Share

Chapter 7

Author: Asayake
last update Last Updated: 2025-08-30 12:33:23

“Tuan Sanders baru menyelesaikan pendidikan di Gordon University, sekarang dia menjadi seorang produser musik untuk beberapa agensi. Tuan Sanders sering pulang lewat tengah malam, saat mendengar klakson di depan gerbang, kau harus cepat-cepat bangun dan membukanya agar tidak terkena damprat. Tuan Sanders punya tempramennya yang sedikit buruk. Saat beres-beres rumah, jangan sembarangan masuk ke ruangan musiknya, dia sangat sensitif jika barang pribadinya disentuh orang asing, bahkan kertas sobek sekalipun.”

Isela mengangguk dengan serius. “Bagaimana dengan tuan Riven dan nona Avery?”

“Tuan Riven satu angkatan denganmu dan sedang menempuh gelar diploma, dia seorang penari es skating professional. Diantara semua orang, tuan Rivenlah yang paling santai dan rendah hati.”

Isela tersenyum menyembunyikan sepercik kebahagiaan baru yang tumbuh begitu mendengar, jika ternyata Riven menyukai es skating seperti dirinya.

“Sementar nona Avery, dia mulai berlatih acting untuk mengikuti jejak karier nyonya Dahlia. Kau harus tahu Isela, nona Avery adalah permata di rumah ini, semua orang sangat menyayanginya. Sebagai seorang pelayan, kau jangan pernah membantah ucapan nona Avery, turuti saja semua permintaannya dengan begitu semua urusan agar segera selesai,” nasihat Regina memberitahukan poin-poin penting yang harus Isela tahu agar dia tidak terkejut saat berhadapan langsung dengan majikan yang nanti akan dia layani.

“Saya mengerti Regina.”

“Apa ini pekerjaan pertamamu?”

“Saya pernah bekerja paruh waktu di kebun kol disetiap musim panen.”

“Tantangan bekerja di rumah dan tempat biasa itu berbeda. Aku tidak bermaksud menakut-nakutimu, namun aku ingin kau tahu, menjadi seorang pelayan mengharuskanmu peka pada sifat masing-masing orang yang ada di dalam rumah. Selain harus bersabar, hatimu juga harus lebih kuat, abaikan setiap perkataan buruk yang akan mengganggu dan mempengaruhi mentalmu.”

Isela mengangguk patuh, berada di lingkungan yang beracun sudah biasa baginya, hinaan dan cacian tidak akan bisa membuat Isela menangis.

Justru, tantangan terbesarnya kali ini adalah melayani keluarga ayah kandungnya sendiri, berlindung dibawah atap rumahnya menjadi pelayan sambil menyaksikan kebahagiaan mereka.

“Isela, nyonya Dahlia menunggumu di belakang. Jangan membuatnya menanti lama,” ucap Lilith memberitahu.

Isela segera beranjak meninggalkan dapur dan pergi ke taman belakang untuk menemui Dahlia.

Dibawah lampu-lampu taman yang menyinari kegelapan malam, mata Isela menyipit memfokuskan pandagan matanya yang tidak menggunakan kacamata.

Semakin dekat langkah Isela, samar-samar dia melihat keberadaan Dahlia yang tengah duduk sendirian, sibuk membaca sebuah naskah film yang tengah digarapnya.

Langkah Isela memelan, ragu dan gugup membuatnya tidak memiliki keberanian untuk bersuara.

Menyadari kedatangan Isela, Dahlia menutup naskah yang tengah dibacanya. “Duduklah.”

Dengan patuh Isela akhirnya duduk dihadapan Dahlia.

Dahlia melipat tangannya didada. Di bawah lampu kekuningan yang menerangi mereka berdua, wanita itu meneliti penampilan Isela dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Dimata Dahlia, Isela terlihat seperti gelandangan.

Sesaat Dahlia melihat kepenjuru arah untuk memastikan tidak ada siapapun yang dapat mendengar. “Apa ibumu telah berkata sesuatu selama perjalanan kesini?”

Jemari Isela bertautan dipangkuan. “Apa Anda juga sudah tahu siapa saya?” Isela balik bertanya.

Tubuh Dahlia menegak, sorot matanya berubah tajam karena keberanian Isela balas bertanya. “Apa yang sudah ibumu katakan?”

Isela menarik napasnya dalam-dalam, dengan menahan malu dia berkata, “Ibu bilang, saya akan akan tinggal bersama ayah dan melanjutkan sekolah di ibukota.”

Dahlia membuang muka, memandangi rumah mewahnya yang kini berada dalam kedamaian. “Grayson memang ayah kandungmu.”

Bibir Isela terkatup rapat, dipenuhi oleh kelegaan dan sakit yang datang secara bersamaan mendengar pengakuan Dahlia, isteri sah Grayson yang secara tegas mengakui statusnya sebagai anak Grayson.

Beberapa kali Isela mengatur napasnya untuk mengumpulkan keberanian bertanya, “Apakah ayah saya tahu, bahwa dia memiliki anak dari wanita lain selain Anda?”

