Share

Virus Iblis

Author: Salim
last update Last Updated: 2023-06-05 12:49:25

Beruang raksasa itu tidak membunuhku melainkan membawaku ke depan wajahnya. Kakiku menerima lembut bulu tangannya.

"Terima kasih, kamu sudah menyelamatkan aku."

Ia bisa berbicara, aku yakin tidak salah dengar.

"Kamu sudah membebaskanku dari virus iblis." Suaranya bergemah.

"Virus iblis? Apa yang kau maksud?" Aku tidak yakin dia bisa mengerti bahasaku.

"Virus iblis merupakan virus yang dapat menyerang orang atau hewan yang jiwanya memiliki rasa dendam, kebencian, energi negatif yang berlebihan."

Dia menjawabnya itu berarti beruang ini mengerti bahasaku.

"Anak-anakku membutuhkanku, jika aku mati tidak ada yang merawatnya, maka izinkan aku hidup dan pergi dari sini."

Dia seorang ibu, anak-anaknya akan sedih jika ibunya tiada. Aku sangat memahami itu. Lalu bagaimana dengan kerusakan ini. Hutan kehidupan sudah pasti memaafkannya, tapi ras Triton terluka parah, desanya hancur, mereka tidak mudah mengikhlaskan perbuatan beruang ini.

Jika aku punya ibu, pasti ibuku sangat menyayangiku, dia akan melakukan apa saja demi anaknya. Ibu akan mencari ramuan supaya tubuhku lebih tinggi.

"Aku memaafkanmu, pergilah." ucapku setelah memikirkannya.

"Kamu memang anak yang baik, Indra, atas kebaikanmu, akan aku berikan Anugerahku padamu."

Beruang itu mengeluarkan cahaya putih, lalu cahaya itu merasuki tubuhku melalui tangan. Selama dua detik, kedua tanganku panas, terasa tertusuk-tusuk, aku tidak kuat menahannya, menjerit sekencang-kencangnya. Apa yang dia berikan padaku?

Beruang itu menyusut. Ukuran tubuhnya menjadi normal. Matanya yang hitam legam berubah coklat, begitu juga dengan bulunya.

Beruang itu berlari meninggalkan desa. Ras Triton terdiam, puluhan mata memandangku. Desa kami hancur, puluhan orang terluka parah, lalu pelakunya dibiarkan pergi begitu saja. Respon mereka padaku sudah sangat wajar.

"Kau membiarkan dia pergi." Guru berbicara sambil mengatur nafasnya, matanya layu menatapku.

Mereka terdiam sunyi, tidak ada sambutan untuk kemenangan ini. Mereka yang terluka perlahan bangkit, mengatur napas. Pohon-pohon yang tumbang dan hancur mulai tumbuh kembali, begitu juga dengan luka di tubuh mereka, sembuh dengan cepat.

"Beruang itu bisa bicara, dia minta tolong padaku untuk membebaskannya. Anak-anaknya sedang menunggu. Jika ia mati, kasihan mereka. Betapa sedih anak-anak itu jika ibunya tiada, aku sangat memahami perasaannya." Semoga kata-kata dan wajahku yang memelas bisa membuat Ras Triton bersimpati pada beruang itu.

"Kami tidak berhak menghukum dia. Hutan kehidupan ini hakimnya, jika ia memaafkan beruang itu, kami dengan senang hati menerima keputusannya." Salah satu ibu berbicara.

Aku dapat bernapas lega. Mereka tidak marah padaku. Hutan kehidupan ini sudah pasti memaafkan beruang itu. Lihatlah, dia tidak tercekik oleh akar berduri, atas terpukul oleh batang pohon besar.

"Aku berjanji, apabila beruang itu datang lagi aku akan membunuhnya. Kalian tahu kan aku ini hebat, aku bisa menghancurkan batu besar dengan sekali pukul."

"Si pendek memang hebat."

"Jangan memanggilku pendek!"

Mereka tertawa.

Tidak sulit bagi mereka untuk membangun desa kembali. Mereka tinggal meletakan tangannya pada pohon besar, dengan ajaib batang pohon itu terbuka dan jadilah rumah mereka.

Ras Triton tidak bisa meninggalkan hutan kehidupan ini. Karena mereka tidak akan bisa bertahan hidup di luar sana. Hutan ini yang memberikan mereka segalanya, kehidupan mereka sudah diatur.

Untuk merayakan kemenanganku, mereka mengadakan makan malam besar-besaran di halaman. Berbagai sayur-mayur terpampang di atas meja panjang.

