Di waktu yang bersamaan, keluarga Mirna dan suaminya juga sedang mengadakan rapat di rumah. Jika Kenneth sudah mengetahui perjodohan ini dari lama, Metta justru tidak mengetahuinya. Dia terkejut sekaligus kesal karena Aya adalah orang yang akan menjadi calon kakak iparnya.
"Jangan dong, pah. Perjodohannya batalin aja.""Dari tadi kamu terus bilang jangan. Kenapa? Yang dijodohin itu kakak kamu," kata Papanya yang tak mengerti dengan perkataan sang anak."Iya. Kamu sama Aya itu kan temen. Mama juga seneng kalau Aya jadi mantu di rumah ini."Metta berdecak kesal. "Aku sama Aya udah gak temenan lagi.""Kenapa gitu? Padahal dulu kalian lengket banget.""Mama kayak gak tau aja anak perempuan," kata Ken yang sejak tadi diam. Matanya kembali fokus pada ponsel."Ih, kakak pokoknya harus nolak perjodohan ini. Nanti aku kenalin sama temen cewek aku di kampus," bisik Metta."Gak, ah. Cantik-cantik, gak?""Cantik. Aku tau selera kak Ken kayak gimana. Yang body-nya bohay gitu, kan? Gak usah bohong udah. Aya itu bukan tipe kakak. Kalau kalian beneran nikah, masa kakak ipar aku harus Aya? Jangan, dong.""Ekhem!" Papa mereka kini melontarkan tatapan tajamnya. "Metta, jangan mempengaruhi kakak kamu. Perjodohan ini udah dibuat sejak lama. Harusnya kamu sama Aya yang baikan.""Tapi...""Gak ada tapi-tapian. Malam ini kita ke rumah Aya. Ken, papa gak mau denger kamu berubah pikiran. Kita juga gak mungkin jodohin kamu sama orang sembarangan."Ken mengangguk cuek. "Dari tadi juga Ken gak nolak, kan?"Pria tersebut berdiri dan naik ke lantai atas. Melihat hal tersebut Metta mengekori dari belakang. Bagaimana pun juga dia harus menggagalkan semuanya. Jangan sampai kakaknya itu malah suka pada Aya."Kak!""Apa lagi?""Gak ada niatan buat batalin?" tanya Metta sekali lagi."Kakak pusing sama kamu. Yang dijodohin itu kakak, tapi kenapa kamu yang ribet?""Aku cuma mau-""Stttt..." Ken meletakan jari telunjuknya di depan mulut sang adik. "Mending kamu masuk ke kamar terus ganti baju."Setelah mengatakan hal tersebut Ken segera masuk ke dalam kamarnya, dan menutup pintu rapat. Metta kini menghentakan kakinya kesal.'Emangnya gak ada cewek lain selain Aya?'*****15 tahun yang lalu Ayana, Metta, dan Kenneth adalah teman yang cukup dekat. Karena kedekatan kedua orang tuanya itu yang membuat anak-anaknya ikut berteman. Saat itu ada kejadian di mana Aya merasa marah dan kecewa pada Ken. Hari saat mereka bermain bola bersama, namun Aya justru menendang bolanya hingga membuat kaca tetangga pecah. Disitulah Ken secara tak sengaja mengeluarkan kekesalannya dengan umpatan.Aya mungkin terlalu kecil untuk mendengar umpatan itu. Orang tuanya tidak pernah membentak apalagi berbicara kasar padanya. Ken memang terus meminta maaf, tapi Aya tidak menanggapi. Sampai satu minggu kemudian Ken harus pindah ke Amerika untuk tinggal dengan neneknya di sana. Mereka tidak lagi bertemu."Sayang, kenapa bengong?"Gadis itu tersadar dari lamunan saat mamanya masuk ke dalam kamar. "Eh, gak apa-apa.""Kamu cantik banget. Ken pasti langsung jatuh cinta liat kamu."Aya justru berharap sebaliknya."Jadi beneran perjodohannya gak bisa dibatalin? Aya masih muda tau, Mah."Wanita tersebut mengusap rambut putrinya dengan sayang. Dia tau kekhawatiran Ayana. "Sayang, kamu masih bisa lanjut kuliah, dan Mama yakin Ken gak masalah. Lagipula sebentar lagi kamu wisuda, kan? Cuma beberapa bulan lagi.""Tapi Ken itu kasar.""Kak Ken. Dia lebih tua dari kamu," tegurnya. Dia juga tau bagaimana Aya tidak suka dengan ini semua, tapi dirinya lebih yakin jika suatu saat nanti mereka akan benar-benar jatuh cinta.Ini bukan hanya perjodohan biasa yang semata-mata memuaskan kedua keluarga. Tapi untuk membuat keputusan ini