공유

Bab 5

작가: Riyana Iyung
last update 최신 업데이트: 2024-06-05 16:21:25

Manda berusaha menenangkan diri. Bagaimana pun, mereka sudah sejauh ini. Tidak mungkin mundur lagi. 

"Tante, maaf kalau saya lancang, saya mengerti kalau ini mungkin terasa sangat mendadak, tapi ...," ia mencoba menjelaskan, meskipun suaranya sedikit gemetar. "Kami benar-benar serius dengan hubungan ini. Jadi, kami pikir buat apa menunggu lebih lama." 

Adrian mengangguk setuju. "Manda benar Ma, aku tahu ini terlihat cepat, tapi aku sudah memikirkannya dengan baik. Dan Manda adalah orang yang tepat untukku."

Marisa masih memandang mereka dengan tatapan skeptis, tetapi perlahan seulas senyum terbit di bibirnya. 

"Adrian, kamu selalu punya caramu sendiri dalam membuat keputusan. Mama hanya ingin memastikan bahwa ini bukan keputusan yang terburu-buru, terutama karena kamu belum lama putus dari wanita itu."

Manda merasakan sedikit ketegangan dalam suasana. Sebutan "wanita itu" sudah ia dengar dua kali, membuatnya jadi tahu bahwa yang dibicarakan pastilah mantan kekasih Adrian. 

"Ma, aku sudah move on dari Lydia. Tolong jangan bawa-bawa dia lagi," kata Adrian dengan nada sedikit tegas, namun masih terkontrol.

Marisa menatap putranya, menghela napas, lalu mengalihkan perhatiannya kembali pada Manda. 

"Baiklah, Manda. Kalau begitu, aku ingin mengenalmu lebih dalam. Bagaimana kalau kita makan malam bersama? Aku ingin kita punya lebih banyak waktu untuk berbicara."

Manda menoleh pada Adrian, lelaki itu mengangguk kecil, kode bahwa ia setuju dengan ucapan mamanya. 

"Tentu saja, Tante. Saya dengan senang hati menerimanya." 

Marisa tersenyum tipis, sebelum berdiri. 

"Kalau begitu, tante akan ajak kamu untuk menyiapkan makan malam. Tante ingin kita makan di rumah saja, agar suasana keakraban dan kekeluargaan lebih terasa." 

Lagi, Amanda melirik ke arah Adrian, kali ini lelaki itu membalas dengan menaikkan kedua bahunya. Sepertinya ia sendiri bingung dengan apa yang sebaiknya dilakukan. 

"Manda? Kamu mau kan bantuin Tante di dapur?" 

Gadis itu tersadar, "Te-tentu saja, Tante." 

"Tunggu sebentar ya, saya mau ganti baju dulu." 

Amanda mengangguk patuh. 

Setelah kepergian Marisa, Manda menghela napas panjang dan melirik Adrian dengan pandangan penuh tanya. 

"Jadi, Mama kamu hobby masak? Kenapa tidak memberitahuku aku sejak awal?" 

Adrian hanya tersenyum tipis. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja. Kita tinggal menjalani semuanya seperti yang sudah kita rencanakan."

Manda menatap Adrian, masih dengan hati yang sedikit gamang. Bagaimanapun juga, ini baru permulaan, dan dia tahu masih banyak hal yang harus mereka hadapi di depan.

*

Semua hidangan telah tersaji rapi di meja makan. Amanda melirik pada Marisa, mencoba menangkap reaksi calon mertuanya. Dari senyuman kecil di bibir Marisa, Amanda bisa merasakan kepuasan wanita itu atas hasil masakannya.

"Saya ambilkan ya Tan," Manda menawarkan diri, dengan sedikit tegang. 

"Oh, tentu, Amanda," Marisa tersenyum lebar. "Ah, kamu tahu, jarang sekali ada yang melayani saya seperti ini." 

Manda tersenyum tipis, mengambil piring, dan mulai menyajikan beberapa potong ayam panggang ke piring Marisa, lalu menambahkan sayuran segar yang ia siapkan. Setelah selesai, Marisa menatap Adrian dengan mata berbinar.

"Amanda, sekalian ambilkan untuk Adrian ya," pinta Marisa tanpa ragu.

Manda tersentak sejenak, namun cepat-cepat mengendalikan dirinya. "Baik Tan," jawabnya lembut, meski hatinya agak gugup.

Adrian yang duduk di sebelahnya hanya menyeringai kecil, melihat bagaimana Manda melayani dirinya dengan gerakan sedikit canggung.

"Terima kasih," gumam Adrian pelan saat Manda menyerahkan piring berisi makanan di depannya. Ia menatap Manda dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah menikmati keakraban yang terbentuk di antara mereka.

