Share

Bab 3

Istri Cacat CEO

Bab 3

Chiara berkacak pinggang, ia menoleh pada Julia dan Olivia setelah keduanya mengikuti dari belakang.

"Kau pasti sangat bahagia bisa melihat suamimu kembali dan kau gadis cacat pasti sangat senang melihat ayahmu saat ini." Julia dan Olivia saling pandang.

Ya, tak dapat dipungkiri hati keduanya diliputi kebahagiaan, meski masih belum mengetahui  maksud dibalik Chiara membawa mereka kembali. Dan saat ini keduanya bersiap guna mendengar alasannya langsung dari mulut Chiara.

"Apa kau ingin mengurus suamimu?" Julia mengangguk cepat membuat sudut bibir Chiara terangkat.

"Bagus, kau bisa terus disisinya. Namun aku punya syarat untuk itu."

"Syarat apa, Nona?" tanya Julia. Baginya asalkan bisa mengurus Suryo, ia akan menerima syarat apapun asalkan tidak menyakiti anaknya.

Chiara mengangkat dagunya angkuh, ia menatap tajam kearah Olivia.

"Syaratnya hanya satu, kau harus menjadi mata-mata untukku." 

"Apa, mata-mata?" Julia dan Olivia kaget.

 Apa yang sebenarnya diinginkan wanita ini.

*****

Via baru saja menginjakkan kakinya di negara terkaya di Timur Tengah. Seorang agen mengantarkannya ke sebuah unit apartemen mewah di lantai 30. Agen itu pamit pergi setelah berbincang sebentar dengan seseorang yang diketahui bernama Bram.

"Nona, silahkan masuk. Ini adalah tempatmu bekerja. Sesuai kontrak yang tertera, kamu akan berada disini selama 2 tahun." Bram, lelaki tampan berusia sekitar 28 tahunan memakai jas hitam memberi penjelasan. Via hanya mengangguk. Bram memberitahu Via mengenai pekerjaan apa saja yang harus dilakukannya dan juga memberitahu tentang kebiasaan dan makanan yang biasa dikonsumsi oleh bos mereka.

Setelah menerima penjelasan, Via mengangguk tanda mengerti. Sepertinya pekerjaannya tidak terlalu berat, apalagi bosnya hanya tinggal seorang diri dan sering bepergian ke luar negri. Begitu yang dijelaskan oleh Bram yang tak lain adalah asisten pribadi seorang Christian Oliver.

Via memasuki ruangan yang akan menjadi kamarnya selama kontrak kerja berlaku. Kamar itu begitu megah dan besar meski tak sebesar kamar utama milik majikannya. Namun, jika dibandingkan dengan rumah kumuhnya di kampung, sungguh tidak ada apa-apanya.

"Nona, ayo kita sarapan." ajak Bram, saat Via tengah menatap kagum pada ruangan yang disebut kamarnya. Via menoleh.

Bram pemuda yang berkulit putih bersih berdiri di depan kamar Via, sedikit terpukau kala bertatapan dengan manik mata coklat gelap milik Via. 

Yang ia tak mengerti kenapa Via memakai cadar dan abaya hitam panjang, padahal ini bukan di negara Arab.

"Baiklah, Tuan." Bram terkekeh geli, merasa aneh dengan panggilan gadis itu. Lalu menggeleng pelan.

Mereka memakan sandwich berdua di dapur yang juga sama besarnya sambil berbincang ringan.

"Oh, ya. Apa nama lengkapmu?" tanya Bram santai. Via hampir saja membuka mulutnya untuk menjawab saat pintu depan terbuka disusul Christian dan dua orang pengawalnya, memasuki ruangan.

Bram dan Via segera menuju pintu depan. Kedua orang pengawal membawa Christ dan menidurkannya di sofa. Lelaki tampan berusia tak jauh dari Bram itu meracau tak jelas seperti tengah mabuk.

"Kalian berdua boleh pergi," interupsi Bram yang langsung mendapat anggukan dari keduanya.

