Share

Impian Dan Cinta Di Korea
Impian Dan Cinta Di Korea
Penulis: Rain.Raini

Rumah Tanpa Nyawa

#Satu#

Reyka urung melangkahkan kaki memasuki rumah saat samar-samar terdengar suara lelaki yang dikenalnya sedang berbincang mesra dengan seorang perempuan.

“Jangan khawatir, Sayang, sebentar lagi kita akan hidup bersama.”

“Lalu dengan wanita itu, apa yang akan kau lakukan padanya?” tanya lawan bicaranya dengan nada manja yang terdengar menjijikan.

“Tentu saja aku akan menceraikannya. Kau lebih segalanya dibanding dia, bagaimana mungkin cintaku padamu meluntur?” tanya Irawan sok romantis.

“Buktinya, kamu menikahinya. Bahkan kalian memiliki anak,” protes Dinda.

“Anak itu, bukankah aku sendiri selalu bersikap tak acuh padanya?”

Nyeri hati Reyka mendengar percakapan yang tertangkap oleh indra pendengarannya. Ingin sekali menghindar, tetapi sudah terlanjur basah untuk mendengar semua. Walau ini bukan yang pertama dirinya menyaksikan sang ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi keluarga justru menjadi bibit penyakit bagi dirinya dan sang ibu.

Ayah yang seringkali dia dengar digadang-gadang menjadi cinta pertama bagi anak perempuannya, hal itu tak berlaku sama sekali bagi Reyka. Andai dalam tubuhnya tak mengalir darah Irawan Sasmita, tentu saja dia akan membenci setengah mati lelaki yang menjadi ayah biologisnya itu.

Jika memilih pergi, Reyka bingung untuk pergi ke mana. Sedang keberadaan ibunya sendiri pun tak dia ketahui saat ini. Mau tak mau, Reyka membuka pintu dengan lebar dan kasar sehingga membuat dua insan yang sedang dimabuk asmara itu terlonjak kaget.

Mendapati pemandangan jika keduanya hendak melakukan ciuman, Reyka memalingkan pandangan dan dengan langkah setengah berlari dia menaiki anak tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Sesuatu yang haram untuk dilihat dan sebetulnya haram pula mereka lakukan karena keduanya masih terikat pernikahan dengan pasangannya masing-masing.

Melihat respons Reyka yang demikian, Irawan dan Dinda tak peduli. Mereka malah seolah diberi kesempatan untuk melakukan hal selanjutnya dengan bebas.

Di dalam kamar, Reyka mengunci pintu lalu menyetel musik dengan suara yang keras. Dia membenamkan diri di atas tempat tidur dan menangis sepuasnya. Suara musik yang diputar mampu menutupi suara tangis yang terdengar menyayat hati.

Tak pernah ada satu anak pun di dunia yang ingin memiliki keluarga seperti ini. Banyak orang yang merasa iri, padahal mereka hanya melihat keluarganya dari sisi luar tanpa melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalamnya. Berasal dari keluarga yang kaya, dianugerahi otak yang cerdas dan wajah yang di atas rata-rata. Namun itu semua bukan menjadi jaminan kebahagiaan bagi Reyka, karena kebahagiaan utama baginya adalah keluarga yang utuh. Banyak teman yang memilikinya tapi berbanding terbalik dengan dirinya.

Lagu yang terputar secara acak kini berganti, mengalunkan nada sendu yang membuat hatinya makin perih. Walau lirik yang dinyanyikan oleh sang vokalis merupakan bahasa asing, Reyka memahami arti dan makna dari lagu tersebut. Membuat isaknya kembali hadir.

Setelah banyak lagu terputar bahkan hingga kembali lagi memutarkan lagu yang sama untuk kesekian kalinya, Reyka bangkit. Dia menghapus sisa air mata yang menyisakan jejak di pipinya. Melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu lalu salat zuhur. Salat yang seharusnya didirikan sejak tadi, tertunda hingga satu jam lebih karena ia berusaha menenangkan diri.

Setelah mengganti seragam sekolahnya dan mematikan musik, Reyka khusyuk dalam ibadah zuhurnya. Sujud panjang dia lakukan untuk menumpahkan sedih juga tangis pada Dzat yang memberikan kehidupan dan keputusan.

Menjelang sore, Reyka mengemas beberapa barang ke dalam tas ransel. Dia memutuskan jika malam ini akan menginap di rumah Om Rudi, adik dari ibunya. Di sana dia bisa mendapatkan kehangatan dari sebuah keluarga. Setidaknya Reyka bisa menumpahkan segala sedu sedan yang menghujamnya pada Om Rudi, Tante Belinda atau pada sepupunya, Diana.