bahkan mereka memikirkannya lebih dulu. Kedua orang tua mereka sudah sama-sama setuju karena memang mereka yakin Ayana dan Kenneth cocok."Gak. Dia bukan kakak aku. Jangan-jangan sekarang juga dia masih suka bentak orang," kata Aya dengan kesekian kalinya menolak."Gini, deh. Kamu terima dulu perjodohan ini. Kalau suatu saat nanti Ken kasar sama kamu, kita batalin. Tapi mama yakin dia anak baik-baik. Dia sudah dewasa dan Mama udah ketemu sendiri sama Ken."Tak berselang lama pintu kamarnya kembali terbuka dan menampilkan Papanya. "Ay, keluarganya Ken udah nunggu di bawah. Ayo turun."Mau tak mau Aya harus menemuinya. Entah bagaimana rupa Ken selama ini. Apa dia sudah berubah jadi lelaki yang jelek? Ah, dia tidak bisa membayangkannya.Saat menuruni tangga, Aya melihat kehadiran Metta juga. Dia baru ingat. Kalau begitu Metta adalah calon adik iparnya. Itu kabar buruk atau baik?"Tuh, Ken ganteng, kan?" bisik mamanya yang membuat Aya menatap lelaki di samping Metta.Tampan. Itu Kenneth? Dia pikir diusia yang sekarang Ken akan terlihat tua, tapi tidak sama sekali. Tubuhnya tegap dan wajah yang memiliki rahang tegas. Tatapan mata yang tajam hampir membuat Aya terpana.Tidak-tidak, bagaimanapun juga Ken pernah membuatnya menangis berhari-hari. Aya harus membuat Ken membatalkan perjodohan ini. Itu adalah rencana awalnya.Dengan cepat gadis itu menggeleng. 'Aku gak mau nikah sama dia,' batinnya.****"Silahkan duduk dulu. Aya lagi di kamar sama Mamanya."Ken dan keluarganya duduk setelah dipersilahkan. Sudah lama Ken tidak melihat rumah ini. Semakin besar dan semakin bagus dari beberapa tahun yang lalu. Apa Aya juga banyak berubah?"Tunggu dulu, ya. Biar aku panggilkan dulu anaknya."Orang tua Ken mengangguk. Mereka juga sudah lama tidak melihat Aya. Terakhir kali itu saat Aya dan Metta masih berteman di bangku SMA. Mereka pikir Aya sedang sibuk sampai tidak pernah lagi main ke rumah, ternyata anaknya sendiri bilang kalau hubungan keduanya tidak berteman lagi."Kak, bener mau tolak perjodohannya, kan? Janji, deh, nanti aku kenalin sama cewe yang lebih cantik," bisik Metta masih tak tenang.Kenneth menatap adiknya dan tersenyum menggoda. "Gimana, ya?""Ih... pokoknya aku gak suka kak Ken deket-deket sama Aya. Kayak gak ada cewe lain aja."Kenneth tertawa pelan mendengar ucapan adiknya. Tak lama kemudian dari arah tangga terlihat seorang gadis cantik turun bersama kedua orang tuanya. Begitu anggun menggunakan dress di atas lutut dan rambut yang tergerai indah.Gadis itu tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kenneth merasakan debaran di dadanya. Ia menatap dari atas hingga bawah. Terkesan manis dan juga... Eum, sexy. Ya, keduanya dalam waktu yang bersamaan.Ken tidak bisa mengalihkan tatapannya dari gadis tersebut. Terlihat Ayana melirik ke arah Metta, kemudian menatap dirinya. Mereka sempat saling beradu tatap namun Ayana lebih dulu memutus kontak mata. Ketika Aya menggelengkan kepala, Ken bahkan tidak bisa menahan rasa gemasnya. Sesaat ia membasahi bibirnya yang terasa kering."Kayaknya aku gak akan batalin perjodohan ini," gumamnya dengan senyum yang belum pudar."Ya ampun sayang, kamu cantik banget." Aya membalas pelukan tante Mirna padanya. "Makasih. Tante juga cantik banget.""Sini, duduk di samping tante." Melihat mamanya yang dekat dengan Aya membuat Metta semakin dibalur rasa cemburu."Kita langsung aja, ya. Aya masih inget sama Ken? Malam ini kita datang buat jodohin kalian berdua," kata papanya Ken dan Metta."Kamu mau, kan?" lanjutnya.Aya melirik kedua orang tuanya serta tante Mirna dan suami secara bergantian. Kalau menolak di depan banyak orang seperti ini Aya juga merasa tidak enak. Mama dan papanya juga pasti akan malu. Jadi, Aya memutuskan untuk mengangguk."Kalau begitu kita langsung tentuin tanggal tunangannya.""Eh? Tunangan?" Ayana menatap terkejut. Ini pertemuan pertama tapi sudah membahas pertunangan."Iya. Lebih cepat lebih bagus, kan?""Gimana kalau minggu depan?"Kini semua mata menatap Kenneth. Tak terkecuali dengan Aya dan Metta yang melayangkan tatapan tajam. Sepertinya kali ini dua gadis itu memiliki pemikiran yang
