Lahat ng Kabanata ng Istri Buta Kesayangan Bos Besar: Kabanata 1 - Kabanata 10

Satu minggu berlalu, Jelita masih memejamkan matanya di ruang ICU. Selama itu, hanya Nilam, sang ibu, yang selalu menemaninya. Sementara ayah, adik, dan calon suaminya, entah ke mana. "Eumhh…," lenguh Jelita pelan ketika akhirnya kesadarannya kembali, tetapi dia belum bisa membuka matanya dengan lebar. "Lita, anakku sayang, akhirnya kamu sadar!" seru Nilam yang saat itu sedang duduk di samping ranjang Jelita. Dia tampak begitu gembira melihat anaknya kembali membuka mata. "Mamah … Mamah di mana, kenapa ini gelap?" tanya Jelita lirih tangannya meraba-raba ke udara, sementara tubuhnya masih terbaring lemah. "Lita...." kata Nilam dengan isak tangis. Dia menggenggam tangan putrinya dengan erat. "Lita kamu yang sabar ya, Nak. Dokter bilang, benturan di kepala kamu merusak saraf penglihatan kamu dan membuat kamu tidak bisa melihat lagi." Jelita terdiam, semua ini benar-benar terjadi bersamaan dalam waktu singkat. Masalah perselingkuhan itu belum selesai diurus, lalu timbul fitnah tent

Suasana ruangan itu sunyi, mencekam, hanya terdengar deru pelan dari mesin pendingin udara yang menghembuskan udara dingin ke seluruh ruangan. Lampu gantung besar menggantung dari langit-langit menyinari ruang kerja dengan cahaya temaram, menciptakan kesan yang elegan dan juga mewah. Sementara lantai ruangan itu sama seperti ruangan yang lainnya yang terbuat dari marmer hitam mengkilap.Di tengah ruangan itu, seorang pria duduk tenang di kursi kulit hitam megah, membelakangi jendela tinggi yang tertutup tirai tebal. Siluetnya tampak tegas, dingin, memancarkan aura kekuasaan yang tak terbantahkan. Setelan jas hitam yang membalut tubuh tingginya berpadu sempurna dengan kemeja abu-abu, membuatnya terlihat semakin misterius."Nona, silakan melangkah dua langkah ke depan." Suara Zain terdengar jelas namun pelan, membimbing Jelita dengan nada hati-hati.Jelita menelan ludah. Ia meremas roknya lebih erat. Tanpa tongkat bantunya, dia tentu saja kesulitan. Kemudian dia melangkah seperti yang d

Royal tak langsung membalas ucapan Jelita. Wajahnya membatu, sorot matanya dingin seolah menelanjangi isi hati gadis di hadapannya. Jelita menyesal telah membuka aib itu. Dia terlalu jujur, terlalu ingin bersih dari dosa dengan mengungkap kebenaran. Tapi sekarang, atmosfer terasa seperti beku menusuk kulitnya. Dia pun memilih mengatupkan bibirnya. Hingga akhirnya mereka tiba di lantai dua dalam kesunyian. "Maaf telah mengecewakan Anda...." cicit Jelita dengan suara nyaris tak terdengar. Bibirnya bergetar. Kepalanya menunduk. Tiba-tiba, Royal menarik pinggangnya dengan cepat. Tubuh Jelita yang ramping terseret mendekat ke dada bidang pria itu. Napasnya tercekat, napas Royal terasa di dekat wajahnya. Hangat tapi menakutkan. "Tu-Tuan?" suara Jelita tercekat. Wajah Royal menunduk hingga hidungnya hampir menyentuh rambut wangi milik Jelita. Aroma lembut bunga menyeruak, menusuk kesadaran Royal. Tapi wajahnya tetap dingin den

Jelita terlihat kaget dengan ekspresi tak percaya. Bukannya mendukung dia aborsi, tapi suaminya itu malah mengaku sebagai ayah dari anak dalam kandungannya."Tapi Anda bukan ayah kandung dari anak ini. Lagi pula waktu itu...." cicitnya.Royal mencubit pelan dagu Jelita sehingga gadis itu mendongak padanya. Dia kembali mendekatkan wajahnya agar bisa menghirup aroma harum dari tubuh istrinya."Akulah laki-laki yang tidur bersama kamu," bisiknya.Kedua mata Jelita membulat. "A-apa? I-itu tidak mungkin...." gumamnya menepis tangan yang mencubit dagunya."Apa kamu meragukanku?" tanya Royal dingin. Dia masih terus menatap tajam ke arah Jelita. Jelita menggeleng cepat. Dia mulai menjauh dari suaminya. "Nggak, nggak, nggak mungkin... Waktu itu saya dijebak Jeni dan Niko, jadi nggak mungkin laki-laki itu Anda... Anda pasti salah...."Royal menarik tangan Jelita dan kembali memeluknya. "Tolong lepaskan saya...," cicit Jelita dengan tangan bergetar ketakutan."Tidak akan. Dan aku tegaskan bahw

Royal hanya memandangi wajah istrinya cukup lama. Lalu, untuk pertama kalinya, sudut bibirnya terangkat. Sedikit.Sementara Jelita mulai tak nyaman. "Maaf... Apakah saya berlebihan...?" gumamnya takut. Gadis itu pun menggigit bibir bawahnya."Terserah kamu," sahut Royal lirih. Tapi tanpa Jelita sadari, hati pria itu mulai menghangat."Jadi?" tanya Jelita memastikan.Royal membuka lemari dan mengambil pakaian gantinya. "Terserah artinya boleh," jawab pria itu.Jelita kemudian tersenyum. "Baiklah. Kalau begitu saya akan memanggil Anda, Mas Royal." Dia terlihat senang dengan hal sesederhana itu.Dan sejak pagi itu, panggilan 'Mas Royal' menjadi titik awal dari perubahan kecil di antara hubungan mereka.Selesai membersihkan diri, Royal sudah siap dengan pakaian kerjanya. Setelan jas navy dengan kemeja biru muda sangat cocok untuknya. Tatapan pria itu kembali tertuju pada tempat tidur di mana sang istri sudah duduk menurunkan kedua kakinya."Cepat bersihka