Tubuh Royal kembali menegang. Pria yang biasanya begitu tenang dan penuh kontrol itu kini terlihat bingung. Tangannya yang menggenggam kemudi membeku di tempat. Ia tidak tahu bagaimana menyampaikan kabar buruk itu pada Jelita.
"Mas? Ada apa? Kenapa diam?" suara Jelita terdengar dari samping, lembut namun sarat kegelisahan. Wanita itu menoleh ke arah suaminya, seolah berharap bisa melihat ekspresi wajahnya.Royal menarik napas, lalu bertanya dengan hati-hati, "Tidak... Sayang. Aku ingin tahu apa golongan darahmu dan ibumu?"Pertanyaan itu membuat Jelita menautkan kedua alisnya. Hatinya semakin tak tenang. Ada firasat buruk yang menyelinap, menjalar hingga ke dadanya."Go-golongan darah? Kenapa Mas Royal bertanya seperti itu? Mas... sebenarnya ada apa?" tanyanya, terdengar panik."Jawab saja dulu. Nanti Mas akan kasih tahu setelah kita tiba di tempat Mamah," suara Royal tetap tenang, tapi nadanya berat saat sedang menahan sebuah rahasia dari istrinya."A... gol"Ada apa, Sayang?" tanya seorang pria yang bersamanya."Ah. Nggak ada apa-apa. Aku mau ke toilet sebentar.""Baiklah, Jen. Aku akan menunggumu," sahut pasangan Jeni, Dion."Iya. Sebentar saja, kok," sahut Jeni sembari mengecup singkat pipi Dion dan menyambar tas tangannya.Wanita cantik yang mengenakan gaun selutut berwarna merah maroon, rambut diikat ekor kuda, serta tubuhnya yang tinggi semampai membuat penampilannya terlihat begitu sempurna. Namun ia menutupi wajahnya dengan sapu tangan karena menyadari keberadaan kamera pengawas di beberapa sudut restoran.Wanita itu tak lantas pergi ke kamar kecil. Ia memilih berjalan menuju ke tempat di mana Royal tadi datang. Dan benar saja, saat menoleh keluar, ia terpaku karena di balkon, sosok kakaknya duduk seorang diri. Menikmati langit malam dengan nuansa penuh romantis yang manis."Kak Lita...." bisiknya, menahan napas. Kedua tangannya tergenggam erat.Lalu pandangannya tertuju pada seorang pelayan yang mendorong troli. Pelayan wanita it
"Kita sebenarnya mau ke mana, Mas? Apakah ada jamuan makan malam dengan klien?" tanya Jelita."Bukan. Aku mau mengajakmu makan malam sekaligus kencan," jawab Royal sembari tersenyum lembut.Jelita ikut tersenyum dan segera memeluk suaminya. "Benarkah begitu?""Iya. Ayo kita berangkat sekarang. Tom sudah menunggu di bawah," ajak Royal yang kemudian menggendong tubuh ramping Jelita dan mereka turun menggunakan lift.Malam itu Royal sudah bersiap dengan setelan tuxedonya. Sementara Jelita juga sudah mengenakan gaun indah warna hitam dengan rok panjang berbelahan sampai ke lutut. Wajahnya pun dirias begitu cantik dengan bantuan Bi Jum.Mereka berdua segera menuju ke pusat kota, berhenti di depan sebuah restoran Italia bergaya klasik. Mungkin jika Jelita bisa melihat, wanita itu akan senang dan bisa menikmatinya. Namun Royal tak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya ingin istinya menikmati makan malam romantis bersamanya.Bangunan bata merah dengan jendela lengkung besar dan balkon luas di la
