Rania telah mengangkat pecahan kaca yang ada di tangannya setinggi bahu dan hanya perlu menghunusnya untuk menjatuhkan satu korban di depannya. Tapi bukannya mengayunkan pecahan kaca sesuai rencananya, Rania justru hanya diam. Tidak lama kemudian air matanya menetes.
Kenapa begitu sulit. Kenapa tidak semudah yang ada di dalam kepalanya. Kenapa orang lain bisa tapi ia tidak. Apa tekadnya kurang, apa keberaniannya hilang? Tidakkah untuk menjadi seorang pembunuh hanya butuh keinginan, kesempatan, dan senjata? Bukankah ia memiliki semua itu? Kalau begitu apa yang kurang?“Untuk seseorang yang membawa senjata di dalam, saya sarankan agar segera menyerah. Buang senjata dan lepaskan sandera!”Tiba-tiba suara tidak dikenal yang berasal dari luar berbicara lantang dengan menggunakan pengeras suara. Mengetahui akhirnya tim selamat telah tiba, Mika merasa sangat bersyukur. Separuh bebannya seperti terangkat.“Semua sudah berakhiSetelah Rania digiring untuk diamankan dan Adien mendapat pengobatan, Mika kembali untuk melihat bagaimana polisi bekerja. Mika secara kooperatif memberi keterangan mengenai segala hal yang ia alami. Mika juga mengakui perbuatannya memindahkan mayat Jovita beserta alasannya. Semua barang bukti yang Mika simpan diserahkan pada Ketua tim. "Sudah, kamu istirahat saja. Buat apa ikut sibuk?" Laisa yang sejak tadi mengekor berkomentar. "Tunggu!" Mika menghentikan seorang petugas yang baru keluar dari kamar Tami. "Undangan yang ada di atas meja sudah kalian ambil?" "Undangan? Undangan apa?" Petugas yang ditanya balik bertanya. "Undangan yang covernya tebal, hitam, tulisannya warna emas," jelas Mika. Si petugas mengingat sebentar, melihat lagi barang-barang yang ada dalam kotak, kemudian menggeleng. Mika berterima kasih dan mempersilakan si petugas melanjutkan tugasnya. Sebenarnya tidak ada yang serius
“Sudah pulang?” Ibu Mika terlihat berseri begitu anaknya sampai di rumah. Laisa dan Razan yang ikut masuk mengantar Mika, menyapa singkat dengan anggukan dan senyum. Begitu Mika melihat wajah wanita yang sudah melahirkannya, ia langsung memeluk ibunya erat. Wajahnya, aroma tubuhnya, kehangatannya, Mika tidak lagi mampu berpura-pura kuat. Air matanya mengalir tanpa meminta persetujuannya. Melihat Mika tiba-tiba menangis, membuat Laisa terenyuh sekaligus merasa bersalah. Seandainya mereka bisa datang lebih cepat, seandainya ia menolak ide Mika sejak awal, Mika tidak perlu melewati kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Seandainya sesuatu yang buruk menimpa Mika, Laisa tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Tidak akan pernah. “Kenapa? Proses perekaman acaranya enggak berjalan baik?” tanya ibu Mika curiga. Mika melepaskan pelukannya, menghapus air matanya, dan menggeleng. Sebelum berangkat, Mika telah m
Sebulan kemudian Kame.Lia Diamond mengumumkan tiga desain terbaru mereka. Sebenarnya belum terlalu lama sejak terakhir kali Kame.Lia Diamond mengeluarkan produk baru mereka yang kemudian diikut sertakan dalam pameran. Mika sendiri tidak merencanakan apa-apa sampai sebuah keinginan tiba-tiba muncul. Saat peluncuran produk baru, Mika bercerita mengenai inspirasinya. Pertemuan kembali dengan seseorang yang ia benci karena perbuatannya di masa lalu. Saat bertemu sebenarnya kebenciannya tidak begitu besar, tapi Mika yang ingin kebencian itu terus tumbuh. Karena dengan begitu apa yang telah orang itu lakukan akan terbalas. Setidaknya terbalas dengan kebencian yang tetap ia simpan. “J.” Mika menunjukkan sebuah liontin yang mirip huruf J. Sebenarnya tidak begitu menyerupai huruf J. “J bukan berarti jahat, tapi inisial sebuah nama.” Para tamu tertawa kecil. Mika cukup ahli dalam mencair suasana. Liontin yang Mika tunjukk
