Share

14 Ancaman

Setelah membuang pecahan gelas, Andrew menyelesaikan apa yang sudah dimulai oleh Alluna.

Dia melanjutkan masakan yang belum selesai dengan cara dan kahliannya.

Nampak beberapa kali Andrew menghela nafas panjang ketika menoleh ke samping dan menyadari bahwa Alluna berada di sana sedang memperhatikan dirinya.

Sikap Alluna sempat membuat Andrew salah tingkah dan merona, namun dia mampu mengendalikannya dengan baik.

Masakan telah selesai, Andrew menyajikannya hanya di satu piring untuk Alluna.

"Makanlah" Andrew meletakkan piring yang sudah dipenuhi makanan di atas meja.

"Wuaaah... kau bisa memasak? Hebat sekali" Alluna meraih garpu dan mulai mengacak acak makanannya.

Ekspresi dan tingkahnya membuat Andrew senang karena ini pertama kali baginya dia memasak untuk orang lain.

Andrew berjalan ke sisi lain dan mengambil minuman, kemudian menegugnya perlahan.

"Aku sempat belajar memasak di luar negeri... tidak terlalu begitu menguasai tekhnik memasak. Tapi aku cukup pintar untuk membuat masakan sederhana" ucapnya merendah untuk terlihat hebat di mata Alluna.

"Sederhana?? wooh... ini sangat istimewa menurutku, baiklah kita akan mencobanya" Alluna mulai mencicipi masakan Andrew, ketika sesuap berhasil masuk ke dalam mulut, lidahnya benar-benar dimanjakan dengan cita rasa yang sangat lezat seperti membuat hatinya berbunga bunga.

"Oooh, ini... ini sangat lezat. Bagaimana ini... aku tidak tega memakannya lagi."

"Apa apaan kau ini! ekspresimu berlebihan!" Andrew tersanjung merona dan berusaha menahan senyumnya.

Dia mengambil gelas dan menyiapkan air untuk Alluna kemudian melangkah mendekati meja.

"Habiskan makananmu, aku akan bersiap siap setelah ini kita akan pergi ke rumah sakit menjenguk Ibumu dan pergi ke tempat pelatihan" Andrew berucap sembari meletakkan gelas di atas meja.

"Tunggu, kau harus mencoba masakanmu" Alluna beranjak dari kursi dan menghadang Andrew.

Laki laki itu terkejut tubuhnya langsung terpaku ketika dengan tiba tiba Alluna berdiri tepat di depan matanya sangat dekat seperti tak ada batas dengan tangan yang terangkat ke atas, memegang garpu yang sudah terdapat makanan di sana.

"Apa ini?" Andrew kebingungan.

"Aaaa.. buka mulutmu, kau harus makan juga! Ayo, aaa" Alluna membuka mulutnya memberi contoh kepada Andrew layaknya orang tua yang ingin menyuapi seorang anak kecil.

Andrew benar-benar dibuat menurut, tanpa perlawanan dia membuka mulutnya dan Alluna pun langsung menyuapinya.

"Hmm... lezat, kan?" Alluna tersenyum lebar dengan mata berbinar, Andrew yang masih terpaku tak begitu menikmati masakannya sendiri dia justru fokus dengan wajah Alluna yang terlihat sumringah hanya karena masakannya.

"gadis ini... terlalu mudah untuk membuatnya senang!" Bisiknya dalam hati.

Tersadar bahwa Alluna baru saja menyuapinya Andrew pun berdehem mentralkan perasaannya.

Ghm!!

"E, aku akan mengganti pakaianku dulu!" Ucap Andrew mengalihkan suasana.

"Eh, kau tidak ingin makan lagi? Aku akan menyuapimu" Alluna tengah siap dengan garpunya.

"Tidak! Kau saja yang habiskan, setelah ini kau harus ke tempat pelatihan."

Sesaat Alluna terpaku diam mendengar Andrew menyebut tempat pelatihan, dia teringat kejadian saat pelatih laki-laki itu mengajarinya berdansa.

Melihat perubahan ekspresi wajah Alluna, Andrew pun menatapnya lekat.

"Ada apa denganmu? kau baik baik saja?"

"Eh?? tidak apa apa... aku hanya memikirkan Ibuku" Alluna sebenarnya merasa resah, namun dia yakin bahwa hari ini akan baik-baik saja.

"Baiklah, kalau begitu aku akan ke kamar... kau habiskan makananmu" Andrew melangkah menuju pintu, dia sempat terlihat berhenti di sana menatap Alluna dari kejauhan sejenak, setelah itu kembali melangkah menuju ke kamarnya.

Alluna meletakkan garpunya kembali ke piring, terdiam sejenak kemudian memejamkan mata menghela nafas panjang.