“Mau pergi, Non?” tanya Bi Siti, kepala asisten rumah tangga di rumah Reyka.

“Iya, Bi, mau menginap di rumah Om Rudi. Rey butuh teman untuk ngobrol,” sahut Reyka dengan senyum yang dipaksakan.

Bi Siti tak berkomentar. Dia mengerti apa yang dirasakan oleh nona mudanya. Kehidupan yang berlimpah dengan harta tak serta merta menjadi kebahagiaan, karena jantung dari sebuah rumah tangga telah berhenti berdetak. Tak ada lagi canda tawa dari penghuninya, yang ada hanya saling menyakiti yang akan semakin memperparah mental.

“Kalau Ibu nanti pulang, katakan padanya Rey di rumah Om Rudi, ya, Bi,” ucap Reyka sebelum melangkahkan kaki.

Berkali-kali Reyka menghubungi ponsel ibunya tapi selalu tersambung dengan suara operator yang menyatakan jika nomor ponsel ibunya dalam keadaan tidak aktif. Khawatir ibunya pulang dan mencari keberadaannya, maka Reyka pun menitipkan pesan melalui Bi Siti.

Reyka menggunakan taksi menuju rumah Om Rudi. Dia menolak saat Pak Rahmat, supir yang bekerja di keluarganya menawarkan diri untuk mengantar. Reyka menolaknya dengan halus dan sopan. Dia beralasan tak ingin merepotkan.

Sesampainya di halaman rumah Om Rudi, Reyka menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Menata hati agar tangis tak kembali tumpah. Malu rasanya jika mendatangi rumah ini hanya untuk mengadukan nasib dan menangis untuk yang kesekian kali.

Dibukanya pintu rumah dengan perlahan. Rumah yang sederhana, berbeda dengan rumah yang selama ini menjadi tempatnya bernaung. Namun rumah ini kaya akan cinta dan limpahan perhatian yang tak Reyka temukan di tempat lain.

“Assalamu ‘alaikum, Tante,” sapa Reyka ramah saat mendapati sosok tantenya berdiri di dapur. Tante Belinda rupanya sedang memasak.

“W*’alaikum salam. Eh, Rey, sudah datang?” tanya Tante Belinda. Sebelumnya memang Reyka sudah memberitahukan jika hari ini Reyka ingin menginap.

“Iya, Tante, baru datang kok. Tante masak, ya? Boleh Rey bantu?”

Belinda tersenyum mendengar tawaran Reyka. Reyka senang sekali membantunya memasak, berbeda dengan Diana yang akan mengeluarkan seribu alasan untuk menghindar dari dapur. Senyum Belinda menghilang saat menatap wajah Reyka. Belinda sangat tahu jika Reyka menangis, karena sangat kentara dari matanya yang terlihat sembab dan bengkak.

Ada nyeri yang turut Belinda rasakan. Tak terbayang bagaimana jika dia berada di posisi Reyka. Di usia yang sangat muda dia harus menyaksikan secara langsung retaknya rumah tangga kedua orang tuanya. Yang lebih menyakitkan, Reyka berkali-kali menyaksikan sendiri ayahnya membawa Dinda ke rumah tanpa memedulikan perasaan Tiara – Ibu Reyka.

Dinda merupakan cinta pertama Irawan. Namun sebagaimana nasib yang menimpa orang lain, hubungan Irawan dengan Dinda tak direstui oleh orang tua Irawan. Hingga akhirnya Irawan dijodohkan dengan Tiara.

Tak ada cinta dalam hubungan keduanya. Mereka menjalani pernikahan hanya sebatas formalitas, agar Irawan tak dihapus dalam daftar ahli waris. Saat orang tua Irawan meninggal dunia, Irawan pun kembali menjalin kasih dengan Dinda walau kondisi Dinda sendiri sudah memiliki pasangan hidup. 

“Tante?!” panggil Reyka.

Belinda tersadar dari lamunannya. “Eh, apa, Rey?” tanyanya tergagap.

“Ada yang bisa Rey bantu?” senyum terkembang dari bibir Reyka.

“Mau kupas bawang? Tapi biasanya perih di mata,” tawar Tante Belinda.

“Tak apa, Tan. Perihnya gak akan tembus sampai hati kok.”

Ingin sekali Belinda memeluk lalu menciumi Reyka bertubi-tubi. Mentransfer sedikit kekuatan agar Reyka tegar. Akan tetapi Belinda tahu, Reyka jauh lebih tegar daripada dirinya. Berbeda dengan dirinya yang terlalu lembut dan sensitif dalam menghadapi masalah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status