***
Pada dasarnya wanita itu adalah makhluk yang punya perasaan paling dalam dan paling lemah.Satu hal,hanya satu hal bahkan satu kata yang terucap bisa menghancurkan hatinya.Apalagi ucapan yang menyakitkan itu terlontar dari orang yang paling aku sayangi.Aku tak pernah menyangka, dan bahkan tak pernah berharap sebuah permintaan yang begitu menyakitkan terucap dari bibir putriku.Perasaan sesak menghatam ulu hatiku, namun aku berusaha tegar. Berharap bahwa semua hanyalah mimpi, berharap bahwa permintaan itu hanyalah guyonan malam putriku saja.“Kamu bicara apa, nak?Tidurlah, ini sudah malam.” Ucapku dengan nada lirih.Aku tahu dia masih kecil tapi bagaimana mungkin dia bisa meminta hal seperti itu padaku?Aku bangkit dari ranjangnya, dan kemudian menyelimuti Aliya yang menatapku dengan sendu. Berusaha keras aku menahan perih hati ini.Sebuah kecupan dalam kuberikan di dahinya sembari mengucapkan doa. “Selamat malam, sayang.”dan lagi-lagi mata indahnya menatapku penuh penantian agar aku menjawab permintaan.Tapi, aku sungguh tidak bisa.Kembali menegakan tubuhku dan berbalik untuk keluar dari kamar, namun aku mendengar pergerakan dari ranjang Aliya.Selanjutnya yang kurasakan tangan mungilnya menahan tanganku.“Mama? Aliya ingin punya adik. Apa Mama bisa berikan?”Pertahanku mulai menipis, mataku mulai memanas.Aku berbalik lalu bertekuk lutut di hadapannya. Yang ku lihat hanyalah air mata kesedihan dari putriku. Dia menangis tanpa suara, aku mengelus puncak kepalanya penuh kasih sayang.“Kamu mau apa, sayang?” tanyaku berusaha memantapkan hati berharap semoga aku salah dengar.Dia terdiam, lalu menatapku dengan air mata yang mengalir deras. “Aliya kesepian, Aliya ingin punya adik. Tapi Mama tidak bisa memberi Aliya adik. Benar kan?”wajahku berubah pias.Tak kusangka putri yang sangat ku sayangi mengatakan hal yang kejam seperti itu padaku.Tanpa menjawab aku segera berdiri dan meninggalkannya yang masih menangis di kamarnya.Mengapa? Aku berusaha keras untuk selalu membagiakan putriku, tapi dia sangat tega menyakiti hatiku.Anak? Adik? Bukan aku tidak menginginkan mereka tapi, aku memang tidak bisa.Tadinya aku masih bisa bertahan jika seluruh keluarga Mas Yusuf menghujatku sudah mandul. Kecuali Kak Ayu kakak iparku hanya dia yang tahu sebuah rahasia besar dalam hidupku yang tak bisa ku katakan pada orang lain termasuk suamiku.Aku masih bisa bertahan di tengah hujatan, caci-maki seluruh keluarga dan tetangga. Tapi, jika itu putriku aku benar-benar merasa hancur.“Aliya kesepian, Aliya ingin punya adik. Tapi Mama tidak bisa memberi Aliya adik. Benar kan?” kata-kata itu terus teringiang di kepalaku.Tak terasa air mata mengalir begitu saja tanpa aku sadari.Aku berjalan dan terus berjalan hingga sampai di depan kamarku dan Mas Yusuf.Saat pintu kamar ingin ku buka sayup-sayup ku dengar suara Mas Yusuf sedang menelpon.Kali ini aku mencoba memastikan pendengaranku. Dengan menempelkan sebagian telinga di pintu aku cukup bisa mendengar jelas perbincangannya.