                             ****************

Andrew mengantar Alluna terlebih dulu ke rumah sakit untuk menjenguk Ibunya.

Laki-laki itu nampak berdiri bersandar di mobil menunggu Alluna keluar, beberapa kali dia melihat ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya untuk memastikan berapa lama Alluna di dalam sana.

Tak lama kemudian pandangannya teralihkan ke Alluna yang melangkah keluar dari pintu, Andrew langsung bergerak membuka pintu mobil dan mempersilakan Alluna masuk ke dalam.

"Perhatikan kepalamu" ucapnya sembari melindungi kepala Alluna dengan tangannya.

"Mm, terimakasih" hal yang sangat sepele namun Alluna benar benar dibuat nyaman dan seperti sangat terlindungi saat berada di dekat Andrew.

Andrew mengemudikan mobilnya menuju ke tempat pelatihan, nampak sesekali dia melirik ke arah Alluna yang terus diam tak berucap sepatah katapun.

Itu bukan hal aneh namun Andrew terus bertanya tanya dalam hati, penasaran.

"Mm, bagaimana keadaan Ibumu?" ucapnya memecah keheningan yang menghiasi kabin mobil.

"Dia baik, hanya saja belum sadar... Dokter bilang masih ada waktu beberapa jam lagi untuk menunggunya siuman."

"Ooh, baguslah"

Alluna menoleh kemudian menatap laki-laki itu dari samping.

"Andrew??"

"Ya, kenapa?"

"Terimakasih? kau sudah mau membantu Ibuku."

Andrew hanya tersenyum dengan pandangan lurus kedepan menatap ke jalan.

"Kau tidak perlu berterimakasih, itu bagian dari kesepakatan kita dan sudah seharusnya aku melakukan apa yang menjadi kewajiban serta tanggung jawabku"

"Ya, benar... semua yang kau katakan itu benar" Alluna tertunduk, sedikit merasa aneh saat mendengar ucapan Andrew seperti ada rasa kecewa namun Alluna mencoba untuk menyadari semuanya bahwa memang apa yang Andrew lakukan itu semua karena kesepakatan mereka.

Walapun sebenarnya Alluna sempat berharap lebih, tapi kemudian dia tak ingin ambil pusing dengan semuanya.

Tiba akhirnya mereka di tempat latihan di mana Alluna semalam berada di sana dengan seorang pelatih laki laki yang menemaninya.

"Kita sudah sampai, tunggu di sini aku akan membukakan pintunya" Andrew melangkah turun terlebih dulu dan berjalan ke sisi lain membuka pintu mobil untuk Alluna.

Perempuan itu hanya diam, raut wajahnya terlihat sangat murung bahkan ekspresinyaya berubah muram.

"Ayo" Andrew tengah mengulurkan tangannya, namun senyum yang sempat menghiasi bibir Andrew menghilang perlahan saat melihat Alluna hanya diam tertunduk.

"Alluna??" Andrew berusaha memanggilnya karena Alluna masih diam melamun.

Andrew sempat berfikir kalau ada sesuatu yang Alluna sembunyikan darinya namun dia tak bisa memastikan itu karena Alluna tak menceritakan apapun padanya.

"Alluna??" Suaranya semakin meninggi.

Perempuan itu terkejut dan langsung menoleh.

"Ha?? oh maaf... aku sedang memikirkan sesuatu."

"Kau terlalu banyak berfikir dari semalam, apa kau lapar lagi?" ucap Andrew berusaha menggodanya untuk membuatnya tersenyum dan hal itu berhasil.

"Kau sudah membuat perutku kenyang pagi ini, aku tidak akan kelaparan setidaknya sampai nanti siang" Alluna tersenyum kemudian.

"Ayo, Nona Elisa sudah menunggumu di dalam. Dia yang akan menjadi pelatihmu hari ini. Jadi kau tenang saja" ucapnya seolah tersirat tentang sesuatu, sepertinya Andrew juga paham kalau Alluna tak nyaman dengan pelatih laki-laki itu.

Alluna sempat terdiam ragu namun akhirnya dia meraih tangan Andrew dan melangkah keluar dari mobil.

"Mmm, iya"

                                 ****************

Andrew melangkah dengan pasti masuk ke dalam ruangan, berbeda dengan Alluna yang terlihat semakin ragu dan seperti tak nyaman membuat Andrew bertanya tanya dan terkadang melirik ke arahnya untuk memastikan.

Andrew ingin berucap namun Elisa terlebih dulu menyapanya.

"Tuan Andrew??" sapa Elisa setelah melihat Andrew baru saja datang.

"Nona Elisa?" Andrew membalas uluran tangannya.

Elisa mengalihkan pandangan ke arah Alluna yang terlihat sedang membuang pandangan ke sekitar seperti sedang mencari sesuatu.

