Share

Bab 4

Penulis: Riyana Iyung
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-31 22:30:09

Adrian memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di halaman rumah keluarganya yang luas. Manda duduk di kursi penumpang, diam tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. 

Pandangannya terpaku pada rumah besar bergaya Eropa klasik yang berdiri megah di hadapannya. Pilar-pilar putih yang tinggi dan jendela-jendela besar dengan bingkai emas membuat rumah itu terlihat seperti istana dalam film-film. 

‘Ini rumah atau istana?’ puji Manda dalam hatinya, terkagum-kagum memandang rumah itu. 

Ya, di sinilah ia sekarang, di depan rumah orang tua Adrian. Mereka sudah melakukan tes kesuburan, dan setelah mendapatkan hasil yang diinginkan, Adrian langsung membawa Manda untuk bertemu dengan orang tuanya.

"Sayang?" Adrian memanggil, membuyarkan lamunan Manda. Suara bariton itu terdengar begitu lembut, membuatnya meremang.

Manda menoleh dengan cepat. "Sa-sayang?" sahutnya gugup, tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. 

"Jangan ge-er, saya hanya latihan supaya tidak canggung di depan mama saya," ujar Adrian ketus, kembali seperti pribadinya yang biasa. 

"O-oh, baik," kata Manda mengerti. Hampir saja jantungnya copot karena panggilan mesra yang sangat asing itu! 

"Kamu siap?" tanya Adrian, lagi-lagi membuat Manda terkejut dengan perubahannya. 

‘Dia bunglon atau apa? Cepat sekali berubahnya!’ gerutu Manda dalam hati.

"Ingat ya, kamu harus kalem, selalu senyum, dan bersikap sopan. Mamaku orang yang sangat memperhatikan tata krama. Kalau kamu bisa menaklukkannya, sisanya akan mudah. Paham?" 

Manda menelan ludah. "Iya, aku paham," katanya, meski dalam hati, rasa gugupnya semakin memuncak. Ia membayangkan ibu Adrian seperti karakter mertua jahat dalam sinetron, kaya raya, dingin, dan menilai segala sesuatu hanya dari status sosial. 

Bagaimana jika ia tidak menyukai Manda? Bagaimana jika .... Manda jadi sibuk sendiri dengan pikirannya memikirkan berbagai macam kemungkinan.

"Manda," suara Adrian sekali lagi mengagetkannya.

"Oh ... maaf," Manda tersadar. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. 

Mereka berdua lantas keluar dari mobil, dan Manda bisa merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Adrian menggandeng tangannya dengan lembut. Genggaman itu cukup erat untuk memberikan rasa nyaman, namun tetap mengejutkan Manda.

"Kita harus terlihat meyakinkan," bisik Adrian sambil berjalan di sampingnya. "Aku ingin ibu percaya bahwa kita benar-benar pasangan kekasih." 

Manda mengangguk patuh, meskipun hatinya masih dipenuhi kebingungan. Mereka baru saja mulai dekat, dan kini Adrian sudah membawanya ke situasi yang penuh tekanan ini. 

Tentu, Manda punya alasan yang kuat, yaitu utang besar yang harus dibayarnya, dan tawaran Adrian untuk menikahinya adalah satu-satunya jalan keluar yang ia miliki saat ini. Tapi tetap saja, perasaan canggung tak bisa dihindari.

Mereka memasuki rumah yang luas, dan Adrian membawanya menuju ruang keluarga. Setiap sudut rumah itu terasa mewah. Lukisan-lukisan besar menggantung di dinding, sementara lantai marmer mengilap di bawah kaki mereka. Manda menelan ludah, mencoba menjaga ekspresi wajahnya agar tetap tenang.

Di ujung ruangan—Marisa—ibu kandung Adrian, telah menunggu. Wanita itu duduk di sofa dengan anggun, mengenakan gaun elegan berwarna pastel yang mempertegas kesan kebangsawanan. Wajahnya tenang, namun sorot matanya tajam, memperhatikan setiap langkah mereka dengan seksama.

Adrian menggenggam tangan Manda lebih erat ketika mereka mendekati ibunya. 

"Hai, Ma." Adrian menyapa, lantas mencium pipi kanan dan kiri wanita paruh baya itu. 

"Mama sudah lama sekali tak bertemu denganmu, Adrian. Kamu jarang sekali pulang," ucap wanita itu dengan lembut. 

"Maaf, Ma, tapi aku benar-benar sedang sibuk sekarang ini." 

"Ya, ya, kamu selalu bilang begitu Adrian." Dari raut wajah Marisa terhambat kekecewaan yang mendalam. 

"Oh ya Ma, seperti yang aku bilang kemarin, aku datang ingin memperkenalkan mama dengan seorang gadis,” kata Adrian sambil menoleh dan tersenyum pada Manda. “Ini dia Ma, namanya Manda," ujarnya dengan nada ringan, seolah pertemuan ini bukan hal yang besar. "Kekasihku."

