Share

Istri Cerewet Tuan CEO
Istri Cerewet Tuan CEO
Author: Vellichor_Ann

Kabar Dadakan

Bugh...

Sebuah sepatu mendadak telempar hingga mengenai kepala Ayana. Gadis tersebut sontak memegangi pelipisnya yang dirasa memar.

"Woy! Siapa yang lempar sepatu ke muka aku?" teriaknya sambil mengangkat sepatu tinggi-tinggi. 

"Gue! Lagian ngapain lo berdiri di situ?"

Mendengar ucapan menantang dari musuh bebuyutannya, sontak Ayana membelalak. "Harusnya aku yang nanya. Kayak anak kecil aja lempar-lempar sepatu. Kurang kerjaan banget."

Keributan tersebut ditonton oleh beberapa mahasiswa di koridor kampus. Mereka sudah tidak asing lagi dengan pemandangan tersebut. Ayana Birdie adalah salah satu mahasiswi di fakultas ekonomi bisnis (FEB), sedangkan gadis di hadapannya adalah Metta Adzkiya yang berada di fakultas yang sama.

Keduanya  dikenal sebagai rival sejati!

"Gue mau ngelempar dia. Salah siapa lo tiba-tiba muncul?" kata Metta lagi. Kini, dia menunjuk salah satu lelaki berkacamata yang kini memeluk bukunya.

"Bukannya minta maaf, malah balik nyalahin."

"Udah-udah. Buruan balikin sepatu gue!"

"Balikin?" Aya menatap sepatu yang dipegangnya sesaat, kemudian melirik Metta. "Tuh, ambil."

"Heh! Kenapa lo lempar sepatu gue? Ambil!"

"Ambil sendiri."

Aya segera menarik temannya menjauh dari sana. Ia mengabaikan teriakan Metta yang memanggil namanya.

Lagian suruh siapa dia melempar sepatu sembarangan?

Di sisi lain, teman Aya yang bernama Putri itu kini hanya bisa diam.

Kalau sudah berurusan dengan si Metta itu, Aya akan lebih sensitif. Dia juga bingung bagaimana awal keduanya sering bertengar seperti itu. Yang Putri tau temannya ini benar-benar orang yang tenang dan polos, tapi ternyata dia bisa berubah jadi singa betina saat berhadapan dengan Metta.

"Sebel banget, sih! Kenapa dia itu suka banget ngancurin mood-ku? Mana tiap hari ketemu lagi," gerutu Aya setelah mereka sampai di parkiran kampus.

"Gimana gak ketemu? Kita satu kelas sama dia, Ay."

"Jujur, kalau bukan karena Papa yang minta ngambil fakultas ini, aku mending di fakultas hukum. Aku pernah cerita kalau mau jadi pengacara, kan?"

Putri mengangguk pelan. "Iya, sih. Tapi sejauh ini nilai kamu bagus. Kalau kamu salah ambil jurusan, terus nilai kamu jelek, itu yang jadi masalah."

"Tau, ah!"

"Jangan marah-marah terus, dong. Kamu masih belum mau cerita kenapa Kamu sama Metta musuh kayak gitu?"

Sedetik kemudian. Aya merubah raut wajahnya. Memang tidak ada orang yang tau tentang masalah ini selain Aya dan Metta sendiri. Bahkan teman-teman keduanya juga tidak ada yang tau. 

Untungnya, Putri yang melihat temannya terdiam, langsung melanjutkan bicara, "Yaudah, kalau gak mau cerita gakpapa." 

"Bukan gitu. Kapan-kapan deh, soalnya ceritanya panjang," balas Aya mencari alasan.

"Yaudah. Aku mau cari makan, nih. Mau ikut gak?"

"Sebenernya pengen, tapi mama suruh pulang cepet. Gak tau deh ada apa."

"Oke. Aku juga mau ngajak Deon, sih." Putri tersenyum lebar hingga menunjukan deretan giginya. 

Ayana hanya bisa menggelengkan kepala menyaksikan kasus friendzone ini.

Sama-sama suka, tapi belum ada yang berani jujur sama perasaannya. Aya saja sampai gemas karena kedekatan mereka yang tidak memiliki hubungan.

"Dasar! Kalau ada rasa, ungkapin! Jangan sampe, gue malah nikah duluan sebelum kalian," ucapnya lalu tertawa.

Sayangnya, tawa itu tak berlangsung lama.

Begitu tiba di rumah, ia merasa dunianya runtuh karena berita dadakan yang dibawa kedua orang tuanya.

