Share

Bab 2: Kepalsuan Belaka!

***

Pada dasarnya wanita itu adalah makhluk yang punya perasaan paling dalam dan paling lemah.

Satu hal,hanya satu hal bahkan satu kata yang terucap bisa menghancurkan hatinya.

Apalagi ucapan yang menyakitkan itu terlontar dari orang yang paling aku sayangi.

Aku tak pernah menyangka, dan bahkan tak pernah berharap sebuah permintaan yang begitu menyakitkan terucap dari bibir putriku.

Perasaan sesak menghatam ulu hatiku, namun aku berusaha tegar. Berharap bahwa semua hanyalah mimpi, berharap bahwa permintaan itu hanyalah guyonan malam putriku saja.

“Kamu bicara apa, nak?Tidurlah, ini sudah malam.” Ucapku dengan nada lirih.

Aku tahu dia masih kecil tapi bagaimana mungkin dia bisa meminta hal seperti itu padaku?

Aku bangkit dari ranjangnya, dan kemudian menyelimuti Aliya yang menatapku dengan sendu. Berusaha keras aku menahan perih hati ini.

Sebuah kecupan dalam kuberikan di dahinya sembari mengucapkan doa. “Selamat malam, sayang.”dan lagi-lagi mata indahnya menatapku penuh penantian agar aku menjawab permintaan.

Tapi, aku sungguh tidak bisa.

Kembali menegakan tubuhku dan berbalik untuk keluar dari kamar, namun aku mendengar pergerakan dari ranjang Aliya.

Selanjutnya yang kurasakan tangan mungilnya menahan tanganku.

“Mama? Aliya ingin punya adik. Apa Mama bisa berikan?”

Pertahanku mulai menipis, mataku mulai memanas.

Aku berbalik lalu bertekuk lutut di hadapannya. Yang ku lihat hanyalah air mata kesedihan dari putriku. Dia menangis tanpa suara, aku mengelus puncak kepalanya penuh kasih sayang.

“Kamu mau apa, sayang?” tanyaku berusaha memantapkan hati berharap semoga aku salah dengar.

Dia terdiam, lalu menatapku dengan air mata yang mengalir deras. “Aliya kesepian, Aliya ingin punya adik. Tapi Mama tidak bisa memberi Aliya adik. Benar kan?”wajahku berubah pias.

Tak kusangka putri yang sangat ku sayangi mengatakan hal yang kejam seperti itu padaku.

Tanpa menjawab aku segera berdiri dan meninggalkannya yang masih menangis di kamarnya.

Mengapa? Aku berusaha keras untuk selalu membagiakan putriku, tapi dia sangat tega menyakiti hatiku.

Anak? Adik? Bukan aku tidak menginginkan mereka tapi, aku memang tidak bisa.

Tadinya aku masih bisa bertahan jika seluruh keluarga Mas Yusuf menghujatku sudah mandul. Kecuali Kak Ayu kakak iparku hanya dia yang tahu sebuah rahasia besar dalam hidupku yang tak bisa ku katakan pada orang lain termasuk suamiku.

Aku masih bisa bertahan di tengah hujatan, caci-maki seluruh keluarga dan tetangga. Tapi, jika itu putriku aku benar-benar merasa hancur.

“Aliya kesepian, Aliya ingin punya adik. Tapi Mama tidak bisa memberi Aliya adik. Benar kan?” kata-kata itu terus teringiang di kepalaku.

Tak terasa air mata mengalir begitu saja tanpa aku sadari.

Aku berjalan dan terus berjalan hingga sampai di depan kamarku dan Mas Yusuf.

Saat pintu kamar ingin ku buka sayup-sayup ku dengar suara Mas Yusuf sedang menelpon.

Kali ini aku mencoba memastikan pendengaranku. Dengan menempelkan sebagian telinga di pintu aku cukup bisa mendengar jelas perbincangannya.

“Ya, baiklah. Kita makan siang bersama besok. Selamat malam Syifa, Miss you too!”

Tanganku gemetaran, satu tangan kiriku menutup mulutku yang menganga lebar tak percaya mendengar perbincangan itu. “Miss you too?” gumamku tak sangka, kakiku terasa gemetar dan detik kemudian aku terduduk lemas di lantai.

30 menit bahkan sudah berlalu, aku masih terdiam seperti patung di depan pintu kamar.

Mas Yusuf bahkan tidak mencariku jug mengkhawatirkanku. Dia tidak peduli jika aku ada atau tidak bersamanya.

Dia berpikir aku ketiduran di kamar putriku dan dia sama sekali tidak memperdulikanku.

Kenyataan ini membuatku semakin yakin bahwa kata-kata cintanya padaku selama 3 tahun dari 8 tahun pernikahan kami. Semuanya hanyalah bualan serta omong kosong belaka. Pukulan bertubi-tubi menghantam hatiku yang begitu rapuh dan hancur saat ini.

Sekuat tenaga aku berusaha berdiri dengan kaki yang masih gemetar. Ku buka perlahan kamarku dan senyuman miris yang kupancarkan menatap pria yang begitu aku cintai tertidur nyenyak sambil memeluk ponselnya.

Pantas saja, beberapa hari ini aku selalu melihat dia memeluk ponselnya saat tidur. Bahkan dia tak mengizinkanku menyentuh ponselnya.

Ternyata sesuatu yang besar dia sembunyikan dariku.

Aku berjalan perlahan dan berdiri di sampingnya yang tidur dengan posisi miring. Aku bertekuk lutut sambil menatap wajah damainya yang tertidur.

“Aku tidak menyangka, bisa begitu mencintai pria dengan wajah polos ini namun dengan segala cinta dan rasa yang palsu untukku.” Bisikku lirih air mataku sama sekali tak bisa ku bendung menghadapi kenyataan pahit ini.

Tanganku terulur membelai rambutnya lembut, “Kenapa kamu bisa sekejam ini padaku, Mas? Bahkan ke kejamanmu itu sudah menular pada putri kita?” aku memejamkan mata berusaha untuk kembali tegar seperti aku 8 tahun ini bersama dengannya.

Tapi, semua ini bukan lagi hal yang mudah bagiku. “Mama, haruskah Zara menyerah akan pernikahan penuh kepalsuan ini?” batinku lirih.

#Tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status