Manda tersenyum, meski senyum itu terasa kaku. "Selamat sore, Tante," sapanya dengan suara pelan namun sopan. Ia mengulurkan tangannya pada wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu. 

Marisa menatap Manda dari ujung kepala hingga kaki, sebelum akhirnya ia menyambut uluran tangan gadis itu, sambil tersenyum tipis. 

"Jadi ini pacar Adrian sekarang?" katanya dengan nada yang sulit ditebak, namun tetap terdengar ramah. 

“Iya, Ma," jawab Adrian sambil tersenyum, penuh percaya diri.

Manda merasa tubuhnya sedikit bergetar di bawah tatapan Marisa. Namun, ia berusaha keras untuk tetap tenang. 

"Senang bisa bertemu dengan Tante," ucapnya setelah itu. 

Marisa mengangguk. "Aku juga senang bisa bertemu denganmu, Manda. Tapi, terus terang, aku tidak menyangka dia akan membawa seseorang ke rumah ini dengan begitu tiba-tiba."

Adrian terkekeh, seolah tak terpengaruh oleh komentar ibunya. "Ya, mungkin ini sedikit mendadak, tapi aku memang ingin mama segera mengenalnya."

Marisa menatap Adrian dengan alis yang sedikit terangkat. "Kamu bilang ingin menikahinya. Benarkah itu, Adrian?"

Manda merasa jantungnya hampir berhenti berdetak. Pertanyaan itu langsung menusuk tepat di inti persoalan. Dia tahu bahwa Adrian sudah mengatakan hal ini kepada ibunya, tetapi mendengarnya secara langsung masih membuatnya merasa sedikit canggung.

Adrian mengangguk mantap. "Benar, Ma. Aku berencana menikahi Manda dalam waktu dekat."

Marisa terdiam sejenak. Tatapannya beralih dari Adrian ke Manda, seakan menilai setiap gerakan dan ekspresi mereka. 

"Kamu tahu, Adrian," katanya pelan, "Mama tidak pernah mendengar cerita apapun tentang kamu yang punya pacar sejak putus dari gadis itu, apalagi soal rencana pernikahan. Dan sekarang, tiba-tiba kamu muncul dengan seorang gadis dan mengatakan akan menikahinya.”

Pernyataan Marisa membuat Manda terpaku. Ia merasa gelisah, terlebih tatapan wanita paruh baya itu begitu intens, seolah tengah menelanjanginya.

“Jujur pada mama Adrian, apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa ini terkesan sangat mendadak? Mama jadi sedikit ... curiga." 

Mata Marisa tetap tertuju pada kedua orang di hadapannya, secara bergantian, pandangannya tajam, menuntut jawaban.

Tapi, baik Adrian atau pun Manda, hanya bisa terdiam. Apakah kebohongan mereka akan terbongkar secepat ini? 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 37

    Adrian hampir tersedak teh yang baru saja diminumnya setelah mendengar pertanyaan ibunya. Sementara itu, Manda membeku di tempat, sendoknya berhenti mengaduk sup."Ehm ... Ma, maksud Mama soal anak itu---" Adrian mencoba tertawa kecil untuk mengurangi kecanggungan, tetapi jelas suaranya terdengar gugup. Ia melirik kearah Manda. "Iya, Adrian. Bukankah itu hal yang wajar ditanyakan oleh seorang ibu? Kalian sudah menikah, dan Mama ingin segera punya cucu, jadi nggak salah kan mama bertanya tentang itu?" jawab Mama Marisa dengan nada penuh harap.Manda langsung menunduk, wajahnya memerah. Ia tidak tahu harus berkata apa.Adrian buru-buru menjawab, "Oh, ehm ... Sebenarnya, kami tidak menunda kehamilan Manda kok Ma. Hanya saja, ya ... menunggu sedikasihnya saja."Mama Marisa menatap Adrian dengan kening berkerut. "Sedikasihnya? Jadi kalian belum mencoba dengan serius?"Adrian tergagap, mencari cara untuk mengalihkan perhatian. Ia

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 36

    "Jadi, kamu mau ikut bosmu keluar kota?" tanya Pak Surya, dengan nada suaranya yang tegas."Iya, Pa. Ini untuk meeting penting, dan aku harus menemani Pak Adrian." jawab Manda dengan hati-hati.Pak Surya menggeleng. "Kamu perempuan, Manda. Nggak pantas ikut-ikut bos keluar kota, Apalagi kalau hanya berdua saja."Manda membuka mulut untuk menjawab, tetapi tak ada kata-kata yang keluar. Ia hampir menyerah ketika tiba-tiba Bu Herawati menyela."Pak, tunggu dulu. Jangan langsung menolak begitu," kata Bu Herawati sambil mendekati suaminya.Pak Surya menatap istrinya dengan bingung. "Kenapa? Menurutmu ini wajar?""Tentu saja, Pak. Ini kan sudah menjadi salah satu tugas sekertaris. Mendampingi bos meeting, bahkan kalau perlu ke luar kota. Lagipula, bos Manda itu baik sekali. Ingat nggak, waktu dia memperbolehkan Manda ambil cash bon untuk membayar hutang kita, oprasi papa. Untuk kita seharusnya kita mensupport Manda, pal

