Share

Bab 3

Author: Rav
last update Last Updated: 2024-11-04 17:00:43

Humaira yang baru selesai mandi hanya dengan memakai handuknya saja segera keluar dari kamar mandi bersamaan dengan itu Semesta yang juga membuka pintu kamarnya. Mata Semesta terbelalak melihat pemandangan di depan matanya. 

Beberapa detik, Semesta masih terpaku di depan pintu. Dia meneguk ludahnya kasar melihat Humaira. Ternyata di balik gamis yang selalu menutupi tubuhnya tersimpan tubuh indah, putih nan mulus di dalamnya. 

“Apa yang kamu lakukan, Mas?” teriak Humaira. Ia menyilangkan kedua tangannya berusaha melindungi tubuhnya agar tidak terlihat. Namun, begitu Semesta sudah melihat dengan jelas lekuk tubuh istrinya. 

Teriakan Humaira membuat Semesta tersadar dan segera berpaling. “Saya tunggu kamu di luar.” Semesta langsung berbalik dan menutup pintu kamar Humaira. 

Humaira mengusap wajahnya kasar, ia terus mondar-mandir di kamar, betapa malunya dia saat ini. Meski lelaki tampan itu adalah suaminya tapi Humaira belum ridho jika tubuhnya dilihat olehnya. 

**

Di ruang tengah, Semesta menyandarkan punggungnya pada sofa dan memijit pelipisnya berusaha menetralkan debaran jantungnya. Bayang-bayang Humaira yang hanya memakai handuk tadi terus berputar di otaknya. Bagaimanapun juga Semesta juga lelaki normal yang tentunya sesuatu yang ada pada dirinya bereaksi. 

Menunggu beberapa menit, akhirnya Humaira menemuinya juga. Humaira memakai gamis dan juga hijab lebarnya yang warnanya sudah memudar tapi masih bagus kalau menurut gadis itu. 

Semesta meliriknya sekilas. “Baca itu!” katanya tanpa melihat ke arah Humaira dan melempar sebuah stopmap ke meja. 

Humaira duduk dan segera membuka stopmap itu. Dibukanya lembar pertama. “Perjanjian kontrak nikah,” ucapnya seraya melirik Semesta. 

Dibacanya perlahan-lahan poin demi poin yang tertulis dan mencermati semua isinya. Humaira mengangguk-angguk setelah itu menutup stopmapnya. 

“Setelah selesai tanda tangani.”

Humaira melempar stopmap ke meja membuat Semesta terkejut. “Ada apa, ada yang kurang? Kamu boleh menambahkan poinnya jika kamu mau.”

“Saya tidak akan pernah menandatangani surat perjanjian itu! Karena apa … karena saya sudah berhutang sama mama, karena mama membantu biaya operasi ibu saya sehingga nyawa ibu saya tertolong dan sebagai imbalannya saya harus menjadi istri Anda Tuan Semesta.”

Semesta berdecak kesal, wanita yang ia anggap kampungan nyatanya sangat berani melawannya. "Terserah kalau kamu mau bertahan, ingat pernikahan kita hanya di atas kertas dan jangan berharap lebih!” Setelah mengatakan itu, Semesta segera beranjak pergi dari sana. 

Tak lama dengan itu, terdengar suara mesin mobil menjauh dari rumah. Humaira yakin Semesta telah pergi. Humaira menghela nafas panjangnya, mengambil berkas itu dan membacanya kembali. '

“Non….” Suara Bik Sumi mengagetkan Humaira. 

“Iya.” 

“Non, butuh sesuatu atau mau makan? Semuanya sudah siap.”

"Iya, Bik. Nanti saja.”

“Non, yang sabar ya menghadapi Den Ata, sebenarnya dia baik kok, Non. Cuma ya gitu dingin dan cuek,” ucap Bik Sumi. Ia menjadi tak tega melihatnya tadi dimarahin terus sama majikannya. 

Humaira melihat ke arah Bik Sumi dengan heran. “Ata … siapa Bik?”

