dengan pekerjaannya di kantor. Dia han

  • Im Sorry Mama!    Bab 24 : Kemarahan Tuan Khaidar

    Singgapura...Di sebuah ruangan dengan nuansa coklat, serta beberapa tumpukan berkas yang berserakan di meja. Seorang lelaki paruh baya dengan kacamata yang melekat di wajahnya. Lelaki itu duduk bersandar di kursi kerjanya. Memejamkan mata dan memikirkan segala hal yang saat ini menganggu hatinya.Suara ketukan pintu membuatnya bersuara."Masuk!" ucapnya dengan suara berat. Seseorang pria dengan jas hitam yang formal sebagai asistenya datang menghadapnya."Ada apa Jhon? Ada berita apa dari sana?"tanya lelaki tua itu."Ma-maaf tuan. Saya baru mendengar kabar kalau ada sebuah insiden kecil di rumah itu.""Insiden apa? Katakan saja dengan jelas!" lelaki tua itu menegakakan duduknya. Menatap dengan serius Jhon asistenya."Hmmm, kabarnya Nona Syifa saat ini sedang mengandung. Lalu, pagi ini juga terdengar kabar bahwa dia jatuh dari tangga. Dengan tuduhan bahwa Nyona muda Zara yang mendorongnya. Lalu..."Jhon mengantung ucapnya. Melihat reaksi tuannya yang sudah mengepalkan tangan."Lalu ap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status