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 35

    Suasana dalam mobil terasa begitu sunyi. Hanya suara deru mesin dan roda yang bergesekan dengan jalan yang terdengar. Adrian duduk di balik kemudi, sesekali melirik ke arah Manda yang tetap memandang ke luar jendela dengan ekspresi dingin. Ia tahu, ia harus mengatakan sesuatu. Setelah mengumpulkan keberanian, Adrian akhirnya membuka mulut. "Manda, aku mau minta maaf." Tak ada reaksi dari Manda. Wanita itu tetap memandang ke luar jendela, seolah tak mendengar permintaan maaf Adrian. Adrian menghela napas. "Aku tahu aku salah. Aku nggak seharusnya mengucapkan nama itu saat kita sedang bersama, tapi .... " Adrian menjeda kalimatnya, Ia menoleh kearah wanita disampingnya. Manda masih bergeming, tangannya terlipat di atas pangkuan. Ia terlihat begitu tenang, tapi Adrian tahu, di balik ketenangan itu, ada perasaan yang terluka. "Manda ..." Adrian memanggilnya lagi, mencoba menarik perhatian. Kali ini, Manda menggerakkan bahunya sedikit, tapi pandangannya masih terpaku pada pe

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 34

    Adrian langsung menjawab tanpa ragu, "Tentu saja bisa, Bu. Saya tidak keberatan sama sekali."Manda yang sedang berdiri di sampingnya menatap Adrian dengan mata membola. "Apa?" bisiknya kaget, tapi Adrian pura-pura tak mendengar."Nah kan, bagus kalau begitu!" kata Bu Herawati dengan wajah cerah. "Ayo masuk, Pak Adrian. Saya sudah siapkan makanan di meja makan."Manda tak bisa berbuat apa-apa selain mengalah. Ia mendesah pelan sambil menunduk. Dalam hati, ia mengutuk Adrian yang membuatnya tak bisa membantah ibunya. Dengan setengah hati, ia mengikuti langkah ibunya dan Adrian ke dalam rumah.Di ruang makan yang sederhana namun rapi, Bu Herawati memperkenalkan Adrian kepada suaminya. "Pa, ini bosnya Manda, Pak Adrian. Dia baik sekali sampai mau jemput Manda ke kantor."Pak Surya yang sedang memegang koran langsung meletakkannya di meja dan berdiri untuk menjabat tangan Adrian. "Wah, bosnya Manda ya? Senang sekali bisa bertemu. Saya Surya, papa Manda."Adrian tersenyum sopan sambil m

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 33

    Adrian mengetuk pintu pelan, menunggu dengan sabar sambil merapikan kerah jasnya. Tak lama, pintu terbuka, memperlihatkan sosok Bu Herawati yang mengenakan daster bunga-bunga sederhana."Assalamu'alaikum," sapa Adrian dengan senyum sopan."Wa'alaikumsalam," jawab Bu Herawati, terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Oh, bapak ... bukannya bosnya Manda ya, yang malam itu juga datang kemari?"Adrian tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya, Bu. Saya Adrian. Kebetulan pagi ini saya datang untuk menjemput Manda. Apakah dia masih di rumah?""Oh, masih, Pak Adrian. Tunggu sebentar ya." Bu Herawati tersenyum lebar, merasa senang dengan kehadiran bos putrinya yang tampan itu. "Eh, tapi ... ada keperluan apa sampai menjemput ke rumah?" tanyanya ingin tahu. Adrian menjelaskan dengan tenang, "Ada sesuatu hal yang perlu saya bicarakan, sebelum meeting pagi ini, saya takut, waktunya tidak keburu, jadi saya pikir lebih baik kami ke ka

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 32

    "Aku ingin ... Aku ingin kamu," kata Adrian langsung, tanpa berputar-putar.Manda tercengang, wajahnya memerah seketika. "Apa? Apa maksudmu, Adrian?" tanyanya, suaranya bergetar."Aku tidak bisa memikirkan hal lain sejak tadi. Aku ingin kamu. Aku ingin menikmati tu buhmu, sekarang juga." pinta Adrian sedikit memdesah, nafasnya memburu, seiring dengan gairahnya yang sedang tinggi Manda terdiam, hatinya berdebar keras. Ia tidak tahu harus berkata apa, hanya menatap Adrian dengan mata yang membulat."Adrian, aku ..."Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Adrian sudah mendekat, mengecup bibirnya dengan lembut. Manda tidak sempat menolak atau memberi respons. Tubuhnya kaku sejenak, tetapi ia tidak mendorong Adrian untuk menjauh.Sentuhan itu terus berlangsung, Adrian manarik pinggang Manda, agar tubuh keduanya kian dekat. Dan Adrian tidak berhenti, Ia lantas membimbing tubuh istrinya perlahan ke arah ranjang. Denga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status