Bik Suminpun terkekeh. “Suami Non, Den Semesta. Sejak kecil dia suka dipanggil Ata, Non.”

Humaira mangut-mangut, dia mulai sedikit tertarik dengan kehidupan suaminya. Ini kesempatan bagus buat Humaira untuk perlahan-lahan mendekati suaminya. 

Humaira mendengarkan dengan seksama cerita Bik Sumi, mulai dari kesukaan, kebiasaan Semesta dan juga hal-hal yang tidak disukai Semesta. Dengan itu semua Humaira berjanji akan berjuang untuk mendapatkan hati Semesta. 

Sore itu Humaira memasak makanan kesukaan Semesta, sesuai arahan Bik Sumi kalau Semesta menyukai makanan seafood. Udang goreng tepung adalah favorit Semesta, dia sangat menyukainya apalagi di cocol dengan saus padang yang pedas. 

Humaira tersenyum semuanya sudah tertata apik di meja, tinggal menunggu Semesta pulang. Humaira berharap Semesta akan membuka hatinya dan menginginkan Humaira masuk ke dalamnya. 

Suara mobil terdengar memasuki garasi. Bergegas Humaira menyambut kedatangan suaminya. Humaira bergegas segera menuju pintu untuk membukakan pintu. 

Namun, betapa terkejutnya Humaira, melihat suaminya pulang dengan seorang wanita yang ia kenal sekilas saat di pesta tadi. 

“Mas…”

“Tidak usah berlagak menjadi istri sungguhan, kamu adalah istri di atas kertas,” sentaknya lalu menuju ke lantai atas. 

Wanita yang tak lain adalah Alena-pacar Semesta tersenyum sinis melihat Humaira yang dibentak Semesta. Ia terus bergelayut manja di lengan Semesta, memamerkan kemesraan mereka. 

Humaira mengepalkan tangannya merasa harga dirinya diinjak-injak oleh pelakor. Dadanya naik turun, sesak yang ia rasakan. Meski tak ada cinta tapi Humaira sudah menjadi istri sahnya. 

Dengan penuh keberanian Humaira mengatakan, “kalau Mas, berani bawa dia masuk ke kamar, akan aku pastikan mama sudah berada di sini.”

Semesta menghentikan langkahnya dan menghampiri Humaira. Tatapannya tajam menatap nyalang wanita berhijab itu. 

“Kamu berani mengancamku?”

“Kenapa … Mas takut tidak mendapat warisan dari mama ‘kan?” Humaira menyunggingkan senyum tipis mengetahui kelemahan suaminya. 

Tak tinggal diam, Semesta lalu mencengkram rahang Humaira kuat. “Jika kamu berani melakukannya, akan ku pastikan juga kamu tidak akan pernah menemui ibu kamu.” Semesta mendorong Humaira sampai tubuhnya terjatuh di lantai. 

Semesta menghampiri Humaira dan berjongkok. “Sekarang menyerah saja, pasti kamu tidak akan sanggup menghadapiku, menyerah saja, istriku.” Semesta menekankan ucapannya. 

“Ayo, sayang,” ajak Semesta menggandeng mesra tangan Alena menuju ke kamarnya di lantai atas. 

Humaira hanya mengeram, menguatkan hatinya agar selalu sabar menghadapi Semesta. Tak mungkin juga ia menelpon Dewi karena ancaman Semesta tadi. 

Humaira berjalan mondar-mandir di dekat tangga. Berpikir bagaimana caranya agar suaminya tidak melakukan hal yang tidak-tidak. Humaira membulatkan tekadnya untuk menghampiri mereka kamar Semesta. 

Baru saja akan menginjakkan kakinya di anak tangga. Semesta dan Alena sudah berjalan menuruni tangga. 

“Sampai ketemu besok lagi, Sayang.”

“Iya, aku akan selalu kangen sama kamu,Sayang.” Alena melabuhkan kecupan di pipi Semesta tanpa malu ada Humaira di sana. 