Siang ini Ken sedang dipusingkan dengan tugas kantornya. Setelah perjodohan ini tentu saja Ken akan menetap di Indonesia. Dia harus meneruskan perusahaan keluarga dan usaha miliknya sendiri. Karena ini hal baru, Ken harus kembali beradaptasi dengan semuanya."Mama?" Ken berdiri dari duduknya saat mamanya masuk ke dalam ruangan."Ken, kamu lagi sibuk?""Lumayan. Emangnya ada apa?"Wanita paruh baya tersebut tersenyum simpul dan mendekati sang anak. "Hari ini kamu beli cincin sama Aya buat tunangan nanti. Gedung sama dekorasi udah mama siapin. Terus jangan lupa ke butik buat ambil baju.""Iya. Aku juga mau jemput Aya sama Metta ke kampusnya.""Mama jadi gak sabar nunggu kalian menikah.""Mama tenang aja. Aya akan jadi menantu mama." Lelaki itu melirik jam tangannya sekikas. "Kayaknya aku harus jemput mereka sekarang. Mama mau aku antar pulang dulu?""Gak usah. Mama ke sini sama supir. Sekarang mau ke kantor papa dulu.""Yaudah, hati-hati.""Kamu juga."****Metta tersenyum cerah saat me
"Kamu suka yang mana?" tanya Ken dengan menunjukan beberapa cincin yang berjejer di etalase.Setelah kejadian di dalam mobil itu, mereka benar-benar bersikap seperti biasa. Seolah tidak terjadi apapun sebelumnya. Walaupun Aya rasanya ingin mengomel, tapi dia lebih takut melihat Ken marah. Ayana menatap jejeran perhiasan di depannya dengan tak minat. "Terserah.""Kok terserah? Yang pakai cincin-nya bukan cuma saya. Kamu juga.""Lagian aku bingung milihnya. Semuanya keliatan sama aja. Emangnya harus banget aku yang pilih?""Harus kamu yang pilih."Ribet! Aya mendengus pelan. Apa susahnya pilih sendiri? Liat saja, dia akan memilih cincin paling mahal agar lelaki di sampingnya ini menyesal. Bukankah ini kesempatan Ayana agar pria itu berpikir dia memang matre dan tidak menyukainya?"Cincin yang paling bagus mana, mbak? Yang sepasang," ucap Aya dengan melihat beberapa cincin yang dihiasi berlian. Ia mengibaskan kecil rambutnya ke belakang."Sebentar." Wanita itu mengambil salah satu cinci
Saat ini Metta dan Ayana sedang berada di kelas bersama beberapa orang lainnya. Mereka mendapat tugas presentase dengan setiap kelompok berisi 5 orang. Karena itulah keduanya disatukan dalam satu kelompok yang sama. Ada Metta, Ayana, Putri, Deon dan Rendi. Sedangkan teman Metta yang kemana-mana bersama sudah mendapatkan kelompoknya sendiri."Mau ngerjain tugasnya di mana?" "Gimana kalau di rumah gue aja? Kebetulan lagi sepi juga," usul Rendi."Aku ngikut yang lain aja," kata Ayana dan diangguki yang lain. Sepertinya mereka sudah setuju. Kecuali satu orang, Metta. Gadis itu tak menanggapi ucapan orang-orang di sekitarnya.Merasa ditatap, Metta mengangkat kedua alisnya. "Kenapa?""Lo setuju gak kalau kerja kelompok di rumah Rendi?" Kini Deon bertanya."Gue maunya di rumah gue aja," jawabnya acuh.Ayana mendelik. "Ribet banget. Ngikut yang lain aja kali.""Pokoknya harus di rumah gue."Dua perempuan itu saling lempar tatapan tajam. Entah sampai kapan mereka akan terus seperti ini tanpa