"Ayo bersorak untuk Indra."

"Iya, untuk si pendek."

Mereka bersorak-sorai mengangkat sendok dan garpu. Tertawa terbahak-bahak melihat wajahku yang masam. Anak-anak berlarian di sekitar pesta.

"Krok-krok."

"Krok-krok."

"Krok-krok."

"Nago berbunyi, nago berbunyi." Anak-anak mendekati patung katak besar di sudut desa. Benda itu mengeluarkan kertas dari mulutnya.

"Biar aku lihat." Guru mengambil kertas itu dari tangan anak-anak yang terdahulu mengambilnya.

"Ada berita apa?"

Mata guru menelisik membaca berita tersebut.

"Putri Kerajaan Manggo hilang, mereka memberikan hadiah seribu Griel bagi siapapun yang menemukannya."

Seribu Greal, itu banyak sekali. Aku sepontan berdiri, lalu bertanya. "Apa ada gambar putri itu?" Kalau aku bisa menemukannya aku akan menjadi kaya.

Guru menggeleng.

"Bagaimana kita mencarinya kalau tidak ada gambarnya." Aku kecewa, kembali menghempaskan punggung di kursi.

"Untuk apa kita membutuhkan uang itu. Hutan kehidupan sudah memberikan segalanya untuk kita."

"Iya benar. Ayo kita bersorak lagi untuk si pendek."

"Yaaaaa!"

Mereka kembali tertawa meramaikan pesta.

"Kenapa wajah kamu murung, Indra." Guru menarik kursi di sampingku. "Apa memikirkan undian itu?"

"Apa guru tau tentang virus iblis?" Aku langsung bertanya tentang apa yang aku pikirkan sejak tadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Indra, Reinkarnasi Para Dewa    Masalah Baru

    Pagi-pagi sekali dikalah orang-orang masih tertidur lelap. Kami pergi ke tokoh Paman Linchi membawa uang yang dia butuhkan. Sekarang peraturan Kota Tree sudah diperbarui setelah Sadam kalah, mereka sedang sibuk membangun sekolah sihir menyebar ke seluruh penjuru kota. Sekolah harus tutup sore hari, tidak boleh buka sampai malam.Meskipun Sadam sudah tidak ada, mereka tetap mematikan setengah lampu saat malam hari, tidur malam. Tidak boleh ada toko yang buka 24 jam.Setiap satu hari dalam seminggu diberlakukan hari libur. Hari ini kami bertepatan pada hari libur, jalan gantung yang biasanya ramai menyadi lenggang.Paman Linchi membuka toko di rumahnya. Saat ini rumahnya masih tertutup. Harchi menekan tombol belnya. Dalam beberapa menit tidak ada jawab dari penghuni rumah, Harchi memutuskan menekan bel itu lagi. Kami masih menunggu, lalu ada tetangga melintas."Paman Linchi tadi aku lihat dia terburu-buru pergi kearah sana. Aku tidak tahu

  • Indra, Reinkarnasi Para Dewa    Gagal

    Aku kembali ketempat pertarungan panco, kali ini aku yang terlambat, mereka menungguku, duduk di atas balai."Aku pikir kau tidak akan datang," ucap salah satu dari kelima orang tersebut."Ini pemenang pertarungan kemarin?" tanya satu orang anak baru. Aku baru melihatnya hari ini.Mereka mengangguk."Baguslah kau datang, aku ingin sekali bertarung denganmu," ucap anak baru itu."Hei, kau saja belum tentu mengalahkan kami.""Iya. Aku hampir menang kemarin, kali ini tidak akan aku biarkan kalian semua mengalahkanku. Cepat keluarkan uang taruhannya."Aku mengeluarkan uang 100 Greal. Mereka menoleh kiri-kanan. "100 lagi taruhannya?" tanya orang yang kemarin hampir menang."Aku takut kalian kalah lagi. 100 Greal sebagai percobaan, bagaimana?""Baiklah kalau takut kalah, lagi pula ada anak baru di sini, dia pasti kaget." "Enak saja, aku pernah memenangkan 5 kali pertandingan ini sebelumnya."