Humaira memalingkan muka melihat adegan mesra tersebut. Setelah Alena pergi dari sana, Humaira menghampiri Semesta yang akan naik lagi ke tangga. 

“Apa yang kalian lakukan di atas sana, Mas?”

Semesta memicingkan mata menatap Humaira dan berputar mengelilinginya. “Apa itu penting buat kamu? Bukankah sudah ku katakan padamu jangan pernah ikut campur urusanku.”

“Tapi aku berhak tahu, Mas. Karena aku tak akan membiarkan suamiku dalam kemaksiatan,” tegas Humaira. 

Semesta tersenyum tipis melihat keberanian wanita di depannya. “Kamu mau tahu apa yang aku lakukan di atas sana?”

Humaira mengangguk. 

“Baiklah.” Semesta mendekati Humaira lalu berbisik, “yang jelas aku membuat Alena menjerit dan berteriak, istriku,” ucap Semesta dengan penuh penekanan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 21

    [Kamu pikir masalah ini selesai? Aku akan pastikan semuanya hancur] Humaira merasakan darahnya berdesir. Ia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk antara takut dan bingung. “Masalah apa lagi ini?” bisiknya pelan. Ia menggigit bibirnya, jari-jarinya gemetar saat ia menekan tombol untuk membaca lebih lanjut pesan tersebut. Tapi tidak ada apa-apa. Itu hanya satu pesan singkat, tetapi cukup untuk membuatnya merasa seolah-olah udara di sekitarnya menjadi lebih berat. Gagang pintu kamarnya berdecit pelan. Humaira langsung mendongak. Semesta berdiri di ambang pintu, alisnya bertaut melihat ekspresi Humaira yang tampak panik. “Ada apa, Mai?” tanyanya, suaranya dingin seperti biasa, tetapi ada nada curiga yang tidak bisa disembunyikan. Humaira buru-buru mematikan layar ponselnya dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. “Nggak ada apa-apa, Mas.” Semesta berjalan mendekat, tatapannya tajam. Ia menyilangkan tangan di dada. “Kamu nggak bisa bohong sama aku. Wajahm

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 20

    “Siapa ini?” tanyanya pada dirinya sendiri, sebelum akhirnya mengetik balasan. Humaira: Maaf, ini siapa? Balasan datang dengan cepat. Pengirim: Kamu akan tahu segera. Pastikan kamu siap. Jantung Humaira berdegup kencang. Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat pikirannya kacau. Ia mencoba menebak-nebak siapa yang mengirimkan pesan itu. Apakah ini ada hubungannya dengan Semesta? Atau mungkin Alena? Pikirannya terus berputar, tetapi ia memutuskan untuk tidak membalas lagi. Ia meletakkan ponselnya di meja, lalu mencoba mengalihkan perhatiannya dengan membaca buku, tetapi tetap saja pikirannya terganggu. Ketika malam semakin larut, ia berdoa agar siapapun pengirim pesan itu tidak membawa masalah besar ke dalam hidupnya. Ia sudah cukup lelah dengan semua drama yang terjadi akhir-akhir ini. Keesokan harinya, Humaira sedang merapikan ruang kelasnya ketika seseorang mengetuk pintu. Ia menoleh dan mendapati Semesta berdiri di sana, mengenakan kemeja biru polos. “Mas?” tanya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 19

    “Mas, apa yang sebenarnya Mas inginkan?” suara Humaira terdengar pelan, tetapi tegas. Matanya menatap Semesta dengan penuh perhatian, menunggu jawaban yang mungkin akan menentukan arah hubungan mereka. Semesta terdiam sejenak, ponselnya masih bergetar di saku. Ia tahu siapa yang menelepon. Alena. Tapi kali ini, suara Humaira lebih penting daripada apa pun yang ada di dunia ini. “Aku…” kata-katanya menggantung di udara. Matanya tak lepas dari wajah Humaira. Ia bisa melihat rasa lelah yang terpendam, tetapi juga ada kekuatan besar di baliknya. Humaira tak seperti wanita lain yang pernah ia kenal. Ia tahu, perempuan ini tidak bisa dengan mudah ditundukkan oleh kata-kata manis atau janji kosong. “Mas, kalau hanya ingin mempermainkan aku, lebih baik kita sudahi saja semuanya sekarang,” ujar Humaira lagi, dengan nada yang sedikit bergetar. Ia mencoba terlihat tegar, tetapi hatinya terasa seperti dihujam ribuan jarum. Semesta menghela napas panjang. “Aku nggak mau mempermainkan kamu,