“Ya, baiklah. Kita makan siang bersama besok. Selamat malam Syifa, Miss you too!”Tanganku gemetaran, satu tangan kiriku menutup mulutku yang menganga lebar tak percaya mendengar perbincangan itu. “Miss you too?” gumamku tak sangka, kakiku terasa gemetar dan detik kemudian aku terduduk lemas di lantai.30 menit bahkan sudah berlalu, aku masih terdiam seperti patung di depan pintu kamar.Mas Yusuf bahkan tidak mencariku jug mengkhawatirkanku. Dia tidak peduli jika aku ada atau tidak bersamanya.Dia berpikir aku ketiduran di kamar putriku dan dia sama sekali tidak memperdulikanku.Kenyataan ini membuatku semakin yakin bahwa kata-kata cintanya padaku selama 3 tahun dari 8 tahun pernikahan kami. Semuanya hanyalah bualan serta omong kosong belaka. Pukulan bertubi-tubi menghantam hatiku yang begitu rapuh dan hancur saat ini.Sekuat tenaga aku berusaha berdiri dengan kaki yang masih gemetar. Ku buka perlahan kamarku dan senyuman miris yang kupancarkan menatap pria yang begitu aku cintai tertidur nyenyak sambil memeluk ponselnya.Pantas saja, beberapa hari ini aku selalu melihat dia memeluk ponselnya saat tidur. Bahkan dia tak mengizinkanku menyentuh ponselnya.Ternyata sesuatu yang besar dia sembunyikan dariku.Aku berjalan perlahan dan berdiri di sampingnya yang tidur dengan posisi miring. Aku bertekuk lutut sambil menatap wajah damainya yang tertidur.“Aku tidak menyangka, bisa begitu mencintai pria dengan wajah polos ini namun dengan segala cinta dan rasa yang palsu untukku.” Bisikku lirih air mataku sama sekali tak bisa ku bendung menghadapi kenyataan pahit ini.Tanganku terulur membelai rambutnya lembut, “Kenapa kamu bisa sekejam ini padaku, Mas? Bahkan ke kejamanmu itu sudah menular pada putri kita?” aku memejamkan mata berusaha untuk kembali tegar seperti aku 8 tahun ini bersama dengannya.Tapi, semua ini bukan lagi hal yang mudah bagiku. “Mama, haruskah Zara menyerah akan pernikahan penuh kepalsuan ini?” batinku lirih.#Tbc***Seperti biasa, setiap pagi aku akan menyiapkan sarapan untuk keluargaku. Menyiapkan pakaian dan semua kebutuhan mereka. Aku tak tahu, apa yang kulakukan itu cukup atau tidak bagi mereka. Tapi yang penting aku tetap berusaha memenuhi tangung jawabku sebagai istri dan seorang ibu.Memang beberapa hal yang terjadi tadi malam sungguh membuat perasaanku kacau. Mood pagiku benar-benar buruk karena hal itu."Sayang? Kok melamun?"aku terperanjat saat mendengar suara dan seseorang yang menepuk bahuku.Aku tersadar bahwa nasi goreng yang aku masak hampir saja gosong karena terlalu banyak melamun."Kamu, kenapa?"aku menoleh ke kiri. Ya, aku menemukan suamiku mas Yusuf yang bertanya dengan suara lembut padaku. Apa dia sama sekali tidak memiliki perasaan bersalah karena menutupi sesuatu hal yang besar dariku."Tidak ada apa-apa."jawabku singkat. Dan mengangkat nasi goreng lalu menyajikannya di meja. Aku melongos melewati mas Yusuf begitu saja. Ntahlah melihat dirinya hatiku sedikit terluka.Mu
“Mas?” dua orang yang sedang bercengkrama ria terlonjak mendengar panggilanku. Mataku terasa perih melihat pemandangan yang sangat menyatat hati.“Zara?”panggilnya dengan wajah terkejut dan telihat ketegangan dari nya. Yang bisa aku lakukan hanyalah tersenyum. Walau senyuman itu hanya senyum palsu karena Alya masih ada di sampingku.Mataku kini tertuju pada wanita berkerudung biru yang berdiri di samping mas Yusuf. Aku yakin wanita itu tahu jika mas Yusuf sudah menikah dan Alya adalah putrinya. Tapi, kenapa wanita itu begitu dekat dengan suamiku?“Papa,Alya bawa mama ketemu bunda!”jleb. Nak, tak bisakah kamu membuat mamamu bernafas sebentar. Kenapa kamu malah menambah luka menjadi lebih dalam.“Alya!”Mas Yusuf berseru keras pada Alya membuat putri kecilku ingin menangis.Apa dia sedang berusaha menutupi perselingkuhannya yang jelas-jelas sudah aku ketahui. Dia menjadikan Alya pelampiasan agar aku tak mencurigainya. Tapi semua sudah terlalu terlambat.“Mas?!”tegurku berusaha mengontrol