Ponsel Jelita berdering dari dalam tas kecilnya. Wanita itu segera meraih tasnya dan mengambil ponsel tersebut. Dari nada deringnya, ia tahu bahwa suaminya yang menelepon."Sebentar, Mah. Mas Royal nelfon," ujarnya."Ya. Angkatlah. Dan sebaiknya kamu segera beri tahu suamimu soal ini," ujar Nilam sembari mengusap lembut lengan putrinya.Jelita mengangguk. Lalu wanita itu memencet tombol karet berwarna hijau. Nilam pun mengamati putrinya."Halo, Mas? Ada apa?" tanya Jelita."Jelly, kamu masih di tempat Mamah?" tanya pria itu dari ujung panggilan."Iya, Mas. Aku masih sama Mamah. Kenapa?" Jelita bertanya balik."Aku sedang dalam perjalan ke sana menjemputmu.""Baiklah. Aku akan menunggu Mas Royal di sini," jawab Jelita."Ya."Panggilan berakhir. Jelita menggenggam ponselnya. "Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Nilam cemas.Jelita menggeleng pelan. "Nggak ada, kok, Mah. Tapi... Kalau Mas Royal tahu Jeni sudah dibebaskan, aku khawatir Mas Royal marah," ujarnya.Nilam menggenggam tangan put
Wanita muda itu mengenakan atasan satin tipis dan rok mini. Reno menghela napas dalam diam. Dalam hati, ada amarah yang berkecamuk. Tapi dia membiarkannya. Karena menurut pria itu, Jeni memang sudah banyak membantunya selama ini."Jeni...." panggil Reno pelan. "Kamu benar-benar tidak tahu di mana ibumu sekarang?"Jeni membalikkan tubuhnya. Ia tampak santai di luar, namun ada sedikit jeda sebelum menjawab."Tentu saja aku nggak tahu, Pah," ucapnya datar. "Aku bahkan belum bertemu Mamah lagi sejak saat itu...."Nada suaranya tenang, tetapi matanya tidak bisa menyembunyikan kegelisahan. Reno memperhatikan itu, tapi memilih tak mengungkitnya."Baiklah kalau begitu," gumamnya pelan, sembari menunduk. "Papah cuma khawatir kalau... Jelita dan suaminya yang menemukannya."Mendengar nama kakak dan kakak iparnya langsung membuat tubuh Jeni seketika menegang. Kedua tangannya yang tadi bersandar di pinggangnya kini mengepal erat. Ia mencoba mengatur ekspresi wajahnya aga
Saat pesta belum usai, Reno berjalan ke luar gedung perusahaannya –mantan perusahaannya. Pria itu kembali ke dalam mobil, duduk diam di sana untuk menenangkan diri."Pak, kita mau ke mana?" tanya sang sopir."Pulang!" jawab Reno ketus."Baik, Pak."Mobil sedan hitam itu menyusuri jalanan kota dengan tenang, melaju meninggalkan perusahaan yang tidak akan bisa dia datangi lagi seenaknya. Di dalamnya, Reno duduk di kursi belakang dengan wajah masam. Tatapannya kosong menatap ke luar jendela, tapi pikirannya penuh sesak. Suara tepuk tangan dan sorak sorai dari aula tadi masih terngiang di telinganya. Putri sulungnya , Jelita, berdiri di atas panggung dengan kepala tegak, menyatakan dirinya sebagai penerus perusahaan.Jelita yang kini mengambil alih perusahaannya, justru membuat Reno senang karena mulai saat itu, ia tak akan menanggung kerugian besar yang telah terjadi. Akan tetapi, Reno merasa ada yang mengganjal selama ini, sesuatu yang mengusiknya. Reno gelisah, bukan karena kehilangan
Jelita melangkah masuk dengan tenang, meski jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Di sampingnya, Royal berjalan dengan gagah, tubuh tegapnya mendampingi sang istri seolah menjadi benteng pelindung untuknya. Sorot mata pria itu tajam namun hangat, sesekali melirik wanita buta di sisinya yang tampak anggun mengenakan gaun putih keemasan.Kilau lampu gantung menyinari kehadiran mereka. Gaun Jelita yang menjuntai elegan seperti menyihir mata para tamu undangan. Tatapan-tatapan terkejut, bisik-bisik pelan, dan gumaman kebingungan mulai terdengar memenuhi aula yang mewah itu."Itu Bu Jelita, kan? Anaknya Pak Reno?" bisik salah satu wanita paruh baya kepada temannya."Iya, kamu benar... sudah lama sekali dia nggak kelihatan. Katanya kecelakaan dan buta, tapi kenapa bisa ada di sini?""Terlebih lagi, siapa pria di sampingnya itu? Apakah itu suami Bu Jelita? Bukan Pak Niko lagi?""Pak Reno nggak pernah cerita kalau Bu Jelita sudah menikah.""Kamu benar. Kabar pernikahan yang terseba