Selesai menata piring, ketiganya mulai makan dalam hening yang nyaman, hingga akhirnya Marisa membuka percakapan.

"Jadi, kapan kalian berencana menikah?" tanya Marisa tiba-tiba, menatap Adrian sambil tersenyum penuh harap.

Adrian meletakkan garpunya, menatap Marisa dengan tatapan tenang. "Minggu depan, Ma,"  jawabnya santai.

Manda yang sedang meminum air hampir tersedak. 

"Mi-minggu depan?" ia bertanya, berusaha meredakan keterkejutannya.

Marisa tampak sama terkejutnya dengan calon menantunya itu. "Minggu depan? Adrian, bukankah itu terlalu cepat?" 

Adrian tertawa kecil, memandang Manda dengan senyum yang samar. "Ma, bukankah lebih seru kalau mama tahunya mendadak begini?" Adrian beralibi, agar tidak menimbulkan kecurigaan yang lebih dari ibunya. 

Marisa menggeleng pelan, meski wajahnya masih menyiratkan keterkejutan.

"Amanda, kamu sendiri sudah siap untuk menikah minggu depan?" 

Manda merasa semua mata tertuju padanya. Ia tersenyum tipis, sedikit bingung harus menjawab bagaimana.

"Ehm, saya … saya juga baru tahu soal ini, Tante. Tapi kalau Adrian sudah memutuskan, saya akan ikut saja apa maunya,” jawabnya dengan suara pelan.

Marisa mengangguk sambil tersenyum. "Baiklah. Mama harap kalian sudah benar-benar yakin. Terutama kamu, Adrian. Menikah itu bukan hanya tentang cinta, tapi juga tentang tanggung jawab. Kamu paham kan?" 

Adrian hanya mengangguk, merasa dirinya sedang diuji. Ia lantas meraih tangan Manda di bawah meja, memberinya sedikit dukungan. 

Tatapan pria itu seolah berkata, ‘Kita bisa melakukannya, Manda. Tenanglah.’

Gestur itu cukup mengejutkan. Manda bertanya-tanya apakah Adrian tulus atau hanya tengah melanjutkan sandiwara. 

Tapi kemudian Manda merasa bodoh sendiri. Tentu saja Adrian hanya bersandiwara. Apa yang bisa dia harapkan dari kebohongan yang tengah mereka lakukan ini? 

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 37

    Adrian hampir tersedak teh yang baru saja diminumnya setelah mendengar pertanyaan ibunya. Sementara itu, Manda membeku di tempat, sendoknya berhenti mengaduk sup."Ehm ... Ma, maksud Mama soal anak itu---" Adrian mencoba tertawa kecil untuk mengurangi kecanggungan, tetapi jelas suaranya terdengar gugup. Ia melirik kearah Manda. "Iya, Adrian. Bukankah itu hal yang wajar ditanyakan oleh seorang ibu? Kalian sudah menikah, dan Mama ingin segera punya cucu, jadi nggak salah kan mama bertanya tentang itu?" jawab Mama Marisa dengan nada penuh harap.Manda langsung menunduk, wajahnya memerah. Ia tidak tahu harus berkata apa.Adrian buru-buru menjawab, "Oh, ehm ... Sebenarnya, kami tidak menunda kehamilan Manda kok Ma. Hanya saja, ya ... menunggu sedikasihnya saja."Mama Marisa menatap Adrian dengan kening berkerut. "Sedikasihnya? Jadi kalian belum mencoba dengan serius?"Adrian tergagap, mencari cara untuk mengalihkan perhatian. Ia

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 36

    "Jadi, kamu mau ikut bosmu keluar kota?" tanya Pak Surya, dengan nada suaranya yang tegas."Iya, Pa. Ini untuk meeting penting, dan aku harus menemani Pak Adrian." jawab Manda dengan hati-hati.Pak Surya menggeleng. "Kamu perempuan, Manda. Nggak pantas ikut-ikut bos keluar kota, Apalagi kalau hanya berdua saja."Manda membuka mulut untuk menjawab, tetapi tak ada kata-kata yang keluar. Ia hampir menyerah ketika tiba-tiba Bu Herawati menyela."Pak, tunggu dulu. Jangan langsung menolak begitu," kata Bu Herawati sambil mendekati suaminya.Pak Surya menatap istrinya dengan bingung. "Kenapa? Menurutmu ini wajar?""Tentu saja, Pak. Ini kan sudah menjadi salah satu tugas sekertaris. Mendampingi bos meeting, bahkan kalau perlu ke luar kota. Lagipula, bos Manda itu baik sekali. Ingat nggak, waktu dia memperbolehkan Manda ambil cash bon untuk membayar hutang kita, oprasi papa. Untuk kita seharusnya kita mensupport Manda, pal

