Setelah selesai dengan ritual malamnya, Dara siap siap untuk tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah hal hal yang di lalui nya hari ini, terlebih lelah pikirannya setelah bertemu Reno sore ini.
Akan tetapi saat Dara akan menutup mata nya, tiba tiba ponselnya berdering. Ia pun mengambilnya dan melihat nama yang tertera dalam ponsel itu.Ada sekilas pertanyaan yang muncul di benak Dara saat mengetahui orang menghubunginya. Namun tanpa berpikir lama ia segera mengangkat panggilan dari kakak iparnya itu."Maaf Dara. Saya mengganggumu malam malam begini. Nadira menangis sejak tadi, aku tidak bisa menenangkannya." Ardi langsung bicara ketika sambungan telfon terhubung, membuat Dara mengerti alasan pria itu menghubunginya.Dara dapat mendengar getaran dari pemilik suara itu, hatinya pasti cemas dan bingung ketika ia tidak bisa menenangkan Nadira. Suara tangis Nadira terdengar pun juga jelas di telinga Dara. Apa ia harus kesana malam ini sekarang."Saya mohon, saya juga tidak bisa meminta ibu saya untuk datang jam begini. Saya bingung harus menghubungi siapa."Suara tangis Nadira terdengar bersamaan dengan suara Ardi. Dara tidak kuat lagi. Kasihan Nadira. Kasihan keponakannya itu. Ia pun melirik jam yang tertera dalam ponselnya. Pukul 09.13."Baik kak. Saya akan kesana sekarang."Tanpa kata kata lagi Dara bergerak segesit mungkin dan langsung menyambar kunci motor nya. Ia tidak sanggup membiarkan Nadira terus menangis. Ia harus segera berada di sana, mendekap sang bayi mungil itu.Setelah turun dari motor, Dara langsung membuka pintu yang yang tidak tertutup rapat. Saat masuk Dara melihat Ardi dengan Nadira di gendongannya sudah menunggunya di ruang utama.Nadira masih terus menangis dan Ardi yang terus menenangkannya. Dara segera mempercepat langkahnya dan menyimpan ponsel dan kunci motornya di atas meja, lalu meraih Nadira dari Ardi.Dara segera mengayunkan ayunkan Nadira seperti biasa. Ia berkeliling memutari ruang untuk menenangkan bayi kecil itu, kali ini Nadira terus menangis. Raut wajah Ardi dan Dara kini di selimuti kecemasan yang dahsyat.Dara menyanyikan kembali lagu yang biasa ia nyanyikan untuk Nadira lalu mendekapnya masuk dalam pelukannya memberikan kehangatan pada bayi itu. Dara memperhatikan, kepala Nadira bergerak ke kanan ke kiri seperti mencari sesuatu dengan mulutnya.Melihat hal itu, Dara termenung. Sepertinya Nadira mencari air susu dari ibunya. Dara menoleh kepada Ardi, dan pria itu sama kagetnya dengan dirinya. Apa yang harus di lakukan. Itulah yang muncul dalam benak mereka.Walaupun seperti itu Dara berhasil menenangkan Nadira. Karena kecapekan menangis anak kakaknya itu kembali tertidur.Lama Dara membiarkan Nadira dalam gendongannya, membiarkan ia tidur nyenyak dalam pelukannya. Setelah itu ia berjalan masuk ke dalam kamar Nadira dan membaringkan nya pelan ke dalam ranjang ayun itu."Maaf. Saya merepotkan mu malam malam." Ucap Ardi setelah melirik jam tangan sambil mengikuti langkah Dara dari belakang."Nggak apa apa kak. Ini juga karena Nadira. Dia keponakanku tentu aku sangat peduli padanya.""Kalau begitu, bisakah kamu tetap disini malam ini. Saya khawatir mungkin Nadira akan menangis lagi. Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi sepertinya ia nyaman berada di dekatmu. Saya mohon. Saya tidak tau harus berbuat apa lagi." Dengan tatapan kecemasan dalam raut wajahnya, Ardi menatap Dara dengan harap harap gadis di depannya ini bersedia."Apalagi ini sudah larut, takutnya ada apa apa di jalan.""Nggak usah kak. Saya pulang saja.""Tapi ini sudah jam sebelas lewat. Bahaya bisa saja terjadi diluar sana. Apalagi kamu seorang perempuan."Perkataan Ardi benar, sebenarnya ia juga takut. Apalagi sekarang sudah terlalu larut. Di luar sana pasti banyak orang orang iseng yang berkeliaran. Beraksi di saat saat sunyi begini. Dara ingin menghubungi Winda, tapi tidak mungkin. Terlebih lagi jika ia menghubungi Reno.Tapi jika ia memilih bermalam sekarang. Maka hanya ada dirinya dan Ardi di rumah ini. Walaupun Ardi adalah kakak iparnya, akan tetapi dia tetaplah seorang pria. Apalagi di rumah itu tidak adalah orang lain selain mereka bertiga. Nadira pun juga hanyalah seorang bayi yang tidak tau apa apa."Saya pulang saja kak, nggak baik kalau saya bermalam disini." Dara memutuskan. Lebih baik ia pulang daripada dia dan Ardi mendapatkan fitnah.Hati Ardi tidak tenang, bagaimana bisa ia membiarkan Dara pulang larut malam begini. Sendirian di jalanan sunyi sana. Ia tidak tega. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya. Keselamatan Dara adalah tanggung jawab nya saat ini, karena sudah tetap datang untuk Nadira."Kamu tetap nggak bisa pulang sendiri malam begini. Saya juga khawatir padamu sebagi adik ipar saya, sebagai adik dari almarhumah istriku." Tukas Ardi."Jika kamu tidak nyaman. Saya akan mendirikan tenda dan tidur di luar." Ardi menambahkan menenangkan nya atas kemungkinan alasan Dara tidak mau menginap."Tapi k...," Ucapan Dara terpotong, dikala Ardi sudah menyela tidak terima dengan penolakan Dara."Ini sudah larut. Kamu tidur saja disini. Lagipula kamu ada disini karena Nadira kan. Percayalah tidak akan terjadi apa apa."Dara mengangguk ragu. Melihat Ardi terus bersikeras tidak ada gunanya ia menolak. Lebih baik ia menurut saja, terlebih pria itu pasti kelelahan dan ditambah lagi ia akan pergi bekerja besok."Kalau begitu silahkan istirahat. Jika Nadira bangun dan kamu kesulitan, kamu bisa memanggil saya di luar.""Iya kak. Selamat malam."Setelah Ardi keluar, Dara membaringkan badan ke tempat tidur, meluruskan pinggangnya setelah hampir seharian beraktivitas. Ia juga lelah.Mata Dara menerawang pada langit langit kamar. Kejadian seharian ini terputar kembali dalam kepalanya. Tentang Reno yang tidak mengizinkan dirinya karena kecemburuannya. Tentang dirinya yang tetap ingin merawat Nadira. Pertanyaan pertanyaan muncul di kepala Dara. Apa yang akan di lakukan Reno? Apa yang akan terjadi pada hubungan mereka jika mereka tetap bersikukuh pada pendirian masing masing.Dara menghela napas dalam dalam. Ia harus berbicara pada Reno. Harus meyakinkan pria itu, bahwa tidak akan ada yang terjadi di rumah ini.Lama Dara membiarkan pikirannya bermain, sampai dirasa matanya semakin lama kian berat. Kantuk menyerangnya hingga ia jatuh tertidur.Dara membeku di tempat, mata nya melebar menatap meja. ia bahkan tidak mampu menjawab Reno atau sekedar mengangguk saja.Gadis itu tercekat. Dari ujung mata nya, Dara bisa tahu bahwa Ardi saat ini sedang menatap pada nya. Reaksi apa yang harus ia lakukan sekarang.Dengan susah payah, Dara menelan ludah. Sebenarnya, ia harus nya senang dengan hal ini. Dengan begitu, ia tidak perlu repot repot meyakinkan Ardi bahwa ke depannya di antara mereka tidak akan ada yang terjadi. Namun perasaan nya malah terasa ganjil.Dara asumsikan lagi bahwa ini karena dia adalah seorang istri dari Ardi. Rasa bersalah untuk status mereka saat ini, dan juga karena Ardi yang berinisiatif untuk memperbaiki pernikahan ini. Mungkin karena itu. "Aku akan ke kamar." ujar Ardi.Akhir nya Ardi bersuara dan beranjak dari duduk nya. Di saat itulah baru Dara berani bergerak dan menoleh kepada Ardi yang sudah pergi meninggalkannya di ruang tamu."Iya kak." sahut Dara lirih, namun tidak di dengar oleh Ardi karena pria it
"Tanganku lemah" Ardi bersuara dan melanjutkan lagi menutup mata nya.Tubuh Ardi saat ini memang begitu panas, rasanya ia malas untuk bangkit dari posisi tidurannya.Karena masih ada Nadira dalam dekapannya, Dara kemudian menarik kursi dengan tangan lainnya lalu meletakan mangkuk bubur di sana.Dara duduk di tepi ranjang dan mulai mengambil bubur sesendok lalu mendinginkan nya. "Kak Ardi." panggil Dara lagi, Ardi pun kembali membuka mata nya.Selesai menyuapi Ardi dan memberi obat kepada nya, Dara tetap berada di dalam kamar untuk menjaga pria yang sedang sakit itu sampai dirinya oun jatuh tertidur. Hingga ia tidak sadar jam sudah mulai menunjukan jam sebelas lewat. Pantas saja perut nya mulai bergemuruh.Dara bangkit dari duduk nya, sejak tadi ia bahkan tidak memindahkan Nadira dari pangkuan nya ke ranjang kecilnya. Hingga ia rasakan lengan nya menjadi begitu kaki dan kaki yang keram.Mata Dara tidak sengaja menangkap Ardi di tempat tidur yang sedang menatap nya."Aku sudah memesan