Semua orang terdiam dengan jawabanku.Kenapa? Apa mereka berpikir bahwa aku akan memilih menyerah dan mereka bisa memisahkan aku dengan putriku. Tentu saja aku tidak bisa seperti itu. Jika mereka ingin memisahkan aku dengan suamiku maka mungkin aku masih bisa bertahan. Namun, jika itu Alya maka aku tidak bisa. Dia adalah belahan jiwaku, dia adalah hidupku, dia adalah nafas dan cintaku. Walau mungkin dia tak menganggap aku sepenting itu. Tapi apalah daya bahwa aku hanya seorang ibu.“Ikut aku, kita harus bicara?!”sentak Mas Yusuf tiba-tiba menarik tanganku keras dan membawa ku ke kamar kami yang berada di lantai atas.Aku hanya diam dan mengikut di belakangnya. Celakan yang begitu keras pada tanganku sedikit bisa kurasakan perihnya. Namun perih di hati lebih mendominasi perasaanku saat ini.Mas Yusuf membuka pintu kamar, lalu dia menariku dengan hentakan keras hingga aku sedikit limbung dibuatnya. Dia menutup pintu dengan sangat keras hingga menimbulkan dentuman keras yang menggema di
Tak pernah terbayang, hari dan waktu yang menyakitkan seperti ini akan terjadi dalam hidupku. Penghianatan, keterpaksaan,kepalsuan, keikhlasan dan kesabaranku benar-benar telah di uji dalam satu masalah. 1 minggu telah berlalu kini adalah hari yang aku yakin wanita lain tak akan pernah menginginkannya. Hari dimana suami yang aku cintai akan mengucap ijab qobul dan janji suci untuk menikahi wanita lain.Jangan tanya apa hatiku terluka? Karena sungguh pertanyaan itu hanya membuat sebuah pisau belati menusuk lebih dalam, mengoyak dan membelah hatiku yang sudah berantakan. Memang tak banyak orang yang datang di pernikahan mereka. Hanya para keluarga Mas Yusuf dan Syifa yang hadir. Selebihnya adalah para tokoh agama dan juga penghulu dan para saksi pernikahan mereka.Rumahku, rumah kami, kini akan menjadi rumah kita. Kita bertiga bersama dengan seorang wanita baru yang ternyata ikut tinggal bersama kami. Aku tak menyangka ternyata merutuaku itu begitu kejamnya padaku.Tak cukup baginya un
Alya sang putri kecil sedang berdandan dengan bahagia di dalam kamarnya di bantu oleh sang nenek. “Alya seneng kan, punya mama baru?”tanya Erna mertua Zara yang sangat picik dan jahat dengan segala tipu muslihatnya.“Senang dong, nek! Nanti Alya bisa punya adik kan?”dia bertanya dengan begitu polosnya. Tanpa mengetahui apa makna semua itu. Yang dia tahu hanya yang di katakan oleh sang nenek.“Benar sayang. Bunda Syifa bisa kasih kamu adik. Tidak seperti mama kamu yang enggak bisa kasih adik.”sinisnya. Namun anak malang itu sama sekali tidak menyadari hal itu.Dia hanya bisa beriang gembira. Melompat-lompat dengan sangat senang seolah itu semua adalah kebahagiaan semua orang dan dia juga tidak menyadari bahwa semua orang itu tidaklah termasuk mamanya.Erna memasangkan kerudung kecil Alya. Dengan duduk beralaskan lantai marmer Erna mengangkat tubuh kecil Alya dan mendudukannya kedalam pangkuannya. “Alya mau denger nenek, kan?”Alya menatap neneknya dan mengangguk semangat. “Mau, nek!”se