"Kayaknya mending cari bahan di buku juga. Soalnya kalau di internet cuma itu-itu aja." Ayana menggeser laptopnya ke hadapan Putri dan mulai mengambil tumpukan buku di depannya."Itu udah gue baca, dan masih kurang. Besok beli ke toko buku buat nambahin.""Ribet banget, ya," ucap Deon menyandarkan tubuhnya.Metta memutar bola matanya. "Kita masih mending udah dapet setengah. Kelompok lain masih pada bingung mau nulis apa.""Jadi ini gimana?" "Lanjut nanti lagi. Sekarang tulis dulu yang ada.""Emang buat kapan tugasnya?" tanya Kenneth yang tiba-tiba ikut bergabung. Duduk di sofa dengan membawa beberapa buku tebal di tangannya."Lusa.""Ambil, nih. Itu buku terjemahan, tapi banyak materinya." Kebetulan Jevran memang memiliki rak buku khusus yang dimiliki saat menjadi mahasiswa. semuanya masih tertata rapih. Dia juga berkuliah di jurursan bisnis."Makasih ya, kak.""Sama-sama."Ayana melirik Kenneth sekilas. Saat pria itu balik menatapnya, ia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Kenapa dari tadi diem terus, hm?" tanya Ken yang melirik sekilas ke arah gadis di sampingnya."Terus harus gimana?""Kamu cemburu kalau saya deket sama temennya Metta?" Hanya memastikan saja. Ken tidak merasa jika Aya cemburu. Apa memang dia tidak memiliki perasaan untuknya?"Engga. Aku bukan kamu. Sama Rendi, temen aku aja kamu cemburu. Aku itu gak suka sama kamu! Cuma karena aku gak bisa nolak semua ini bukan berarti aku suka sama kamu."Ayana menatap jalanan sambil memegang sabuk pengaman erat. Sebenarnya untuk mengatakan itu saja dia punya ketakutan. Dia takut Ken akan marah atas perkataannya. Karena bagaimanapun Ayana belum terbiasa dengan pria ini.Kenneth sendiri tidak menghiraukan ucapan Ayana. Dia hanya mencoba agar gadis ini tidak semakin membencinya. Biar saja Naura berpikir seperti itu sekarang yang jelas Ken akan memastikan Ayana akan tetap menjadi miliknya.Tak lama dari itu mobil berhenti tepat di depan rumah Aya. Gadis itu hendak turun, namun Ken lebih dulu menahannya
"Ayana! Ya ampun, ini anak gadis masih tidur. Udah siang ini."Wanita paruh baya itu menarik selimut yang menggulung tubuh putrinya. Tertidur nyenyak tanpa merasa terganggu sedikitpun. Ini pasti karena habis bergadang nonton film. Kebiasaan!"Bangun!""Sebentar lagi, ya. Sekarang Aya gak ke kampus," jawab Ayana melenguh."Itu temen kamu udah nunggu di bawah. Kasian kalau harus nunggu lama.""Siapa?""Putri."Ayana sontak mengubah posisinya menjadi duduk. Dia lupa sudah janjian untuk bertemu. Gadis itu melihat Mamanya berjalan ke arah jendela untuk membuka gorden. Saat cahaya matahari itu menerpa wajahnya, ia menyeringit silau."Tadi juga Kenneth ke sini. Mama mau bangunin kamu, tapi dia bilang jangan. Terus pulang lagi, deh.""Ken? Ngapain dia ke sini?""Gak tau. Mungkin ngajak kamu jalan," jawab Mamanya yang kembali menghampiri Ayana. Ia menarik selmut untuk dilipat. "Biar Aya aja yang beresin nanti," cegatnya."Yaudah. Mandi dulu sana. Putri disuruh masuk ke kamar aja apa gimana?"
"Makasih udah nganterin sampe rumah," ucap Ayana membuka sabuk pengamannya."Sama-sama. Lo gak apa-apa, kan?""Kenapa?"Rendi mengusap tengkuknya sesaat. "Gak cemburu liat yang tadi?"Ayana terkekeh pelan dan menggeleng. Tidak, dia tidak cemburu. Hanya saja Aya ingin membuat Ken merasa panas. Entah kenapa menyenangkan saja jika membuat kesal. Aya seperti membalaskan dendamnya."Kenapa harus cemburu juga? Udah, ya, aku mau masuk. Kamu hati-hati pulangnya. Kalau barangnya udah selesai jangan lupa kasih tau aku, ya," jawabnya."iya, nanti gue yang anterin."Ayana turun dari dalam mobil dan melihat Rendi yang berlalu pergi dengan mobilnya. Setelah memastikan Rendi benar-benar pergi, Ayana masuk ke rumahnya. Dia merasa lapar dan ingin makan sesuatu sekarang. Mungkin makan mie terasa nikmat saat tubuhnya merasa dingin seperti sekarang.Saat masuk ke dalam rumah Ayana melihat Ibunya tengah berada di dapur, menyiapkan sesuatu. Dengan cepat ia menghampirinya dan melihat apa yang dilakukan Ibun