"Aku nggak bisa. Aku juga masih cinta sama Reno, dia bahkan rela menunggu aku." urai Dara.Winda diam, kenyataan tentang Reno masih terus mencintai Dara membuat nya bungkam. Ia tidak bisa menyela hal itu. Tapi tetap saja, ia tidak ingin Dara berpisah dengan Ardi. Entah apa yang terjadi, Winda lebih memilih Dara bersama Ardi daripada Reno. Terlebih lagi keduanya sudah menikah."Sudahlah. Jangan di bahas lagi. Kita bahas tentang kamu saja."Sore itu terlewat dengan Dara dan Winda yang terus bercanda, keduanya terus menerus tertawa sampai tidak sadar akan keberadaan Ardi di dalam rumah.Usai mengantar Winda keluar, Dara masuk ke dalam kamar nya dan Ardi. Mata gadis itu tiba tiba melotot saat melihat Ardi yang sedang bertelanjang dada.Aura maskulin Ardi terpancar, rambut hitam basah yang berserakan di dahi begitu menonjol. Pundak yang lebar dan lengan yang berotot terlihat seperti hasil pahatan. Mulut yang sedikit terbuka dan mata sorot mata yang tegas jatuh kepada Dara.Dara yang menyaks
Dara melirik keluar jendela, sudah malam hari akan tetapi Ardi belum pulang juga ke rumah. Gadis itu cepat menggeleng dan pergi, ia berusaha untuk tidak peduli dengan apa yang di lakukan pria itu di luar sana.Baru saja mengayunkan kaki lima langkah, suara mobil Ardi terdengar memasuki halaman rumah. Dara bersikap tidak peduli dan tetap melanjutkan langkah kaki nya ke kamar Nadira.Saat membuka pintu, Dara melihat ponsel nya berdering. Gadis itu segera meraih ponsel nya dan melihat nama Winda tertera di sana.Buru buru Dara mengusap layar ponsel nya ke atas dan menempelkan benda pipih itu ke telinga kanannya. "Halo Win, ada apa?" Sapa Dara begitu sambungan telepon terhubung. "Kamu sibuk nggak besok sore. Aku kangen kamu. Aku datang ke rumah kamu ya. Tadi aku juga udah bilang sama kak Ardi." sahut Winda."Kamu ketemu dia?" tanya Dara saat Winda menyebut nama Ardi. "Iya, tadi sore aku nggak sengaja lihat dia di restoran. Aku kira dia lagi sama kamu." suara Winda terdengar di telepon
Tidak ada gunanya berdebat sekarang, apalagi Nadira yang sedang menangis di pangkuan Dara. Ardi mengeluarkan kunci dari saku celana nya dan berjalan menghampiri pintu kamar.Ketika pintu terbuka dengan gerakan cepat Dara langsung keluar dari sana. Ia butuh waktu sendiri dan tidak ingin melihat Ardi dulu.Tangan Ardi terangkat dan spontan memijat pelipis nya yang tidak sakit itu. Ia hanya merasa pusing dengan situasi pernikahannya sekarang.Dara menenangkan Nadira yang masih menangis. Dalam beberapa saat tangis bayi itu berhenti bersamaan dengan Ardi yang juga muncul di sana."Ini. Aku bawa susu Nadira."Ardi meletakan botol susu Nadira yang sudah di buat nya di atas meja dan diam di sana beberapa saat. Dara yang menyadari Ardi belum keluar juga, mengintip dari sudut matanya. Terlihat pria itu bukannya keluar dari kamar dan malah mendekatinya dengan Nadira."Aku ingin mengucapkan selamat tidur pada nya." ujar Ardi sambil mendekatkan tubuh nya untuk mencium dahi Nadira.Melihat tubuh A
"Kamu datang." ujar Reno saat melihat Dara sudah berada di hadapannya. Lelaki itu tersenyum puas saat Dara terlihat di sana."Aku nggak bisa lama lama." cicit Dara sambil duduk. "Aku akan memesan." Reno mengedarkan pandangan mencari waitress lalu mengangkat tangannya."Aku sudah makan." sahut Dara jujur. "Kalau gitu, kita jalan. Aku juga belum merasa lapar." Reno berdiri dari duduk nya seraya meraih tangan Dara. "Ayo."Dara mendongak dan mengikut saja. Biarkan saja malam ini ia mengikuti kemauan Reno. Buru buru gadis itu mengeluarkan masker nya dan memakainya. Ia masih teringat dengan perkataan Ardi tentang seseorang yang di kenal nya bisa saja melihat nya dimana saja. Dia ingin menghindari hal itu. Ia tidak mau Ardi tahu bahwa dirinya dan Reno hanya berduaan saja."Kenapa pakai masker?" tanya Reno sambil mengernyit kan kening nya. "Bisa saja udara malam membuat ku flu." ucap Dara bohong. "Sejak kapan?""Jaga jaga saja. Aku tidak mau sakit, apalagi aku harus menjaga seorang bayi.