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 18

    "Sebentar saja," potong Semesta, tanpa memedulikan keberadaan Raka.Humaira menghela napas dalam. Ia tahu nada suara Semesta kali ini bukan sesuatu yang bisa ditolak. Dengan berat hati, ia memandang Raka yang masih berdiri di depan ruang guru. "Maaf ya, Pak Raka. Aku harus pergi sebentar," katanya singkat sebelum melangkah mengikuti Semesta.Raka hanya mengangguk, meski jelas ada kebingungan di wajahnya. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi.Semesta berjalan cepat menuju sisi gedung sekolah yang sepi, sementara Humaira harus mempercepat langkahnya agar bisa mengimbanginya. Ketika akhirnya Semesta berhenti, Humaira langsung menatapnya dengan tatapan tidak sabar."Mas, apa sebenarnya yang mau Mas bicarakan?" tanyanya, mencoba menahan nada kesalnya. Semesta tidak langsung menjawab. Ia menatap Humaira cukup lama, seolah sedang menyusun kata-kata di kepalanya. Namun, alih-alih menjelaskan, ia justru bertanya, "Kamu selalu dekat sama dia?"Humaira mengerutkan kening. "Mas maksud siapa?

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 17

    "Kenapa nggak kamu angkat, Mas?" suara Humaira memecah keheningan di ruang tamu kecil itu. Suaranya datar, tetapi ada nada yang tak bisa disembunyikan. Tegang, mungkin. Semesta menunduk sejenak, menatap layar ponselnya yang masih bergetar di atas meja."Ini urusanku," jawab Semesta dingin tanpa menoleh. Ia membiarkan panggilan itu berakhir begitu saja, lalu menghembuskan napas panjang. Tangannya yang besar meraih ponsel itu dan mematikannya tanpa basa-basi.Humaira menghela napas. Ia mencoba tetap tenang, meski pikirannya sudah penuh tanda tanya. Alena lagi. Nama itu terus muncul di antara mereka seperti duri yang tak bisa dicabut. Ia sudah lelah membicarakan ini, tetapi setiap kali Alena muncul, tak bisa dimungkiri, hatinya tetap terusik.“Mas, aku cuma tanya. Kenapa harus marah?” Suara Humaira terdengar pelan, hampir seperti berbisik. Ia tahu, jika ia menaikkan nada suaranya sedikit saja, percakapan ini akan berubah menjadi perang dingin yang lebih besar.Semesta akhirnya menatapnya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 16

    “Kamu yakin bisa hidup tanpa aku?” Humaira terdiam, menatap Semesta tanpa ekspresi. Pertanyaannya menggantung di udara, seperti menunggu jawaban yang tidak pernah ingin benar-benar didengar. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara klakson motor dari luar memecah kesunyian.“Aku berangkat dulu, Mas.” Humaira akhirnya berkata, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Tanpa menunggu balasan, ia mengambil tasnya lalu berjalan keluar.Semesta hanya berdiri mematung, menatap pintu yang baru saja tertutup. Ada sesuatu di dadanya yang terasa sesak, tetapi ia tidak tahu apa. Ia meneguk ludah, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.“Kenapa dia makin aneh?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Hubungan semakin dinginHari-hari berikutnya terasa semakin hampa di rumah itu. Humaira dan Semesta hampir tidak pernah berbicara. Jika mereka kebetulan berada di ruangan yang sama, suasananya selalu sunyi.Semesta sering pulang larut malam, dan ketika ia pulang, Humaira sudah berada di kamar. Tidak ada sapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status