***Cahaya bulan terilhat meredup di langit malam. Seolah dia sepakat dengan hati yang sedang terluka. Menemaninya yang meredup dengan sedikit cahaya hati sinar bahagia dan tak bahagia. Semilir angin malam menyayat kulit halusnya yang tertutup cardigan tipis.“Huhhhfftt...” hembusan nafas panjang dia keluarkan. Berusaha sedikit meringankan beban di hatinya. Malam ini adalah malam pengantin suaminya dengan sang madu. Mereka yang dibayangkan sedang memadu kasih di malam pertamanya sedang di sini dia sedang berpelukan dengan angin dingin malam yang menghantarkan udara menyesakan juga rasa kesepian pada hatinya.“Aku, hanya bisa berharap kalian berbahagia dan segera memiliki keturunan.”ucap Zara lirih, memejamkan matanya dan kembali air mata itu mengalir tanpa dia minta.Kesedihan ternyata tak hanya membuat air matanya mengering tapi tengorokannya juga ikut mengering. Dia mengambil teko air yang ada di meja rias nya, teko itu sudah kosong dan harus kembali di isi.Zara terdiam,bibirnya ki
Saat sudah berada di lantai atas dia melewati kamar dia dan Yusuf dulunya. Tanpa melihat dan menoleh. Namun sekejap dia mendengar suara pintu terbuka.Lalu dia hanya merasakan seseorang dengan gesit menarik tanganya kedalam kamar lalu seseorang itu langsung mengunci pintu.Zara tersentak, “Apa yang kamu lakukan, mas!”sentak Zara heran dengan nada tak suka. Namun berusaha dia untuk menenagkan diri. Mencoba menarik nafas dalam dan menghembuskanya perlahan.“Apa yang kamu inginkan?”tanya Zara melembutkan suaranya. Yusuf bungkam dengan kepala tertunduk namun dia masih berdiri menghalang pintu yang sudah tertutup. “Mas? Ada apa?”“Ak-aku...,”Zara mengernyit mendengar suara Yusuf yang terbata gugup. Dia memjamkan mata berusaha mengontrol hatinya.Jika dulu ketika Yusuf bersikap seperti itu padanya maka Zara akan langsung memeluk dan mengodanya. Karena dia selalu merasa gemas dengan sifat Yusuf yang terkadang gugup saat bersama dengannya.Namun, semuanya kini telah berbeda. Yang dia rasakan
YUSUF PoV Pagiku terasa kacau. Pertama kalinya dalam hidup aku merasa teramat bersalah membuat hari dan kehidupan yang dulu begitu bahagia dan ceria kini berubah menjadi terasa hampa.Zara mulai kurasakan berubah, tak bisa lagi kulihat senyumnya yang benar-benar seperti orang bahagia. Dia hanya memaksakan tersenyum untuk menutup luka di hatinya.Aku sudah menjadi suami yang egois dan jahad. Namun, bodohnya aku menyadari semua kesalahan ini setelah semua hal ini terjadi.Jika saja,waktu bisa di putar ulang kembali maka seumur hidup aku tak akan pernah melakukan hal ini. Suasana hatiku kacau,dan tak ada rasa bahagia dalam hatiku. Menjadikan Syifa seorang istri itu bukan keinginanku.Semua karena Mama. Desakannya dan segala macam tuduhannya pada Zara yang terus menerus dia katakan padaku. Membuatku lelah dan terjebak dalam permainannya. Tapi, lagi-lagi aku menyadari tak semua salah mama. Seperti halnya yang Zara katakan.Seorang suamilah yang memegang kunci dalam pernikahan. Jika suami m