Pagi itu setelah berangkat nya Ardi ke kantornya, Reno muncul di depan rumah untuk menemui Dara. "Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Dara setelah membuka pintu tu dan menemukan Reno sudah berada di depan. "Aku ingin dia tahu, bahwa dia salah. Aku yang harus nya berhak atas kamu. Dia yang merusak hubungan kita, Dara." Reno masih teringat dengan kekesalannya kemarin."Ren, kamu jangan kayak gini." tampak raut khawatir di wajah Dara. Ia takut mungkin saja Ardi tiba tiba kembali atau bisa saja orang lain melihat nya sedang bersama orang lain di rumah suami nya sendiri. Ia tidak ingin kedua nya bertemu kembali. "Nggak, Dara. Biarkan aku bertemu dengan mu seperti ini. Aku melakukan hal ini, karna aku ingin juga mengerti dengan keponakan mu." ucap Reno. "Aku tahu, tapi kamu pergi ya." pinta Dara. "Nggak. Kenapa aku harus melakukannya. Biarkan saja dia melihat. Kenapa kamu membuatku merasa bahwa aku harus bersembunyi?""Maksudku bukan itu Reno."Reno tidak mengindahkan perkataan Dara d
"Sial." umpat Reno. Dara memperhatikan Reno yang menatap tajam pada Ardi. Tampak juga otot otot rahangnya menegang, "Hei. Apa anda tidak sadar, andalah yang merebut Dara dari saya. Seharusnya anda malu." hardik nya. "Bagaimanapun awalnya, nyatanya dia adalah istri saya. Apakah saya perlu membuat pengumuman di sini." sahut Ardi berusaha santai.Dara menatap wajah Ardi, "Kak."Emosi Reno perlahan memuncak. Ia mengepalkan tangannya dan mengangkat nya. Ia ingin segera memukul wajah Ardi. Melampiaskan kekesalan dan kemarahannya pada pria yang telah merebut wanita nya ini. Sudah lama ia menahan. Rasanya ia ingin menghancurkan nya sekarang."Reno jangan!""Saya sedang mengendong bayi. Disini banyak orang, anda hanya akan mempermalukan diri anda sendiri jika mencoba memukul ku. Jika anda ingin melampiaskan kekesalan anda. Silakan hubungi saya. Saya akan meladeni anda dengan baik." Ardi bersuara lagi.Terlihat Reno memperhatikan sekitar. tampak beberapa orang menyadari situasi mereka. Ia tida
Ardi langsung berjalan menuju kamar. Ia meletakan tas kerjanya serta menarik dasi kasar hingga terlepas dari kerah kemeja nya. Entahlah rasanya ia ingin marah menyaksikan istrinya sendiri sedang dikunjungi oleh kekasih nya di rumah nya sendiri dan bahkan di cium. Namun lagi lagi Ardi hanya bisa menahan nya.Setelah selesai membersihkan diri, Ardi ke arah dapur untuk mengambil air minum. Ia menemukan Nadira tertidur di ranjang dorong nya dan Dara sedang memasukan pakaian kotor ke dalam mesin. "Kak..." sapa Dara, namun tidak di gubris oleh Ardi. Pria itu hanya berlalu saja lalu membuka kulkas untuk mengambil air minum. Ardi kemudian meninggalkan dapur begitu saja, sehingga tingkahnya itu memantik tanda tanya di benak Dara.Kak Ardi terus menghindar bahkan tidak menggubris saat ku sapa. Batin Dara.Dara melanjutkan kembali aktifitasnya, walaupun dirinya juga tidak nyaman dengan situasi ini. Ia tidak bisa apa apa. Meskipun sebelumnya memang kaku, entah mengapa sekarang setelah pulang k