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 35

    Suasana dalam mobil terasa begitu sunyi. Hanya suara deru mesin dan roda yang bergesekan dengan jalan yang terdengar. Adrian duduk di balik kemudi, sesekali melirik ke arah Manda yang tetap memandang ke luar jendela dengan ekspresi dingin. Ia tahu, ia harus mengatakan sesuatu. Setelah mengumpulkan keberanian, Adrian akhirnya membuka mulut. "Manda, aku mau minta maaf." Tak ada reaksi dari Manda. Wanita itu tetap memandang ke luar jendela, seolah tak mendengar permintaan maaf Adrian. Adrian menghela napas. "Aku tahu aku salah. Aku nggak seharusnya mengucapkan nama itu saat kita sedang bersama, tapi .... " Adrian menjeda kalimatnya, Ia menoleh kearah wanita disampingnya. Manda masih bergeming, tangannya terlipat di atas pangkuan. Ia terlihat begitu tenang, tapi Adrian tahu, di balik ketenangan itu, ada perasaan yang terluka. "Manda ..." Adrian memanggilnya lagi, mencoba menarik perhatian. Kali ini, Manda menggerakkan bahunya sedikit, tapi pandangannya masih terpaku pada pe

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 34

    Adrian langsung menjawab tanpa ragu, "Tentu saja bisa, Bu. Saya tidak keberatan sama sekali."Manda yang sedang berdiri di sampingnya menatap Adrian dengan mata membola. "Apa?" bisiknya kaget, tapi Adrian pura-pura tak mendengar."Nah kan, bagus kalau begitu!" kata Bu Herawati dengan wajah cerah. "Ayo masuk, Pak Adrian. Saya sudah siapkan makanan di meja makan."Manda tak bisa berbuat apa-apa selain mengalah. Ia mendesah pelan sambil menunduk. Dalam hati, ia mengutuk Adrian yang membuatnya tak bisa membantah ibunya. Dengan setengah hati, ia mengikuti langkah ibunya dan Adrian ke dalam rumah.Di ruang makan yang sederhana namun rapi, Bu Herawati memperkenalkan Adrian kepada suaminya. "Pa, ini bosnya Manda, Pak Adrian. Dia baik sekali sampai mau jemput Manda ke kantor."Pak Surya yang sedang memegang koran langsung meletakkannya di meja dan berdiri untuk menjabat tangan Adrian. "Wah, bosnya Manda ya? Senang sekali bisa bertemu. Saya Surya, papa Manda."Adrian tersenyum sopan sambil m

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 33

    Adrian mengetuk pintu pelan, menunggu dengan sabar sambil merapikan kerah jasnya. Tak lama, pintu terbuka, memperlihatkan sosok Bu Herawati yang mengenakan daster bunga-bunga sederhana."Assalamu'alaikum," sapa Adrian dengan senyum sopan."Wa'alaikumsalam," jawab Bu Herawati, terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Oh, bapak ... bukannya bosnya Manda ya, yang malam itu juga datang kemari?"Adrian tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya, Bu. Saya Adrian. Kebetulan pagi ini saya datang untuk menjemput Manda. Apakah dia masih di rumah?""Oh, masih, Pak Adrian. Tunggu sebentar ya." Bu Herawati tersenyum lebar, merasa senang dengan kehadiran bos putrinya yang tampan itu. "Eh, tapi ... ada keperluan apa sampai menjemput ke rumah?" tanyanya ingin tahu. Adrian menjelaskan dengan tenang, "Ada sesuatu hal yang perlu saya bicarakan, sebelum meeting pagi ini, saya takut, waktunya tidak keburu, jadi saya pikir lebih baik kami ke ka

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 32

    "Aku ingin ... Aku ingin kamu," kata Adrian langsung, tanpa berputar-putar.Manda tercengang, wajahnya memerah seketika. "Apa? Apa maksudmu, Adrian?" tanyanya, suaranya bergetar."Aku tidak bisa memikirkan hal lain sejak tadi. Aku ingin kamu. Aku ingin menikmati tu buhmu, sekarang juga." pinta Adrian sedikit memdesah, nafasnya memburu, seiring dengan gairahnya yang sedang tinggi Manda terdiam, hatinya berdebar keras. Ia tidak tahu harus berkata apa, hanya menatap Adrian dengan mata yang membulat."Adrian, aku ..."Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Adrian sudah mendekat, mengecup bibirnya dengan lembut. Manda tidak sempat menolak atau memberi respons. Tubuhnya kaku sejenak, tetapi ia tidak mendorong Adrian untuk menjauh.Sentuhan itu terus berlangsung, Adrian manarik pinggang Manda, agar tubuh keduanya kian dekat. Dan Adrian tidak berhenti, Ia lantas membimbing tubuh istrinya perlahan ke arah ranjang. Denga

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status