  • Indra, Reinkarnasi Para Dewa    1500 Greal

    Paginya kami berpisah untuk mencari uang sesuai dengan yang sudah ditentukan kemarin. Aruna, Rai, dan Harchi pergi kepasar, Warchi menjaga rumah dan aku pergi ketempat pertandingan panco.Tempat ini masih sepi, mungkin aku datang terlalu pagi, mereka belum pada sampai. Aku duduk di dahan pohon, menguncang-uncang kaki. Para warga berlalu-lalang, tidak memperdulikan ku, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.Aku melirik pergelangan tangan, ini sudah 30 menit aku menunggu, mereka belum sampai juga ke lokasi, apa kmhati ini pertarungan panci diliburkan?"Hei, ngapain kamu di sana," ucap seorang pria, kepalanya menengadah memandangku.Aku melompat ke lantai balai. "Aku pikir kalian tidak datang. Aku ingin bertarung panco lagi dengan kalian.""Kamu bertaruh berapa?" tanya orang itu."Aku hanya ada 100 Greal." "100 doang, itu terlalu kecil." "Pertandingan pertama kita bertaruh 100 Greal dulu, kalau aku menang, uang

  • Indra, Reinkarnasi Para Dewa    Mengumpulkan Uang

    Paman Linchi sibuk melayani para pembeli yang recet agar pesanannya segera dibuatkan. Paman Linchi menyuruh kami menunggunya di dalam rumah. Sampai sore hari Paman Linchi baru menghampiri kami, dia mengendurkan urat-uratnya. "Hari ini ramai sekali, aku tidak bisa beristirahat dari pagi sampai sore." Paman Linchi menarik kursi, dia duduk dihadapan kami."Maafkan aku telah mengganggu waktu istirahatmu, Paman Linchi," ucap Harchi sopan."Tidak masalah, Harchi, warungku ramai ini semua karena Narchi yang telah mengalahkan Sadam. Mereka sangat senang dan merayakannya dengan meminum madu. Kamu ingin bicara apa, Harchi, sepertinya sangat penting?""Tadi pagi aku dan mereka pergi ke pohon itu, paman, aku ingin menggunakan alat itu, tetapi waktu kami sampai benda itu sudah hancur. Gubuk Paman Linchi juga roboh.""Pemerintah kota yang menghancurkannya, mereka tidak ingin siapapun yang menggunakannya."Wajah Paman Linchi berubah menjadi te

  • Indra, Reinkarnasi Para Dewa    Paman Linchi

    "Lelah sekali, apakah masih jauh?" tanya Aruna, dia mengatur napasnya, keringatnya tidak dapat dihindari, mengalir deras terjun bebas ke bawah.Pagi-pagi sekali kami mengikuti Harchi memanjat pohon paling tinggi di kota ini. Dia bilang jalan satu-satunya agar keluar dari kota ini adalah dengan memanjat pohon ini, dia sana ada benda terlarang yang bisa melontarkan kami."Kenapa harus pagi-pagi sekali sih, aku masih ngantuk tahu, kemarin kita pulang sangat malam." Aruna masih mengomel dibawah sana. Aku dengannya beda dua dahan. Rai di samping Aruna, mendampinginya agar dia tidak pingsan."Karena itu watu yang cocok untuk ke atas sana, sebab jika ada orang yang melihat mereka akan melapor ke pemimpin kota dan kita akan dipenjara." Harchi berteriak, dia sudah sangat tinggi di atas kami."Kenapa dipenjara? Kita hanya memanjat saja kan, lagian siapa juga orang yang ingin memanjat pohon ini, cuma kita berempat." Aruna melihat kebawa, wajahnya pucat. "Tin

  • Indra, Reinkarnasi Para Dewa    Pemakaman

    Sebagian lampu-lampu mulai dipadamkan, pasir yang berada di tabung atas semakin sedikit, para warga memasuki rumah, menutup jendela dan pintu rapat-rapat.Aku menggendong Rai dipunggung, melompat dari dahan ke dahan. Harchi menggendong Aruna, dia dalam kantong bajunya terdapat sisa buku Narchi, dia sempat mengambilnya sebelum mengeluarkan teknik besar itu.Mereka tidak mengetahui bahwa Sadam sudah mati, kami belum mengumumkannya. Bagaimana kami bisa sempat memberitahu mereka jika kami saja bingung harus bagaimana memberitahu Warchi tentang Narchi. Dia sudah tua, aku takut Warchi akan terkejut dan menyusul Narchi.Sore ini kami bisa melompati dahan tanpa terburu-buru, tanpa berjaga-jaga dan khawatir Sadam akan datang. Malam ini telingaku tidak akan pernah mendengar suara jelek Sadam lagi."Kenapa Narchi, seharusnya aku saja." Warchi menghela napas ketika Harchi memberitahu dan memberikan sisa bulu Narchi kepada Warchi. "Besok pagi kita akan memakam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status