Share

2 Gugup Saat di Dekatnya

Pluk! 

"Lauren?"

Merasakan tepukan di tangannya yang berada di atas meja, membuat lamunan Lauren terhenti. Ia berdehem pelan berusaha menghilangkan rasa gugup, lalu memfokuskan pandangan lagi pada mertuanya. "A-aku gak papa kok Mah," jawabnya sambil berusaha tersenyum. 

Alisya pun membalas senyumannya manis. "Kalau memang Mathhew belum ngabarin kamu, nanti selesai sarapan telepon saja dia. Dasar dia itu, masa saja sama istri gak minta izin dulu mau pergi keluar kota. Nanti Mama tegur deh," kata nya yang terlihat sangat membela menantu nya. Alisya memang sangat menyayangi Lauren. 

Lauren hanya berdehem pelan lalu melanjutkan kembali sarapannya walau terlihat tidak bernafsu. Kepalanya terus menunduk, berusaha menghindari kontak mata dengan Matthias. Entah kenapa Ia gugup sekali, padahal biasanya tidak pernah seperti ini. Semua gara-gara prasangka buruknya. 

Merasakan tenggorokannya kering, Lauren membawa segelas susu di depan lalu meminum nya perlahan. Tetapi mata nya ini malah dengan lancang kembali melirik Matthias, dan sialnya Ia ketahuan membuatnya pun tersedak terbatuk-batuk sampai susu nya sedikit muncrat. 

"Ya ampun Lauren, pelan-pelan minum nya sayang, sampai kesedak begitu," pekik Alisya ikut panik dan memberikan beberapa lembar tisu pada menantu nya. 

Lauren pun menyimpan segelas susu itu dan mengambil alih tisu di tangan mertuanya sambil berterima kasih. Ia mengusap dagu dan bibir nya yang belepotan dengan tisu, untungnya hanya sedikit mengotori bagian atas dress nya. Sambil membersihkan bagian atas dada nya, Lauren terus menggerutu mengutuk kebodohan dirinya sendiri. 

Kalau bersikap seperti ini terus, bukankah Matthias akan tahu jika Lauren sedang gugup? Menyebalkan memang. 

Merasa lengket karena noda susu di sekitar leher dan dada atas nya, Lauren pun memutuskan beranjak untuk membersihkan nya di kamar mandi yang tidak terlalu jauh dari ruang makan. Alisya hanya tersenyum membiarkan, lalu kembali melanjutkan makan. 

"Ahh sial, kenapa aku gugup banget ya kalau lihat Kak Matthias? Enggak mungkin, masa saja dia yang tadi malam datang ke kamar dan.. " Lauren tidak melanjutkan perkataan nya karena merasa malu sendiri, berubah menjadi ringisan pelan. 

Tangannya lalu bertumpu di wastafel, seraya Ia menatap wajahnya di depan cermin. Bukan sedang mengagumi wajahnya yang cantik, melainkan memperhatikan sekitar leher nya yang bersih tanpa noda dan mulus. Bukankah biasanya melakukan hubungan seks selalu ada adegan meninggalkan bekas di tubuh? Alias kiss mark. 

Tetapi setelah Lauren perhatikan lagi, tidak ada satu pun kiss mark di tubuh nya. Kepalanya terasa pusing memikirkan apakah kejadian tadi malam itu nyata atau hanya mimpi nya saja. Hembusan nafas kasar keluar lewat celah bibir Lauren, tidak mau terlalu memikirkan, Ia pun keluar dari kamar mandi itu. 

Namun betapa terkejut nya Lauren karena di depan pintu ada Matthias. Hampir saja mereka bertabrakan. "Astaga, Kak Matthias. Ke-kenapa di sini? Ada apa?" tanyanya gagap tanda sedang gugup. Lauren tanpa sadar meremas pegangan pintu yang masih setengah terbuka. 

"Gak apa-apa, cuman mau ke kamar mandi. Kamu sudah selesai belum?" Matthias malah bertanya balik, jika di perhatikan mata nya terlihat memperhatikan bagian atas dada Ipar nya yang terbuka dan sedikit basah karena air, membuatnya menelan ludah kasar. 

"Oh su-sudah kok, maaf kalau agak lama," jawab Lauren sambil tersenyum kikuk. Bukannya menyingkir, Lauren malah masih terdiam mematung di ambang pintu. Sekarang Lauren terlihat bodoh, percayalah semua terjadi karena rasa gugup nya. 