"Apa?! Dijodohin?" pekik Ayana tak pecaya.

Namun, sepasang suami istri itu hanya mengangguk.

"Jangan aneh-aneh, deh. Aya baru pulang tau."

"Mama sama Papa serius. Perjodohan ini sebenarnya udah lama, cuma kita harus nunggu umur kamu yang tepat," kata papanya.

Iya, perjodohan. Bagaimana Aya tidak pusing? Dia baru sampai rumah tapi mamanya langsung membicarakan hal yang tidak masuk akal. Perjodohan seperti itu hanya ada di jaman dulu, novel, dan film.

"Kamu juga kenal sama orangnya, kok."

Aya kini menatap Mamanya. "Siapa?"

"Kenneth, anaknya tante Mirna. Masih ingat?"

"What? Gak mau," balasnya cepat.

"Kenapa? Kamu dulu suka main sama dia. Bahkan kamu sahabatan sama adiknya, Metta."

Tapi itulah alasan Aya semakin tidak mau. Orang tuanya tidak tau permasalahan Aya. Mereka tidak tau bagaimana Aya sakit hati dengan kakak beradik tersebut!

"Gak mau, Mah. Aya udah gak temenan lagi sama Metta," jawab Ayana membuang wajah ke arah lain. Ia benar-benar tidak menyangka jika pria itu yang akan dijodohkan dengannya.

"Kenapa? Pantesan aja udah lama Metta gak main ke rumah. Tante Mirna juga gak ngomong apa-apa. Jangan gitu, dong. Mama sama tante Mirna itu temanan, masa anak-anaknya musuhan."

Pria yang berstatus suaminya itu ikut mengangguk. "Emangnya apa masalah kalian? Bisa dibicarakan baik-baik, kan?"

"Gak bisa!"

"Ayana!"

Gadis itu menunduk. Kalau papanya sudah memanggil seperti itu, Aya mau mengelak bagaimana lagi?

"Oke, Aya cerita. Metta itu pernah rebut pacar Aya waktu SMA. Itu parah banget, kan?"

"Bagus, dong. Udah putus, kan? Kalau kamu belum punya pacar jadi lebih gampang kita jodohin," celetuk mamanya.

"Ih, dengerin dulu. Terus si Ken itu pernah ngebentak Aya. Waktu kecil dia pernah ngomong kasar sama Aya."

"Kasar gimana?"

"Pokoknya dia bentak Aya! Dia ngomong kayak gitu cuma karena Aya gak bisa main bola. Padahal waktu itu Aya masih kecil, sedangkan dia udah gede."

Papanya sontak tertawa. "Sayang, itu zaman masih kecil. Papa yakin Ken gak berniat buat bentak kamu kayak gitu. Sekarang dia jadi anak baik, loh."

"Alah, paling juga pencitraan. Pokoknya Aya tetep gak mau!"

"Ketemu sebentar saja. Dia udah pulang dari Amerika buat nemuin kamu. Mama sama tante Mirna udah janjian buat jodohin salah satu anak kita nanti," ucap orang tuanya kembali membujuk.

"Selain dia gak ada gitu?"

"Siapa? Metta?"

Aya melotot. "Ya enggak juga, Pah. Metta cewek."

"Terus?"

"Mama sama papa bikin adek buat Aya. Terus kalau dia udah gede, jodohin tuh sama si Ken," ucapnya asal.

"Hah?"

"Pokoknya Aya gak mau. Dia udah tua."

"Kalian cuma beda delapan tahun." Wanita paruh baya itu melirik suaminya sekilas. "Mama sama papa malah beda sepuluh tahun."

"Tapi Aya masih kuliah."

"Gak papa, kan pendekatakan dulu. Toh, kamu udah semester akhir," jawab Mamanya cepat, "Gak akan nyesel kamu, Ay. Sekarang kenneth makin ganteng tau. Kalau dari muka juga gak keliatan beda jauh dari kamu."

Aya terdiam sesaat. Sepertinya kalau menolak juga percuma. Aya sudah terbiasa menjadi gadis baik-baik dan mematuhi kedua orang tuanya. Naura benar-benar ingin menolak tapi di sisi lain Aya juga tau dia tak punya pilihan.

Dengan pasrah gadis itu bergumam, "Emang kapan dia datang ke rumah?"

"Malam ini." Papanya tersenyum simpul.

"Loh? Dadakan banget."

"Sebenarnya udah dari lama. Cuma kalau gak dadakan, kamu pasti bakal kabur di hari acaranya. Makanya malam ini kamu gak boleh kemana-mana."

"What?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status