“Grayson tahu kau ada didunia ini. Namun patutnya kau tahu juga, jika Grayson tidak pernah mencarimu sejak kau dilahirkan, itu artinya dia tidak peduli dengan hidup dan matimu.”

Hati Isela tertohok begitu sakit mendengar jawaban Dahlia.

Benar kata Dahlia, jika Grayson mengetahui keberadaannya namun tidak pernah sekalipun mencarinya, itu artinya Isela memang tidak diinginkan dan terbuang bukan?

Samar Dahlia tersenyum, memandangi kerapuhan Isela karena menelan lebih banyak kekecewaan dari berbagai kenyataan yang tidak dia duga.

“Aku mengizinkanmu tinggal disini bukan untuk memberitahu Grayson bahwa kau putrinya. Aku hanya kasihan pada ibumu yang memohon-mohon sambil menangis. Aku akan menyekolahkanmu disekolah terbaik agar masa depanmu cerah. Tapi jangan mengharapkan apapun lebih dari itu. Selama kau tinggal di rumah ini, kau harus menjadi pelayan yang professional dan selesaikan sekolahmu secepatnya, lalu pergi baik-baik seperti para pekerja biasanya.”

Seakan tidak puas dengan peringatan yang dilayangkan, Dahlia kembali bicara, “Lihatlah Gyason, aku dan dia telah menikah selama 30 tahun lamanya. Grayson memiliki keluarga yang sempurna dan kami hidup bahagia. Apa kau tega, setelah puluhan tahun dia hidup bahagia, kau merusak kebahagiaan kami?”

“Andaipun kau nekat memberitahu siapa dirimu, aku orang pertama yang akan menolakmu, begitupun dengan anak-anakku, dan apa kau yakin Grayson bisa menerima seorang anak diluar nikah dalam kondisi cacat? Kau hanya akan mempermalukan dirimu sendiri dan menjadi sasaran kebencian. Kau akan diusir dan kami tidak peduli kau akan pergi kemana.”

Isela bernapas tersengal memandangi jarinya yang gemetar hebat. Sekuat tenaga Isela menekan hatinya untuk tahu diri dan tidak serakah.

Dahlia tidak jahat, dia hanya berbicara kebenaran sebagai seorang isteri sah sekaligus ibu dari ketiga anaknya. Dahlia menekan Isela demi menjaga rumah tangganya agar tidak hancur.

“Saya mengerti, Nyonya,” bisik Isela nyaris tidak terdengar.

“Kau boleh pergi.”

“Terima kasih, Nyonya,” ucap Isela sebelum beranjak pergi meninggalkan tempat itu dengan sisa-sisa harga dirinya usai berhadapan seorang isteri sah yang bersedia memberikan kebajikan pada anak haram hasil perselingkuhan suaminya.

Apakah Isela bersyukur?

Tidak. Isela justru merasa malu dihadapan Dahlia.

Kebaikan hati Dahlia seperti sedang menguji dirinya, apakah Isela akan selalu sadar diri dan terus berdiri ditempat yang gelap menyaksikan keluarga ayahnya yang sempurna, atau menjadi serakah dengan menjadi noda yang merusak keluarga Grayson.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 87

    “Ada undangan untukmu.”Sebuah amplop berwarna hijau terbingkai simpul putih sudah berada di tangan. Dalam satu tarikan, simpul yang mengikat itu terlepas. Amplop itu terbuka, berisikan sebuah undangan agar Jach datang di pesta pernikahan Audrey dan Dante yang akan berlangsung dua hari lagi.Jach akan menghadirinya, jika bisa mungkin bersama Isela. Bukan untuk membuktikan bahwa hatinya telah berlabuh pada perempuan lain, melainkan sebagai bentuk penghormatan atas hubungan lamanya dengan Audrey yang kini telah berakhir dengan menemukan jalannya masing-masing.“Bungamu,” seorang wanita menyerahkan bucket bunga mawar merah yang telah dipesan.“Terima kasih.” Jach memutuskan pergi meninggalkan tempat itu dengan seikat bunga mawar ditangan.Hari ini, Jach memiliki janji bertemu dengan Isela.Michaelin telah mengantarkannya ke tempat yang sudah Jach perintahkan untuk sedikit memolesnya.Jach tahu, Isela tidak perlu berusaha untuk bisa terlihat cantik. Tapi pada kenyataannya, berlian sa

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 86

    Lembayung sore memancar di langit barat, cahayanya menembus kaca dan jendela, menyebar lembut ke seluruh ruangan.Isela menyisir rambutnya panjangnya, membiarkannya tergerai lurus menyapu punggung. Lalu dikenakannya sepasang sepatu cantik yang tersimpan di rak. Sore ini, Isela akan bertemu Jach untuk memenuhi janji yang sempat terucap semalam.Isela tidak ingin melewatkannya karena mungkin, ini pertemuan terakhir mereka jika minggu ini Isela menyelesaikan urusan sekolahnya.Uang cek yang telah Dahlia berikan telah berhasil Isela cairkan dan tersimpan di buku tabungan. Esok, setelah Isela memiliki handphone, dia akan mendaftarkan dirinya lagi sebagai pasien yang membunuhkan donor mata.Satu persatu masalah sedikit terselesaikan, hanya tinggal menunggu hati Catelyna luluh, lalu mereka bisa pergi untuk membuka lembaran baru karena ditempat ini tidak ada rumah yang bersedia menjadi tempat mereka pulang.Bagi Isela, kebahagiaan dan keselamatan Catelyna sama berharganya dengan mimpinya u