"Nona??" sapa Elisa, namun Alluna tak menyadarinya.

"Alluna?" panggil Andrew sembari meraih pipinya, mencoba menyadarkan Alluna untuk membalas sapaan Elisa.

"Mmm, oh maaf... aku Alluna" ucapnya membalas salam dari Elisa.

"Iya, Saya sudah mendengar tentang Anda dari Tuan Andrew, bisakah Anda ikut dengan Saya sebentar?" Ajaknya dengan sangat sopan.

Alluna menoleh ke arah Andrew dan setelah laki-laki itu menganggukkan kepalanya seperti memberi izin, Alluna pun mengikuti langkah Elisa.

Andrew duduk di sofa dengan meja di sampingnya mengeluarkan sebuah korek miliknya dan bermaksud untuk merokok namun ketika melihat ac melekat pada salah satu dinding tembok ruangan itu, dia pun mengurungkan niatnya.

"Tuan Andrew, Saya dan Nona Alluna akan segera memulai sesi latihannya."

"Ok" Andrew beranjak berdiri dari sofa.

"Aku masih banyak pekerjaan, bisakah kau menghubungiku nanti ketika sudah selesai latihannya?"

"Dengan senang hati, Tuan" Elisa menundukkan kepala memberi hormat.

Andrew mengalihkan pandangannya ke Alluna yang berdiri di dalam sana kemudian dia menghampirinya sebelum pergi.

"Aku akan menyelesaikan pekerjaanku terlebih dulu, nanti setelah selesai aku akan menjemputmu."

"Apa" Alluna terkejut mendengarnya.

"Tapi."

"Kau tenang saja, di sini ramai dan banyak orang... Nona Elisa pasti akan membantumu" Andrew meraih ujung kepala Alluna dan mengusapnya lembut, sepertinya hal itu menjadi sebuah kebiasana baginya yang akan selalu dia lakukan kepada Alluna.

"Mmm, baiklah" Alluna merasa berat hati ketika mengetahui Andrew akan pergi tanpa menunggu dirinya latihan hari itu.

"Kalau begitu, aku pergi... nanti aku akan menjemputmu."

"Em" Alluna mangangguk.

Andrew melangkah menuju ke pintu di mana Elisa berada di sana.

"Jaga dia baik baik!" Perintahnya kepada Elisa.

Pemilik tempat pelatihan itu sempat melihat kilatan mengerikan di matanya saat Andrew memberinya perintah.

"E.i.iya Tuan Andrew Anda tenang saja, saya pastikan Nona Alluna akan baik baik saja di sini" ucapnya terbata, dengan sedikit tatapan tajam, Andrew mampu membuat Elisa tertekan.

Andrew melangkah keluar dari tempat itu dan segera masuk ke mobil karena perusahaan sedang membutuhkannya di mana rapat akan segera di mulai.

                            ****************

Alunan musik klasik menggema di setiap sudut ruangan, memberikan kesan yang sangat kental dan tenang di ruangan itu.

Elisa tampak melangkah mendekati Alluna, perempuan itu berjalan dengan sangat elegan layaknya seorang bangsawan membuat Alluna takjub saat memandangnya.

Melihat caranya berjalan saja, itu sudah seperti menandakan bahwa dia dari kalangan kelas atas.

"Apakah aku bisa seperti dia saat di pesta nanti?" Gumam Alluna dalam hati.

"Nona Alluna kita akan mulai sesi pertama, apa ada yang ingin Nona katakan sebelum kita memulainya?" senyum anggun dan menawan itu bahkan mampu menghipnotis Alluna.

"S.sebentar, mmm... bisakah aku memakai toilet sebelum kita mulai latihan?" Ucapnya gugub.

"Tentu saja, silakan... Anda bisa memakai toilet khusus yang berada di balik pintu itu" Elisa menggerakkan tangannya menunjuk ke arah di mana toilet itu berada.

"Ketika Anda berada di toilet perkenankan Saya menyiapkan musik yang lebih indah untuk kita berlatih dansa."

"Mm, silakan" Alluna kemudian melangkah menuju ke pintu yang menghubungkan dirinya dengan toilet khusus.

                               ****************

Terlihat seorang memakai sepasang sepatu pantofel berwarna hitam dengan celana senada melangkah dari balik tembok menuju ke pintu di mana Alluna masuk.

Laki-laki itu melangkah membuka pintu toilet kemudian menutup dan menguncinya dari dalam.

Alluna yang sedang mencuci tangan di wastafel tak menyadari seorang laki-laki tengah masuk ke dalam sana.

Setelah selesai mencuci tangan dia mengangkat wajahnya dan betapa terkejutnya dia saat melihat bayangan pelatih laki-laki itu berada di belakangnya.

"Kau?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status