Istri Cacat CEO
Bab 2
Via sedikit berlari ketika pintu rumahnya digedor dari luar, lalu membukanya segera.
"Oh, ya ampun!" Wanita itu langsung berpaling muka.
"Cepat tutupi wajah sialanmu itu!" hardiknya. Via lupa akan keadaan dirinya. Ia berbalik lalu segera meraih kerudung dan menutupi sebagian wajahnya.
"Maaf, anda siapa?" Wanita itu tak menjawab, malah dengan sengaja menepis bahu Via.
Dia melenggang masuk ke dalam rumah yang bentuknya sudah tak beraturan dan hampir rubuh, memindai sekeliling lalu bergidik seperti jijik.
"Jadi, selama ini kalian tinggal di gubuk ini rupanya," ejek Chiara sambil tersenyum.
"Maaf Nona, jika anda datang kesini hanya untuk menghina kami, sebaiknya anda segera pergi." usir Via tak terima dirinya dihina.
Memangnya siapa wanita ini?
"Jangan sombong kamu anak cacat sialan!" bentak Chiara.
"Jaga bicara anda, Nona. Sebelum saya robek mulut anda yang tajam itu!" ancam Via, amarahnya kini meluap seiring tatapan jijik dari wanita didepannya.
"Kamu sama saja seperti ibumu," ejeknya meremehkan.
Via memang miskin dan cacat, ia sadar itu. Tapi ia tak akan membiarkan orang lain menghina dirinya. Hidup dibawah garis kemiskinan serta sebagian wajah cacat bukanlah keinginannya. Semua sudah suratan takdir. Toh, selama ini ia tak pernah mengemis pada siapapun untuk meminta makan. Lagipula masalah wajahnya yang cacat sudah dijelaskan oleh sang ibu, bahwa saat kecil wajahnya tersambar api saat rumahnya terbakar hebat, setidaknya itulah yang dijelaskan ibunya, Julia.
"Panggilkan wanita itu, cepat!" bentak Chiara saat melihat Via hanya mematung.
"Tentu saja ibumu, bo*oh!" lanjutnya lagi.
"Ibu tak ada di rumah, beliau sedang pergi ke ladang," jawab Via dingin. Sementara Chiara mendelik kearahnya.
"Aku akan menunggunya." Chiara duduk di kursi rotan yang sudah nampak lapuk dimakan usia.
Tak lama kemudian, seorang wanita datang dengan karung kecil yang dipikul. Isinya sayuran dan juga umbi hasil dari keterampilannya berladang.
"Non Chiara?" Julia berkali-kali memandangi gadis itu. Ia takkan lupa dengan wajah itu meski sudah lama mereka tidak bertemu. Chiara adalah anak tirinya. Tak terasa sudah bertahun-tahun lamanya sejak wanita itu diusir dari rumah kediaman Suryo Joyo.
"Oh, kamu masih ingat rupanya," tukas Chiara sambil tersenyum mengejek.
"Ibu kenal dengannya?" tanya Via penasaran. Sementara Julia hanya mengangguk.
"Ada apa Non Chiara mencari kami?" tanya Julia akhirnya.
"Papa sakit dan dia ingin bertemu kalian. Jadi segeralah bersiap."
Beberapa saat kemudian, mobil mewah membelah jalanan desa yang menjadi tontonan warga sekitar.
Mobil mewah itu berhenti di sebuah halaman rumah mewah milik keluarga Suryo Joyo. Julia mematung sesaat setelah turun. Teringat bagaimana hidupnya bersama keluarga kecilnya bahagia di tempat itu sebelum akhirnya semuanya sirna karena ulah mantan istri pertama suaminya.
"Ibu baik-baik saja?" Via bertanya dengan raut wajah cemas, lalu menggandeng tangan sang ibu.
Julia tersenyum paksa guna menutupi perasaanya. "Iya. Ayo, kita masuk."
Seorang lelaki paruh baya terbaring lemah dengan selang infus menempel di tangannya. Dialah Suryo Joyo, suami yang sudah bertahun-tahun Julia tinggalkan karena suatu alasan.