Matthias terlihat dua langkah mendekat, membuat Lauren harus menahan nafas karena kali ini posisi berdiri mereka sangat dekat. Bahkan hidung Lauren bisa mencium wangi parfume khas Kakak Ipar nya itu yang sangat maskulin. Entah kenapa, wangi ini terasa tidak asing, seperti sudah Lauren cium cukup lama. 

"Kakak mau apa?" Pertanyaan konyol itu meluncur begitu saja dari bibir Lauren karena Matthias terus menatap nya dalam dari posisi sedekat ini. 

Tidak tahukah pria itu jika sekarang Lauren sangat gugup? Tangannya bahkan sudah berkeringat dingin. 

Matthias pun kembali membuka suara, namun kali ini suaranya terdengar agak serak. "Bagaimana saya bisa masuk kalau kamu halangin jalannya?"

Menyadari itu membuat Lauren melotot dan segera keluar dari kamar mandi. Tingkahnya itu terlihat  menggemaskan di mata Matthias, walau begitu pria itu dengan sekuat tenaga berusaha menahan senyumannya dan tetap menunjukkan ekspresi datar. Sebelum menutup pintu, Matthias dan Lauren sempat bertatapan lagi, sorot mata mereka terlihat mengandung banyak arti. 

"Sayang, kamu lagi ngapain di sana?"

Suara menggema yang sangat familiar itu, membuat Lauren menolehkan kepala ke belakang untuk melihat. Senyuman lebar langsung terukir di bibir nya melihat kepulangan suaminya, dengan berlari riang Ia pun mendekat dan langsung berhambur memeluk tubuh tegap itu. "Akhirnya kamu pulang juga, aku kangen banget. Dasar jahat kenapa gak ngabarin sih kalau mau pergi keluar kota?!"

Matthew terdengar terkekeh kecil, Ia pun mengusap punggung ringkih itu berusaha menenangkan. "Maaf sayang, aku gak ngabarin kamu dari telepon, tapi aku sudah minta ke Kak Matthias untuk ngasih tahu kamu kok. Apa dia gak sampain ke kamu?"

Dengan pelan Lauren pun menggeleng karena memang Ia tidak diberi tahu Matthias soal hal ini. Malahan Ia tahu dari Mama mertuanya tadi, ya memang yang memberi tahu pertama adalah Matthias, namun tetap saja Kakak Ipar nya itu salah karena tidak memberitahu dirinya langsung padahal sudah diberi amanat oleh suaminya. 

Bibir nya yang sempat tertekuk ke bawah karena ngambek berubah menjadi senyuman cerah melihat Matthew menunjukkan buket bunga mawar yang ternyata dari tadi disembunyikan di belakang punggung nya. Lauren pun langsung menerimanya dan menghirup wangi bunga itu dengan rakus. 

"Pas di perjalanan pulang tiba-tiba aku kepikiran untuk beliin kamu bunga, ternyata feeling aku benar. Jangan ngambek lagi ya, aku benar-benar minta maaf gak ngabarin kamu langsung, nanti gak akan begini lagi, aku janji," kata Matthew seraya mengusap puncak kepalanya. "Sekarang aku mau minta hadiah nya dong."

Perhatian Lauren dari bunga teralih, tertuju pada Matthew dengan pandangan bingung. Belum sempat membuka suara untuk bertanya, bibir nya sudah dibungkam oleh ciuman dari Matthew. Sepertinya hadiah yang dimaksud adalah ciuman, dan dengan senang hati Lauren menerima bahkan memeluk leher Matthew dengan sebelah tangannya yang tidak memegang buket bunga. 

"Emmh!" Lauren sedikit mendesah saat merasakan bokong nya di remas oleh tangan nakal Matthew, dan pria itu belum mau menghentikan ciumannya yang semakin dalam. 

Ceklek! 

Mendengar suara kamar mandi terbuka, barulah ciuman mereka terhenti dan langsung berdiri kikuk sambil berusaha mengatur nafas yang memburu. Lauren memilih menundukkan pandangan sambil mengusap sekitar bibir nya yang basah karena ciuman tadi. 

"Hai Kak tumben belum ke kantor, aku kira tadi siapa yang keluar hehe," sapa Matthew sambil mengusap tengkuk nya tanda sedang gugup, tapi Kakak nya itu hanya berdehem pelan dan memilih melenggang pergi membuat Matthew bingung karena tidak biasanya di cuekin. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status