Mika sengaja memilih waktu yang tepat untuk meneliti kembali kasus undangan. Sebulan lalu, beberapa jam setelah Mika pulang kepolisian mengumumkan kasus ke publik. Jumlah korban yang jatuh tidak memungkinkan pihak kepolisian untuk terus menutupi kasus tersebut. Media akan segera tahu dan masyarakat akan bertanya-tanya. Kepolisian memilih menjelaskan lebih dulu untuk menghindari beredarnya kabar-kabar yang tidak benar. Kepolisian tidak membuka identitas korban untuk umum sehingga Mika dapat terhindar dari keributan-keributan yang tidak ia harapkan. Orang tuanya jelas tahu karena beberapa kali polisi datang untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas. Dan karenanya keluarga Mika menjadi lebih protektif padanya. Perlahan, setelah keadaan mereda dan ia berhasil menata lagi perasaannya, Mika putuskan untuk memulai. Sangat tidak mungkin berhenti pada sesuatu yang belum selesai. Mika mengunjungi makam Isamu di sore hari saat kegiatannya kosong
“Kamu yakin mau ke sana?” Laisa bertanya untuk ke sekian kalinya. Mika mengangguk. Ia sekarang bukan lagi Mika yang dulu. Hal-hal mengenai masalah sepele di masa lalu tidak akan mampu mempengaruhinya. “Omong-omong kenapa kamu hanya mengantar dan menunggu di mobil? Berencana melamar jadi sopir pribadiku?” Laisa berdecih. Penampilannya terlalu keren untuk menjadi seorang sopir. “Aku hanya enggak suka berurusan dengan hal-hal mengenai air mata dan perasaan. Enggak bisa di logika. Semua ilmu yang kupelajari rasanya jadi enggak guna.” Tempat terakhir yang Mika datangi adalah rumah Jovita. Mika sampai ketika ayah dan ibu Jovita bertengkar. Keduanya bertengkar hebat. Mika tidak tahu apa yang melatar belakangi pertengkaran itu, ia hanya berharap mereka tidak sedang melampiaskan kesedihan dan perasaan kehilangan mereka satu sama lain. Mika berencana membatalkan kunjungannya ketika mendengar ayah Jovita memben
“Masih belum ditemukan juga?” Mika bertanya. Laisa dan Razan menggeleng. “Jangan-jangan teman dari pulaumu itu kabur?” duga Lisa. “Mustahil!” kata Razan yakin. “Beberapa kali saat polisi meminta bertemu untuk menanyakan hal terkait penyelidikan, dia selalu bekerja sama. Dan namanya Adien bukan teman dari pulau.” “Tapi menurut tetangganya, dia hanya pulang hari itu saja. Setelah itu enggak ada yang tahu di mana dia tinggal. Kalau bukan kabur pasti bersembunyi. Dan kalau enggak salah kenapa harus bersembunyi.” “Bagaimana kalau bukan bersembunyi tapi menenangkan diri?” ujar Razan. “Bagaimana pun dia wanita yang lemah, butuh perlindungan. Setelah apa yang menimpanya di pulau, dia pasti ketakutan. Mungkin dia pulang ke rumah orang tuanya atau apa pun itu.” “Hohoho,” Laisa menirukan suara tawa sinterklas. “Jangan terkecoh, Bro. W
Menurut pengusutan Razan, Mai sama sekali tidak berselingkuh dengan pria yang menjadi kepala daerah seperti yang beredar. Mereka dekat dan pria itu menyukai Mai adalah bagian yang benar. Tapi kedekatan Mai hanya sebatas teman, tidak pernah lebih atau bahkan intens. Pria itu berusaha dekat dan menggoda Mai juga bagian yang benar. Jadi, sebenarnya semua bermula karena pria itu dan secara langsung membuat Mai terkena imbasnya. Menciptakan fitnah di sana-sini. Bahkan setelah masalah menjadi lebih besar, pria itu diturunkan dari jabatannya, dan Mai dihujat dari berbagai sisi, pria itu tetap mendatangi Mai. Pria itu mengutarakan perasaan dan kesungguhannya untuk serius pada Mai. Orang-orang yang mengetahui hal itu semakin tidak berhenti menyerang Mai. Sebelum masalah dugaan perselingkuhan diketahui publik, Mai pernah dilabrak sang istri. Kejadian itu kembali diangkat ke permukaan, membuat orang-orang percaya pada apa yang beredar di dunia maya.
Laisa terus mengomel sepanjang jalan. Mempertanyakan jalan pikiran Mika yang tidak masuk akal. Membenci atau memaafkan memang hak prerogatif Mika, tapi Laisa tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa kesal. “Aku enggak salah, kan, mengatai Mika seperti itu? Dikhianati Jovita dia menderita selama seminggu, percaya pada penipu itu menderita sebulan. Sekarang mengambil risiko demi penipu itu. Apa Mika mau menderita seumur hidup?” “Iya, iya. Laisa yang benar. Mika pasti mengerti kalau Laisa hanya khawatir,” Razan menanggapi. “Siapa yang khawatir?! Aku marah, bukan khawatir!” elak Laisa. Razan hanya menanggapi dengan tawa. Bagaimana kedekatan Laisa dan Mika, Razan tahu persis. Laisa tidak pernah merasa khawatir seperti khawatir pada Mika. Laisa tidak pernah protektif, seperti ia protektif pada Mika. Terkadang, Razan sungguh merasa iri dengan perhatian yang bisa Mika dapatkan. Konyol! Bukannya