Share

Pria pemaksa

"Ya ampun sayang, kamu cantik banget."

Aya membalas pelukan tante Mirna padanya. "Makasih. Tante juga cantik banget."

"Sini, duduk di samping tante." Melihat mamanya yang dekat dengan Aya membuat Metta semakin dibalur rasa cemburu.

"Kita langsung aja, ya. Aya masih inget sama Ken? Malam ini kita datang buat jodohin kalian berdua," kata papanya Ken dan Metta.

"Kamu mau, kan?" lanjutnya.

Aya melirik kedua orang tuanya serta tante Mirna dan suami secara bergantian. Kalau menolak di depan banyak orang seperti ini Aya juga merasa tidak enak. Mama dan papanya juga pasti akan malu. Jadi, Aya memutuskan untuk mengangguk.

"Kalau begitu kita langsung tentuin tanggal tunangannya."

"Eh? Tunangan?" Ayana menatap terkejut. Ini pertemuan pertama tapi sudah membahas pertunangan.

"Iya. Lebih cepat lebih bagus, kan?"

"Gimana kalau minggu depan?"

Kini semua mata menatap Kenneth. Tak terkecuali dengan Aya dan Metta yang melayangkan tatapan tajam. Sepertinya kali ini dua gadis itu memiliki pemikiran yang sama.

"Bagus itu. Nanti Papa sama mama yang siapin semuanya. Kalian berdua tinggal beli cincin aja."

Aya menggeleng. "Tapi..."

"Udah, nanti kita bahas lagi. Sekarang mending kita makan malam bersama. Mama udah masak banyak. Metta, kamu juga jarang main ke sini lagi. Tante kangen tau sama kamu."

"Eh, iya. Banyak tugas soalnya," ucap Metta tersenyum canggung.

Kini mereka semua sudah berdiri untuk menuju ke ruang makan. Namun tiba-tiba saja Ken memegang lengan Aya membuat gadis tersebut terkejut. Ia sempat mencoba melepaskannya, namun Ken menahannya.

"Boleh saya ajak Ayana bicara berdua?" tanya Kenneth meminta izin pada orang tua gadis tersebut.

"Enggak. Aku gak mau," kata Ayana menolak keras.

"Ay, jangan gitu. Boleh, kok. Tante sama om kasih izin. Kalian juga perlu ngobrol-ngobrol."

Ayana tak habis pikir ketika orang tuanya bahkan tak membantunya. Dia tidak ingin berduaan dengan orang ini. "Aya laper, mah."

"Nanti kita cari makan di luar," kata Kenneth mencari cara agar gadis ini mau pergi dengannya.

"Aku ikut!" celetuk Metta cepat.

Mirna menoleh ke arah anak gadisnya tersebut. "Kakak kamu itu mau pendekatan sama Aya. Kamu di sini aja."

Mendengar hal itu Metta mendelik ke arah Aya. Awas saja, di kampus nanti dia akan mengerjainya. 'Gue gak akan biarin lo deket sama kak Kenneth.'

****

"Kenapa dari tadi diem terus?" tanya Ken yang masih menatap lurus ke depan.

Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil. Entah kemana Ken akan membawa Aya. Gadis itu juga sejak tadi hanya diam. Masalahnya dia lupa bawa ponsel, jadi bingung sendiri mau apa.

"Kamu masih marah sama kejadian dulu?"

"Menurut kamu? Siapa yang gak sakit hati dibilang goblok?"

Ken segera mencari tempat yang sepi untuk menepikan mobilnya. "Saya udah minta maaf waktu itu. Serius, saya gak bermaksud untuk ngumpat sama kamu. Jangan dibahas lagi, dong."

"Kalau gitu kamu batalin perjodohan ini dulu, baru aku maafin. Kalau aku yang ngomong, mereka gak akan peduli. Kamu juga gak suka sama aku, kan?"

"Kata siapa?" Perlahan Ken mendekatkan wajahnya. "Kalau saya bilang, saya juga suka sama kamu gimana, hm?"

Hah? Aya tidak salah dengar?

Dengan cepat gadis itu membuang wajahnya ke arah lain. "Gak jelas. Aku laper, katanya mau beli makan."

Ken terkekeh lalu mengacak rambut Aya pelan. Gadis ini banyak berubah. Dulu dia terlihat jelek, hitam, dan dekil. Kalau main di komplek maunya cuma pakai kaus dalam saja. Sekarang justru Ken melihat sisi yang berbeda 180°. Dia benar-benar cantik. Ken tidak akan menolak perjodohan ini.