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 85

    “Aku berhenti disini.” “Kenapa berhenti disini?” tanya Berry ragu untuk menepikan mobilnya. “Aku mau main dulu Berry,” jawab Isela berdusta. Pada akhirnya Berry menepikan mobilnya dan menurunkan Isela ditengah hiruk pikuk ibukota. Dengan energy yang kembali terisi penuh setelah sepanjang perjalanan tidur, Isela tidak membuang waktunya untuk pergi ke dinas social tempat ibunya berada. Hari ini, Isela harus memastikan Catelyna dalam keadaan aman, setelahnya, Isela akan pergi ke bank memeriksa keaslian cek yang dberikan Dahlia. Meski terlihat tidak tahu malu, Isela akan tetap mencairkan uangnya dan memindahkannya ke dalam tabungan pribadi untuk mempermudah semua kepentingan biaya operasinya. Mencari donor mata tidaklah mudah, membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menanti. Namun dengan adanya uang, setidaknya Isela bisa pergi ke negara manapun yang memiliki donor untuknya. Dengan langkah sedikit terpincang-pincang itu Isela menelusuri bahu jalanan yang kini ramai. D

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 84

    Disaat semua orang berkumpul menunggu kabar Derec yang tengah ditangani. Isela memutuskan pergi dengan kondisi kaki yang telah terobati.Isela ingin kembali ke ibukota hari ini juga, perasaannya tidak tenang dan dilanda ketakutan.Saat dalam perjalanan ke rumah sakit, Dahlia yang ikut serta mendampingi, diam-diam berbisik padanya, menyampaikan sebuah ancaman menakutkan.“Kau sudah mendapatkan uang untuk biaya operasi matamu, sekarang pilihan ada di tanganganmu Isela. Jika kau mengaku sebagai anakku dan Grayson, kau tidak hanya akan menerima kebencianku seumur hidupmu, kau juga harus membayarannya dengan nyawa Catelyna yang saat ini ada di dinas social. Atau pilihan kedua, bungkam selamanya, lalu pergi keluar negeri tanpa menunjukan diri lagi, jalani hidup yang sesuai dengan kelasmu bersama Catelyna.”Uang sudah ada di tangan Isela, akselerasi sekolahnya telah diterima. Isela hanya perlu bertahan kurang dari satu minggu lagi untuk bisa angkat kaki dari kediaman Dahlia.Sesuai dengan ap

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 83

    “Ibu..”Dahlia terbelalak dengan wajah pucat pasinya, seluruh darah dinadinya membeku memenjarakan tubuhnya untuk berdiri terpaku menghadapi ketakutan yang begitu hebat sampai membuatnya lupa bagaimaca cara untuk bersuara.Ketegangan di ruangan itu meresap ke setiap inci udara, menjalar hingga ke kulit. Semua orang saling berpandangan, masing-masing membawa perasaan yang berbeda di dalam dada.Menyadari bahwa situasi buruk akan terjadi, Isela menghapus kasar air matanya dengan kasar, terburu-buru mengambil cek senilai $200.000 yang tergeletak di atas rerumputan dan segera memasukannya ke dalam saku.Derap langkah dan napas terengah tidak beraturan terdengar, Dahlia mundur selangkah, ia menggeleng dengan mata berkaca-kaca dicekik oleh ketakutan.“Ibu.. ibu katamu?” tanya Derec mendekat dengan langkah tertatih memegang erat tongkat, matanya gemetar hebat memandangi Isela dan Dahlia dengan tatapan tidak percaya setelah menyaksikan apa yang terjadi dengan mata kepalanya sendiri.Mendenga

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 82

    Riven menjinjing seember besar ikan yang telah didapatkanya dari memancing. Dilihatnya Isela tengah duduk sendiri di sebrang dapur dengan senyuman berseri terukir dibibirnya.Riven meninggalkan embernya dan menghampiri Isela. “Kau terlihat senang sekali,” celetuk Riven penasaran.Senyuman Isela kian lebar bersama suara tawa yang samar-samar. “Nyonya Marizawa memberikan aku sepatu es sakting,” ceritanya berantusias mengeluarkan kembali kotak sepatu dari dalam tasnya dan menunjukannya kepada Riven.Isela berceloteh tentang jantungnya yang berdebar kencang saat menerima hadiah dari Marizawa. Isela terlihat sangat bersemangat sekaligus malu-malu menceritakan ruangan Marizawa yang sebagiannya sudah pernah dia lihat di televisi.Alis Riven sedikit terangkat bersama senyuman. “Itu sepatu yang dirancang khusus dan memiliki nilai sejarahnya, kau tidak akan menemukannya di toko manapun.”“Kau tidak marah kan?” tanya Isela berhati-hati, Isela tidak mau hadiah yang diterimanya menimbulkan kecem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status