Via hanya berdiri tanpa bersuara, matanya menatap ke arah lelaki berkulit bersih dengan rahang tegas dipenuhi sedikit bulu halus. Lelaki itu bahkan lebih tinggi dari Bram, meski kulit Bram sendiri lebih putih seperti orang asia.

Bram yang mengerti akan keterkejutan di mata Via, tersenyum kecil. Dia kemudian membuka suara.

"Via, jangan kaget begitu, bukankah orang mabuk itu biasa. Tugasmu adalah mengurusi Tuan Oliver sekarang, ayo kerjakan." Meski tak mengerti, akhirnya Via mendekat sesuai instruksi dari Bram. Via membuka sepatu dan kaos kaki milik Christ, lalu membuka dasi dan melepaskannya, kemudian membuka kancing kemeja pria tampan itu. 

Bram meminta Via agar membantunya membopong Christ ke kamarnya. Pekerjaan ini sengaja tak mengandalkan pengawal karena permintaan Christ sendiri. Kamar utama adalah ruangan pribadi 'Sang Bos' maka siapapun tak diizinkan masuk ke sana selain Bram dan pekerja yang tugasnya membersihkan ruangan. Begitu selesai, Bram langsung pamit untuk ke kantor mengurusi jadwal bosnya.

Tinggallah Via sendiri sekarang. Ia bingung harus mengerjakan pekerjaan apa. Karena menurut Bram sendiri, ruangan unit tidak perlu dibersihkan ulang karena sudah dibersihkan tadi.

Akhirnya Via pun terlelap.

*****

Via membuka matanya setelah beberapa waktu terlelap. Perutnya keroncongan dan minta diisi. Via menoleh pada pintu kamar utama yang masih tertutup. Ia menghubungi Bram dari ponsel pemberian Chiara. Untunglah tadi ia sempat meminta nomor ponsel Bram. Kemudian bertanya pada Bram mengenai apa yang harus dilakukannya. Via mengiyakan setelah Bram memberinya perintah untuk segera memasak. 

 Via membuka kulkas dan mengeluarkan bahan makanan. Mulai memotong dan meracik bahan-bahan lalu memasaknya perlahan. Via berharap Bosnya akan menyukai masakannya setelah mendengar cerita dari Bram bahwa Bosnya sangat menyukai makanan rumahan.

Tak lama kemudian.

Pintu kamar utama terbuka, menghadirkan sosok tampan disana dengan wajah yang segar sehabis mandi. Christ mencium aroma masakan dari arah dapur disusul suara denting beberapa perabotan.

'Apakah pekerja  baru sudah datang?' batinnya bertanya.

Christ melangkah menuju dapur. Ia melihat seorang wanita tengah memindahkan ayam goreng pada sebuah piring. Christ tertegun menatap wanita itu dari arah belakang kemudian menghampirinya.

"Siapa kamu?" tanyanya langsung dengan bahasa asing. Via menoleh sedikit kaget melihat Bosnya tiba-tiba berdiri tak jauh darinya.

"Eh, Tuan. Perkenalkan, saya adalah pekerja baru disini, nama saya Via." Via mengangguk sopan. Kening Christ berkerut melihat penampilan Via sekaligus terpukau mendengar suara lembut milik Via, meski bahasa yang Via ucapkan terkesan kaku.

Christ hanya berdehem. Tak lama Christ bersuara kembali.

"Aku lapar," ucapnya dingin.

"Silahkan Tuan, makanan sudah saya siapkan."

Tanpa banyak bicara Christ langsung duduk dan menikmati makanannya, ia merasa senang karena masakan yang dimasak oleh Via ternyata sangat lezat dan sesuai dengan seleranya. Bahkan ia berkali-kali menambah.

"Dimana kamu belajar memasak? Masakanmu sungguh sangat enak. Aku menikmatinya. Terima kasih."

Via menjelaskan dengan hati-hati takut Bosnya marah. Christ mengangguk setelah mendengar penjelasan Via dan pergi ke ruangannya untuk bersiap. Tak berapa lama ia keluar dan berlalu pergi dengan penampilan yang lebih rapi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status