"Mulai besok saya yang akan antar jemput kamu ke kampus. Kalau mau pergi juga bilang aja, nanti aku antar."

"Gak usah, aku bisa sendiri," balas Aya cuek.

"Kamu calon tunangan saya, Ay."

"Baru calon."

"Aya!"

"Iya-iya."

****

Meskipun dengan terpaksa hari itu Ayana menyetujui jika dia akan diantar jemput oleh Kenneth. Pria itu mengancamnya jika Naura tidak mau dia akan melaporkan pada Ibu dan Ayahnya. Dengan cerdik ia tau jika kelemahan gadis itu adalah tidak bisa menolak keinginan kedua orang tuanya.

"Kak? Kenapa harus jemput dia dulu, sih?" tanya Metta saat mobil Ken berhenti tepat di depan rumah Ayana

"Sekalian. Jangan marahan gitu, dong. Aya bentar lagi jadi kakak ipar kamu."

"Tapi aku gak mau."

Ken menghela nafas lelah lalu membuka sabuk pengamannya. "Mau ikut ke luar gak?"

"Nunggu di mobil aja."

Di teras rumah, Aya dan mamanya sudah menunggu. Kalau tidak diawasi mamanya, sudah pasti Aya akan berangkat lebih dulu. Jadinya wanita itu harus menunggu sampai Ken menjemput anak gadisnya.

"Pagi, tan." Ken mencium tangan calon mertuanya.

"Pagi. Metta mana?"

"Ada di mobil."

"Lama," celetuk Aya seketika. "Mah, berangkat sekarang aja. Temen Aya udah ada di kelas."

"Yaudah, kalau gitu kalian hati-hati."

"Iya."

Di dalam mobil sana Metta memperhatikan Aya yang berjalan bersama kakaknya. Kenapa harus Aya? Metta takut jika Aya mencoba untuk balas dendam padanya lewat sang kakak. Gadis itu sengaja menerima perjodohan ini lalu meninggalkan Ken begitu saja.

Kenneth membuka pintu depan di samping supir. "Kamu pindah belakang, ya."

"Gak mau. Dia aja yang dibelakang."

"Dek..."

"Ribet banget. Aku di belakang juga gak apa-apa kali," ucap Aya yang langsung duduk di kursi belakang. Mendengar hal tersebut membuat Metta tertawa sinis.

"Bagus kalau lo sadar."

Ah, dua gadis ini membuat Ken frustrasi sendiri. Di bingung karena Metta adalah adiknya, sedangkan Aya adalah calon tunangannya.

****

"Ay, anak-anak ada yang liat kamu sama Metta ke luar dari mobil yang sama. Terus dianterin sama cogan juga. Itu bener?" tanya Putri yang menyuapkan bakso ke mulutnya.

"Hmm."

"Ada angin apa kalian jadi akrab kayak gitu?"

"Itu juga terpaksa. Aku dijodohin sama kakaknya."

"Apa?! Kamu di-"

"Sttt.... jangan berisik!" potong Aya cepat.

Putri terlihat memasang wajah kagetnya. Otomatis Aya dan Metta yang dikenal sebagai rival akan menjadi ipar. Dia jadi penasaran dengan kakaknya Metta.

"Ay! Gue minta supaya lo jauhin kak Ken!" ucap Metta tiba-tiba datang. Tumben sekali dia tidak bersama dua temannya.

"Kenapa? kamu cemburu kakak kamu lebih deket sama aku?" Sebenarnya Aya tidak berniat bertanya seperti itu. Tapi, dia merasa Metta memang merasakan cemburu.

"Gue gak pernah cemburu karena kak Ken emang cuma sayang sama gue."

"Oh, ya? Tapi kayaknya dia bakal lebih sayang sama aku."

"Gak akan!"

Aya berdiri dan mendekatkan dirinya ke arah Metta. "Gimana kalau kita buktiin? Dulu kamu pernah ngambil orang yang aku sayang, sekarang hal yang akan ngambil hal itu dari kamu."

"Jangan sampe lo nyakitin kakak gue!"

Gadis itu mengangkat kedua bahunya acuh dan pergi dari kantin. Putri yang melihat temannya pergi jadi ikut mengejar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status