Beberapa tahun yang lalu, Julia, Suryo dan anak mereka Olivia merupakan sebuah keluarga kecil yang penuh dengan kebahagiaan. Hingga hari itu, saat Julia bersama Olivia akan kembali ke kediaman mereka tiba-tiba mobil yang membawa mereka oleng dan tidak terkendali. Supir memberitakan bahwa rem dimobil itu blong dan tak dapat dikendalikan. Seketika mereka menjadi panik dan ketakutan. Saat melewati jalanan menurun, tiba-tiba sebuah truk bermuatan pasir berpapasan dengan mobil milik mereka. Supir tak bisa mengendalikan laju kendaraannya hingga mengakibatkan mobil yang membawa istri majikan beserta anaknya jatuh terguling-guling karena hilang keseimbangan. Sang Supir berusaha menyelamatkan keduanya yang terlihat terluka parah, begitupun dirinya. Ia membawa mereka menjauh dari mobil yang posisinya sudah terbalik. Tak lama kemudian ledakan pun terjadi. Mobil itu terbakar hebat hingga sebuah serpihan berapi menyambar wajah gadis kecil bernama Olivia dibagian kiri wajahnya. Julia yang baru saja sadar langsung menangis dan meraung bahkan hatinya ikut sakit melihat pelipis dan wajah Olivia yang terluka.
Belum hilang kekagetan mereka, tiba-tiba ada sebuah sedan mendekat. Seorang wanita berbaju hitam turun diikuti oleh kedua orang pengawal. Ia tersenyum sinis ke arah Julia. Itu adalah Ernita, mantan istri dari suaminya.
"Bagaimana rasanya, apakah menyakitkan?" tanyanya dengan raut wajah penuh kepuasan.
"Ernita? Apakah ini perbuatanmu?"
"Tentu saja, siapa yang berani melawanku maka dia harus merasakan akibatnya." Tatapan Ernita berganti dengan amarah yang penuh dendam.
"Tapi kenapa? Apa salahku?" Julia meraung sambil meminta penjelasan.
Ernita melirik ke arah Olivia kecil yang tak sadarkan diri dengan luka diwajahnya. Ia mendesis lalu kembali menatap tajam pada Julia.
"Karena kau menikah dengan Mas Suryo dan aku tidak rela." Ernita berdiri lalu memberi perintah kepada salah satu pengawalnya untuk menghabisi mereka bertiga setelah itu ia berlalu dari hadapan mereka.
Pertama-tama Si pengawal menembak si supir yang tengah merintih kesakitan. Kemudian ia menatap Julia dan anaknya dan bersiap menembaknya, namun gelengan dan air mata yang Julia jatuhkan membuat hatinya iba.
"Aku berjanji akan menghilang dan tak akan menyusahkanmu dikemudian hari, kumohon ijinkan kami hidup." Tangis Julia pecah saat itu. Si Pengawal menoleh ke belakang memastikan Ernita tak melihatnya. Ia mengangguk lalu berpura menembak, hingga membuat Julia terkulai, berpura-pura mati.
*****
"Ju-julia …" panggilan Suryo tak bisa didengar, nafasnya terasa sesak saat wanita di depannya mulai menangis tersedu.
"Maafkan aku …" ujar Julia penuh sesal saat tangan Suryo sedikit bergerak. julia meraih tangan yang mulai keriput, lalu menggenggamnya erat, hatinya hancur.
"Dari dulu aku sudah memaafkanmu ...." inginnya Suryo berkata, namun mulutnya tak mampu mengucapkan kata itu.
"Oliv …" Suryo ingin sekali memanggil seorang gadis yang berdiri mematung di belakang istrinya, namun lagi-lagi mulutnya terkunci. Julia menoleh ke arah Via, kemudian memberi isyarat agar ia mendekat.
"Dia ayahmu, orang yang selama ini kamu rindukan, Nak."
Via mendekatkan kepalanya di dada Sang Ayah, lalu mulai menangis. Kerinduannya selama ini akan sosok Sang Ayah, akhirnya sirna.
"Maafkan Ayah, Nak. Selama ini sudah membuat kalian menderita," batin Suryo berbicara, sedangkan mulutnya kaku untuk mengucap. Sudah lama ia menderita stroke.
"Aku sangat merindukanmu, Ayah." Via menangis tersedu. Bertahun-tahun ia bertanya pada Sang Ibu mengenai keberadaan ayahnya, namun Julia selalu bungkam dan menjawabnya dengan tangisan.
Tiba-tiba Chiara masuk ke ruangan. Tangannya melipat di dadanya lalu menyunggingkan senyum mengejek melihat reuni kecil keluarganya.
"Aku ingin bicara dengan kalian berdua, ikuti aku!" perintahnya tanpa melirik kepada Suryo. Via dan Julia saling pandang sebelum akhirnya mengikuti keluar ruangan.
Bab 64 EndingLima bulan kemudianDi sebuah klub malam, Aleandro duduk ditemani dua orang wanita yang berpenampilan seksi di samping kiri dan kanannya.Nova yang mendapat informasi dari salah satu temannya segera meluncur ke tempat itu demi menyaksikan sendiri apa yang tengah dilakukan oleh kekasihnya yang masih enggan menikahinya tersebut. Padahal sudah tidak ada jurang pemisah yang menghalangi hubungan keduanya.Alangkah terkejutnya Nova saat melihat tangan Aleandro bergerak cepat dibalik baju salah satu wanita itu. Keduanya tampak asyik menikmati buayan satu sama lain. Seakan lupa mereka tengah berada di keramaian."Hentikan! Apa kamu sudah gila Aleandro. Apa yang kamu lakukan dengan pelacur-pelacur sialan ini?
Bab 63Hari itu cuaca begitu mendung dihiasi dengan gerimis kecil yang jatuh dari langit.Prosesi pemakaman Chiara baru saja selesai dilakukan, setelah sebelumnya disemayamkan dulu di rumah duka selama satu malam.Tak banyak para pelayat yang ikut ke pemakaman. Hanya keluarga terdekat dan beberapa relasi juga karyawan Aleandro di kantornya karena memang mereka tidak begitu mengenal Chiara.Satu persatu para pelayat pergi, menyisakan beberapa orang disana. Aleandro yang terus berdampingan dan memperlihatkan kemesraanya dengan Nova, membuat Christian jengah menatap ke arahnya.Mulutnya tidak tahan untuk berkomentar kepada pasangan yang tidak mengerti situasi tersebut. Apalagi saat Nova terus bergelayut manja pada bahu Ale.
Bab 62Julia duduk di dekat tempat tidur Chiara. Tangan kaku yang tidak bergerak itu terasa hangat saat ia menyentuhnya. Julia mulai bercerita banyak hal, tentang apapun kehidupan yang mereka jalani dulu. Kebiasaan baru yang sudah dilakukannya sejak dirinya ikut merawat Chiara. Tentu saja atas saran dokter, agar Chiara segera pulih.Julia kemudian menceritakan beberapa hal yang membuat Chiara dan ibunya membencinya di masa lalu. Julia menjelaskan dengan hati-hati tanpa berniat menyudutkan Chiara maupun ibunya.Tanpa menyinggung atau menyudutkan Chiara sendiri.Menurut dokter, Chiara tetap bisa mendengar meski bagian tubuhnya tidak bisa digerakkan. Intinya, apapun yang orang lain bicarakan, Chiara mampu menangkapnya dengan baik. Terbukti saat Julia menjelaskan dengan perl
Bab 61Christian sudah diizinkan untuk pulang dari rumah sakit, dan selama tiga hari Via merawatnya dengan baik dan terus memperhatikan kesehatannya.Hubungan keduanya tampak selalu mesra dan dipenuhi dengan kebahagiaan.Via juga melayani Christian setiap saat dan memberikan makanan-makanan sehat agar suaminya semakin betah berada di rumah.Keduanya menghabiskan waktu tanpa ada yang mengganggu. Meski sesekali Bram datang untuk membawa dokumen pekerjaan.Siang itu, ada sebuah panggilan masuk ke ponsel Via dari nomor tidak dikenal. Setelah menimbang beberapa saat akhirnya ia mengangkat panggilan tersebut yang ternyata dari Paul-asistennya Chiara."Maaf, Nyonya, saya hanya ingi
Bab 60Bram baru saja keluar dari kantin tempatnya meminum secangkir kopi. Setelah sudah hampir satu jam ia duduk di sana sendirian.Ketika rasa bosan mulai menggelayutinya, diapun berniat kembali ke lantai di atas untuk menjenguk bosnya, Christian.Sebenarnya, tadi dia sempat ke sana tapi karena melihat Christian sedang istirahat bersama istrinya, maka mau tak mau Bram pun mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk duduk di kantin rumah sakit.Saat berjalan di lorong rumah sakit, tidak sengaja matanya melihat Nova berjalan dengan wajah ditekuk, bahkan beberapa kali terlihat wanita itu menghembuskan nafasnya dengan kasar seperti tengah memendam sebuah kekesalan.Bram pun bergegas mendekati Nova sekadar untuk menyapanya.
Bab 59Chiara melangkah dengan raut wajah kesal. Keinginannya untuk bersama dengan Christian untuk sesaat terpaksa gagal karena Via selalu ada di dekatnya.Dia memasuki lift diikuti Paul dan dua orang pengawalnya. Dengan cekatan, Paul menekan tombol dua lantai dari yang kini mereka pijaki membuat Chiara mengernyit heran."Hei, bukankah seharusnya kita ke lantai bawah, Paul?" tanya Chiara bingung."Sebaiknya kita melihat keadaan Tuan Aleandro, Nyonya," Paul menjawab tanpa mengurangi rasa hormatnya."Haruskah aku repot-repot menjenguknya?" tanya Chiara dengan malas. Rasa sakit di punggungnya bahkan masih terasa, kenapa dia malah harus melihat lelaki pendosa itu.Paul menghela nafas lelah. Padahal dirinya